Aku tidak MENULIS sejarah..tapi kusedang MENGKAJI sejarah..agar kudapat MENGUKIR sejarahku sendiri..

Rabu, 15 Desember 2010

Ana' OgiE, Sejauh Layarnya Terkembang


Ksatria Makassar, menantang badai ! (bag.3)

Siam di masa lalu, Thailand di masa kini.  Sebuah bangsa Asia Tenggara yang memiliki seni budaya paling maju pada jamannya. Kuil Angkor Wat adalah salahsatu bukti kebesarannya, berdiri teguh menjulang ke angkasa hingga pada hari ini.

Negeri inilah yang dituju DaEng MangallE sekeluarga beserta pengikutnya yang terdiri dari 60 keluarga. Dr. Crhistian Pelras menguraikan riwayat kepahlawanan ini berdasarkan buku yang ditulis oleh Gervaise dan buku memoir Laksamana Forbin, seorang berkebangsaan Perancis pula yang menjabat sebagai Komandan Loji Pertahanan dalam Benteng Bangkok pada penghujung abad XVII.
……………………………………………………………………………………………………………….

Sang Docja Pacdi Kerajaan Siam

Negeri besar yang juga dijuluki sebagai Negeri Gajah Putih dan Negeri Seribu Pagoda ini tak pernah dijajah oleh bangsa Asing. Kerajaan berdaulat yang memberi  keleluasaan terhadap seluruh bangsa yang mau berdagang, asal mau mengikuti aturan yang ditetapkan Raja Siam, Phra Narai yang agung. Baginda menggariskan kewajiban kepada semua perwakilan bangsa asing yang menetap di negeri itu untuk ikut berperang membantu pasukan kerajaan sewaktu-waktu dibutuhkan. Maka ramailah negeri itu ditempati kantor-kantor perwakilan dagang berbagai bangsa, diantaranya : Portugis, Perancis, Belanda, Inggris, Jepang, dll.

 Phra Narai adalah seorang Raja yang berpikiran maju. Baginda memiliki visi yang jauh ke depan sehingga amat memandang perlu untuk membuka segenap pintu Kerajaan Siam terhadap segala jenis budaya luar,  yang nantinya akan ikut memahsyurkan Kerajaan itu pada dunia luar. Kebijakan itu dimulai pada struktur pejabat lingkungan istana sendiri. Kerajaan Siam pernah mengangkat seorang bangsa Yunani bernama Constantino Hierachi sebagai penasehat Raja.

Selain tinjauan baginda yang amat maju tersebut, Phra Narai sangat berkepentingan untuk memberdayakan kekuatan bangsa-bangsa asing tersebut untuk memperkuat kedudukannya sebagai raja Siam.  Kondisi politik dalam lingkungan keluarga Kerajaan Siam pada masa itu penuh dengan intrik dan persekongkolan antar para pangeran yang sangat rawan kudeta. Raja Phra Narai sendiri adalah ahli waris dari pendahulunya yang sukses merebut tahta dari raja sebelumnya.  Belum pula perhubungan politik bilateral yang sering mengalami ketegangan dengan Kerajaan-kerajaan tetangganya seperti Myanmar dan lainnya, semua itu memerlukan pemberdayaan kekuatan yang didapatkan dari berbagai elemen disertai perhitungan matang pula. Jangan sampai kekuatan yang dipupuk itu akan menjadi lawan dikemudian hari pula.

Daeng MangallE beserta rombongan tiba di Ayuthia (Ayathaya) dalam tahun 1674. Raja Phra Narai menyambutnya dengan hangat. Baginda cukup banyak mengetahui, berdasarkan informasi dari bangsa-bangsa Eropa perihal kepahlawanan orang-orang Bugis Makassar yang terkenal gigih itu.  Terhadap sosok seorang Daeng MangallE, baginda telah mengetahuinya pula dari cerita orang-orang Bugis Makassar dan Banten yang sebelumnya sudah menetap di Negeri itu, bahwa beliau adalah seorang pahlawan Makassar yang berpengalaman pada banyak perang besar di Sulawesi dan Jawa. Memberdayakan orang yang berkemampuan seperti ini, niscaya kedudukannya sebagai seorang besar Siam akan semakin kokoh, demikian pemikiran Baginda. Maka Raja yang pemurah itu menganugerahkan sebuah kawasan perkampungan  yang mereka namai pula sebagai : Kampung Makassar

Adapun halnya dengan Daeng MangallE sendiri, beliau diangkat sebagai “Docja Pacdi” sebuah jabatan setingkat menteri yang mengurusi keuangan Negara. Tidak lama setelah menerima anugerah jabatan itu, lahirlah putera kedua Daeng MangallE yang diberinya nama : Daeng Tulolo.  Kini Daeng MangallE telah memiliki 2 Putera, yakni DaEng Ruru dan DaEng Tulolo. DaEng Ruru yang konon nama aslinya sebagai DaEng Rurung lahir di Kakaper, Jawa Timur dalam tahun 1672 (menurut H.D. Mangemba).

Sang Docja Pacdi Daeng MangallE melaksanakan tugasnya sebagai bendaharawan Kerajaan Siam dengan baik. Setelah beberapa tahun memangku jabatan tersebut, terbukalah perhubungan baik dalam bentuk perdagangan antara Kerajaan Siam dengan Kerajaan Gowa. Somba Gowa yang pada masa itu adalah I Mappasossong Daeng MangEwai KaraEng BisEi (menurut Prof. MR. Dr. H. Andi Zainal Abidin Farid, SH) telah menjalin hubungan baik dengan Daeng MangallE yang memperhubungkannya pula dengan Phra Narai. Maka ramai pulalah perahu dagang Makassar berlabuh di Ayuthia, Siam.

Kemajuan demi kemajuan yang dicapai oleh Kerajaan Siam dalam waktu relativ  singkat masa tersebut, membuat Phra Narai semakin berambisi untuk mengukuhkan negerinya sebagai suatu poros kekuatan baru di kawasan Asia Tenggara. Baginda ingin mengimbangi pengaruh Belanda yang menguasai samudera Hindia. Baginda sadar, bahwa memenuhi ambisinya tersebut haruslah melalui jalinan persahabatan (Kemitraan) dengan salah satu Kerajaan Besar lainnya di Eropa. Maka dikirimnyalah sebuah delegasi ke Raja James II di Inggris, namun tidak membuahkan hasil sebagaimana diharapkannya. 

Phra Narai kemudian mengirimkan delegasi persahabatan ke Raja Louis XIV, Kaisar Matahari Perancis. Delegasi pertama itu mengalami kecelakaan laut dan tenggelam di perairan Madagaskar. Maka dikirimnya pula delegasi berikutnya yang akhirnya mendapat sambutan yang sepantasnya oleh Kerajaan Perancis. Louis XIV mengutus delegasi balasan pula pada tanggal 1 Maret 1687 yang terdiri dari 6 Armada Perang yang memuat satu detasemen militer yang terdiri dari  636 personel pasukan.  Jalinan persahabatan dengan salahsatu kekuatan besar Eropa tersebut sangat diharapkan Phra Narai sehingga baginda mengangkat seorang Perancis  bernama Constance Phaulkon sebagai Perdana Menteri Kerajaan Siam, jauh sebelum perutusan Raja Louis XIV itu  tiba di Ayuthia.

Wallahualam Bissawab

(bersambung ke bag. Selanjutnya)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar