Aku tidak MENULIS sejarah..tapi kusedang MENGKAJI sejarah..agar kudapat MENGUKIR sejarahku sendiri..

Koleksi Pusaka




*Dari kiri ke kanan : Banranga Pakka Duana Sidenreng, Banranga Tellu Latte'na Sidenreng dan Banranga Lao Tungke'na Sidenreng (dalam perawatan Kakanda H. Andi Pajung, S.Pd, M.Pd)

Keterangan : Gagang dan sarung ketiga tombak pusaka ini dilapisi perak murni serta "Rambut Banranga" yang terikat dibawah "pandok" tumbuh memanjang dengan sendirinya (tiap tahun dipotong).



*. Guci Naga dari Dynasti MING, satu sari sekian banyak peninggalan Saoraja Bakka'E yang masih tersisa (dalam perawatan penulis)
Tombak Wellampellang

Tombak Wellampellang, jenis yang cukup langka.  Pusaka ArungkEkE berbentuk tongkat ini, penulis dapatkan sebagai kenang-kenangan dari Bp. S. Abd. Wahid KaraEng Raga pada tahun 1995 di Bontosunggu, Jeneponto. Tombak Wellampellang ini digunakan sebagai tongkat oleh Ayahanda Andi Mori (A.Panguriseng) hingga wafatnya pada tahun 1997 dan saat ini dalam pemeliharaan Kakanda H. Andi Pajung, S.Pd, M.Pd.




*. " La Patellongi ", Tombak Pusaka peninggalan La Rumpang Petta Bombo' Daeng Pasolong Datu Tana Tengnga MatinroE ri PaodaEnna (koleksi dalam perawatan Andi Oddang)



* Foto Kenangan
Penulis pada sebuah acara festival Budaya di Makassar. Adalah suatu kehormatan yang sangat bernilai karena diperkenangkan dan dianugerahi mengenakan "Songkok Emas" (Songko' Nipamiring BulaEng), salahsatu koleksi dari himpunan pusaka Kerajaan TinggimaE' (Gowa) milik : Paduka Drs. ANDI AHMAD BESO' MANGGABARANI (Putera Andi ParEnrEngi Daeng PabEso' KaraEngta TinggimaE').



























Pusaka KancingkalEna

Salahsatu pusaka dari himpunan Pusaka TinggimaE', merupakan "sElE' lamba tuju" (Tappi Lamba Pitu : Bugis) atau Keris Luk Tujuh. Keunikan daripada keris ini, yakni pada pangkalnya tidak bersusung sebagaimana keris biasanya atau "KancingkalEna" menurut spesifikasinya dalam Bahasa Makassar.
Pusaka ini adalah anugerah atau kenang-kenangan dari Paduka Drs. Andi Ahmad BEso kepada Penulis atas perkenan ayahanda beliau, yakni : Paduka Yang Mulia KaraEnta TinggimaE'.













Sapukale'

Sebilah "Sapukale'" (Keris Luk Satu) yang sudah sangat tua. (Koleksi dalam perawatan penulis).


















Sonri'

Sebilah Pedang Pusaka (Sonri') dari himpunan Pusaka Anak Kerajaan Gowa (Koleksi dalam perawatan Penulis)







          












Keris LA KANCINGKALENA

Pada tanggal 30 September 2011, La KancingkalEna telah mengenakan busananya yang sesungguhnya. Bertatahkan 10 butir batu permata Mirah Delima (Ruby) kiranya layak menjadi perhiasannya, walau kutahu itu belumlah sepadan daripada busana aslinya. Pertanda cinta dan kasih serta wujud syukur atas takdir bersamanya.., Keris Pusakaku. (Pusaka dalam perawatan penulis)






Songko' Pamiring

Songko' Pamiring (bugis) atau Songko' Nipabiring BulaEng (makassar) serta lebih dikenal luas sebagai "Songko' To BonE". Penutup kepala khas etnik Sulawesi Selatan dan Barat yang merupakan lambang status strata kebangsawanan pria. Tingkatan kebangsawanan pemakainya tidak dihitung dari tebalnya garis emas pada songkoknya, melainkan jumlah garis emas dari pinggir bawah hingga diatasnya.

Songkok emas diatas terdiri dari masing-masing kurang lebih 1 1/2 ringgit emas murni, merupakan salahsatu dari himpunan pusaka keluarga Manggabarani. (Pusaka dalam perawatan Paduka Drs. Andi Ahmad Beso Manggabarani bagaimana pada potret beliau)








Kawali Luwu

Sesungguhnya lelaki itu terlahir bersama kekurangannya, yakni tulang rusuknya kurang satu pada sisi kiri tubuhnya. Maka sebilah badik disisipkan pada bagian yang kurang itu sebagai pelengkap baginya. Namun sesungguhnya, pelengkap paling mulia bagi seorang lelaki, adalah : Wanita sholehah.

Badik luwu berpamor "Mabboribojo", bombang dan daun nipah ini dulunya memiliki perhiasan sepasang mustika lipan (ulawu balipeng) pada gagangnya. Namun kini batu berharga itu telah hilang. Badik kesayangan yang tak pernah diharapkan keluar dari sarung warangkanya. Tiada lain hanyalah wujud pelestarian serta rasa cinta teramat dalam terhadap warisan budaya leluhur. (pusaka dalam perawatan penulis)



Badik Tianang adalah dagger (senjata genggam) khas Makasssar yang kerap pula disebut sebagai "Cobo'" atau Badik Lompo Battang. Modelnya yang khas dengan bilah yang lebar menyerupai gunungan atau perut buncit sehingga disebut pula sebagai "Tianang" atau sedang mengandung. (Pusaka dalam perawatan penulis)


Knepper Datu

Knepper atau "Ulu Pabbekkeng" (Bugis) adalah salahsatu aksesoris penting bagi seorang "Datu" atau "Arung". Knepper ini adalah salahsatu koleksi Saoraja Bakka'E yang masih dapat diselamatkan, walaupun 4 biji permata hiasannya telah dicungkil oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. (Koleksi dalam perawatan penulis).




Badik berpamor "Sippasikadong" kenang-kenangan buah tangan  LA SONGGO, sahabat penulis yang berprofesi Pandai Besi di Massepe, Kabupaten Sidrap. (koleksi dalam perawatan penulis)


Badik Peninggalan Pahlawan Nasional


Sebilah badik peninggalan Pahlawan Nasional Republik Indonesia Letjend. Andi Abdullah Bau MassEpE Datu Suppa Lolo. Sarung warangkanya sudah hilang dan saat ini penulis sedang mengupayakan sarung pengganti. (Pusaka dalam perawatan Ny. Andi Bau Amessangeng).




Kenang-kenangan dari Sdr. Teuku Sulaiman, sahabat penulis dalam tahun 2005. (koleksi dalam perawatan penulis)


MUHIBAH dan PENGABDIAN

Pada tanggal 22 Oktober 2011, penulis beserta Paduka Drs. ANDI AHMAD BESO MANGGABARANI melakukan kunjungan ke Saoraja Bau Massepe Datu Suppa Lolo yang terletak di Jl. Andi Makkasau No. 69 Kota Parepare. "..TabE', tania upomabusung makkalEjja ri Saoraja Alebbirengna Datu Wija SengrimaE, gEssa-gEssai arajang malebbina nasaba' pappakalebbi enrengngE nia' mappEdEceng..", demikian bisik nuraniku ketika menginjakkan kaki di tangga serta memasuki ruang penyimpanan salahsatu "Arajang" (pusaka) Kerajaan Suppa didalamnya.

Penulis mendapati Tombak Pusaka Kerajaan Suppa yang terikat pada tiang Sokoguru (Posi Bola) Saoraja  sudah menghitam penuh debu. Kiranya tidak kurang dari 30 tahunan, pusaka tersebut tidak dibersihkan. Pada bilah besinya sudah penuh karat, maka dengan khidmat penulis memohon ijin untuk membersihkannya sekuat daya kemampuan yang ada. Pada tulisan inilah kuhaturkan sebuah catatan dan foto-foto perkhidmatan, kiranya kelak turunanku dapat mengetahui serta mendapat kucuran hikmah keikhlasannya.

............................................................................................................................

                                          Keterangan Gambar :
                                                    Paduka Drs. Andi Ahmad Beso berdiri pada tangga depan Saoraja.


                                          Keterangan Gambar :
                                          Teras depan Istana seorang Raja Besar yang amat sederhana, pertanda kerendahan hati.


                   


                                          Keterangan Gambar :
                                                    Balairung dan Tamping Saoraja 

                                                    Keterangan Gambar :
                                                   Paduka Drs. Andi Ahmad Beso Manggabarani di balairung utama


                                                    Keterangan Gambar :
                                                    Penulis dengan latar belakang Foto Datu Suppa dan Permaisuri (Datu KanjEnnE')



                                                     Keterangan Gambar :
                                                      Tombak Pusaka Kerajaan Suppa yang terikat di tiang Sokoguru (Posi Saoraja)


                                                     Keterangan Gambar :
                                                                 Ukiran "Pandok" tombak yang diperkirakan berasal dari Abad  XVI

                                          Keterangan Gambar :
                                                    Paduka Drs. Andi Ahmad Beso Manggabarani dan pusaka leluhur
                                                                Keterangan Gambar :
                                                                Menggenggam dan mencoba merasakan kearifan dari masa lalu


Menapak serta menyentuh kediaman mendiang Andi Abdullah Bau MassEpE Datu Suppa Lolo  menerbitkan haru serta  kekaguman yang tiada habisnya. Membayangkan kehidupan kesehariannya sebagai seorang Raja Hartawan pada jamannya, namun kerendahan hati dan jiwa patriotnya memintanya untuk mengorbankan segenap harta, keluarga dan jiwa raganya sendiri.

Kerendahan hatinya tercermin dari bentuk Saorajanya yang amat bersahaja. Tangganya hanyalah merupakan tangga biasa, bukannya "AddEnEng Sapana" (Tangga Istana) yang memiliki 3 induk tangga (Tellu Indo' AddenEng)  sebagaimana biasanya Saoraja yang sesungguhnya. Wuwungannya hanyalah sebatang kayu tonggak, bukannya "Mattanru'" sebagaimana halnya Salassa. Bahkan teras dan bangunan dapurnya tidaklah diberi wuwungan tersendiri, padahal Saoraja yang bagaimana lagi yang tidak pantas dihuni seorang "Datu Suppa" yang merupakan "Ana' Pada"  (putera sederajat) serta "Ana' Mattola" (Putera Mahkota) Raja Bone dan Raja Gowa sendiri ?

Keterangan Gambar :
Suami Isteri Patriot Bangsa. Andi Abdullah Bau MassEpE Datu Suppa Lolo dan Andi Soji KaraEng KanjEnnE Datu Suppa
         

Keterangan Gambar :
Berdiri di depan dari kiri ke kanan : Andi PangEran Petta Rani Arung Bulo-Bulo (Ex. Gubernur Sulawesi, Putera Andi Mappanyukki ArumponE), Andi Soji KaraEng KanjEnnE Datu Suppa (Menantu Andi Mappanyukki ArumponE, Permaisuri Andi Abdullah Bau MassEpE Datu Suppa Lolo), Andi Mappanyukki Sultan Ibrahim Mangkau ri BonE, Ir. Soekarno (Presiden RI), ......., I Padjongan DaEng NgallE KaraEng PolombangkEng dan Andi Sultan DaEng Raja KaraEng Gantarang (?).                 
                          
Sungguh benarlah kata orang bijak dari masa lalu, bahwa keagungan seorang Raja bukannya terletak pada rumah hunian serta pusaka yang dimilikinya, melainkan pada kepribadian dan prilakunyanya yang mulia. Baginda Andi Abdullah Bau MassEpE Datu Suppa Lolo adalah seorang "Pejuang Besar" yang dianugerahi "Pahlawan Nasional Republik Indonesia". Seorang patriot gagah perkasa yang pantang menyerah sehingga lebih memilih mati tersiksa daripada mengucap "Ampun" dihadapan Wensterlin , Perwira NICA yang haus darah itu. .

Sebaliknya, jalan-jalanlah ke Belawa. Rumah model Saoraja dan Salassa kini berdiri teguh dimana-mana. Namun jangan tanya dari mana asal muasalnya..


Wallahualam Bissawab..                                            








Pedang rampasan dari Marsose Pemerintah Hindia Belanda pada penghujung abad XIX. Pada batang pedangnya tertulis "MILSCO" yang kemungkinan singkatan dari "Militaries Compeni". (koleksi dalam perawatan penulis)


                                                                         
                                                             (koleksi Sdr. LALLI (Seven Cell), Jl. Lahalede No. 86 - Parepare)



Sebagai bentuk cinta terhadap peninggalan seni dan kearifan budaya Bugis Makassar yang merupakan salahsatu aset identitas Bangsa, penulis beserta segenap turunan para penguasa Ajatappareng berpartisipasi membawa iring-iringan pangeran sepanjang Jl. Dr. Sam Ratulangi di depan gubernuran, Makassar pada tanggal 30 Desember 2011. Turut mengikuti iring-iringan tersebut, adalah ; Paduka Yang Mulia Drs. Andi Ahmad BEso Manggabarani bersama penulis dan isteri yang disertai para anakda, yakni : Sangaji Adiguna, Anugerah Pallawagau, Muh. Fahrul Jauhari, Tonra Sumange, Ikram Maulana, Zulfikar, Muh. Yusuf  dan adinda Andi Wakkang Bannatje. 

Sebagai bentuk kesungguhan dalam memaknai acara tersebut, penulis dan Petta Mado' (Paduka Drs. Andi Ahmad BEso Manggabarani) mengikutsertakan sebagian perangkat asli iring-iringan kerajaan , peninggalan Kerajaan Belawa, Gowa dan Ajattappareng (Sidenreng, Rappang, Alitta, Sawitto dan Suppa).

Keterangan Gambar :
Persiapan iring-iringan di Gedung Manunggal, Makassar.


Keterangan Gambar :
Paduka Drs. Andi Ahmad Beso Manggabarani (stelan hitam) dibawah Lellu' (Payung Bertangkai 4) khas Kerajaan Suppa sedang bersiap-siap menuju Gubernuran.

Keterangan Gambar :
Penulis dan Isteri dibawah payung kebesaran khas Tellu Latte' Sidenreng

 Keterangan Gambar :
Suasana pawai sehabis hujan rintik-rintik




 Keterangan Gambar :
 Dari kiri ke kanan (baris kedua), : Anakda Muhammad Fahrul Jauhari, Anugerah Pallawagau dan Ikram Maulana sedang memegang Pusaka Banranga Tellu Latte'E. Anakda Tonra Sumange (stelan hijau) memegang payung kebesaran.





 Keterangan Gambar :
 Paduka Andi Ahmad BEso Manggabarani (Petta Mado') dibawah Payung Lellu' kebesaran dengan  menyelipkan Pedang Pusaka Su'dang TaEng yang bertuah.




 Keterangan Gambar :
 Suasana menjelang perjalanan iring-iringan Pawai Kerajaan yang menegangkan bagi para anakda.




 Keterangan Gambar :
Pawai iring-iringan Kerajaan, rindu serpihan-serpihan masa lalu..






 Keterangan Gambar :
Menjunjung nilai kearifan dibawah payung mulia..





 Keterangan Gambar :
Menguatkan silaturrahmi dibawah Lellu' Alebbireng..





 Keterangan Gambar :
Suasana hikmad dalam menampilkan permainan rakyat dihadapan Gubernur..





 Keterangan Gambar :

Aksi pertunjukan pertarungan Pencak Silat "SENDENG" yang indah, perpaduan antara olah ketangkasan ksatria dan keindahan seni gerak tubuh. Bahwa Seni Beladiri "SENDENG" adalah Pencak Silat khas Bugis yang pada jaman dulu sering dipertunjukkan di Istana, sehingga disebut sebagai "CulE-CulE Saoraja". Maka kekhasannya yang mengutamakan kecepatan gerakan tangan diberengi tubuh yang meliuk-liuk tanpa tendangan, dimaksudkan sebagai sikap "santun" yang memantangkan mengangkat kaki dihadapan Raja.




 Keterangan Gambar :

Permainan Silat yang diiringi musik tradisional (gendang, kecapi dan suling) menambah riuhnya pertunjukan dihadapan tamu agung.





 Keterangan Gambar :
Gubernur Sulawesi Selatan beserta segenap jajarannya nampak hikmad menerima iring-iringan pawai Kerajaan Ajattapareng.






 Keterangan Gambar :
Berfoto bersama, para serpihan puing kejayaan Kerajaan dari masa lalu. Dari kiri ke kanan : Anakda Anugerah Pallawagau (putera ke-2 penulis), Ikram Maulana (putera ke-2 Kakanda H. Andi Pajung), Muhammad Fahrul Jauhari (putera ke-3 penulis), Tonra Sumange' (putera ke-1 Kakanda H. Andi Pajung), PENULIS, Paduka Drs, Andi BEso Manggabarani, Zulfikar AR (putera ke-3 kakanda Andi Arifin LaodjEng Alm.), Muh. Yusuf, Sangaji Adiguna (putera ke-1 penulis) dan Adinda Andi Wakkang Bannatje' (sepupu sekali penulis).






 Keterangan Gambar : 
Penulis beserta isteri.


Semoga kiranya menumbuhkan hikmah yang diridloi Allah. SWT. Mabbulo Sibatangko mennang, malii siparappe', malilu sipakainge', marebba sipatokkong..

Wallahualam Bissawwab.




Sebilah "sinangkE" berpamor "LUWU" yang berasal dari himpunan pusaka keluarga Manggabarani telah diganti "pangulu" (gagang) dan "wanua" (warangka/sarung) berulangkali sehingga tidak menyerupai lagi perkakas aslinya. (Pusaka dalam perawatan penulis)










 SAPUKALE'

Sapukale' atau Tappi Lamba Tungke' (keris luk tunggal) adalah sejenis senjata pusaka yang sesungguhnya berfungsi sebagaimana keris pada umumnya, yakni sebagai "aksesoris" bagi bangsawan pria. Namun sedikit perbedaan fungsi dengan jenis keris lainnya, Sapukale' seringkali pula digunakan sebagai "Tappi Saungeng" atau senjata tarung, mengingat modelnya yang lebih simpel.











Sebilah senjata pusaka yang memiliki pamor bulengpuleng yang amat tebal. Bilah besinya sempat terbungkus karat selama puluhan tahun, namun pamor bulengpulengnya tetap tidak berkarat.



Disandingkan dengan "La Kancing KalEna". (Kedua Pusaka dalam perawatan Penulis)









"Kawali", demikian orang Bugis menyebutnya. Fungsinya sama halnya dengan "Badik" di Makassar. Model dan bahan besi sesungguhnya sama, walaupun kadang bilah besi Kawali biasanya agak lebih lebar. Namun yang paling membedakan adalah, model "pangulu" (gagang). Jika Badik Makassar mengikuti model "Sojo Jonga" (Kaki depan Rusa), maka gagang kawali ini disebut sebagai "Pangulu Kulu-Kulu", yaitu mengambil dari nama sejenis burung yang kini keberadaannya sudah langka. (Koleksi Kakanda H. Andi Pajung).






Sebagian Lontara peninggalan La Wahide' DaEng Mamiru Pabbicara Tana Tengnga (berada dalam perawatan penulis)