Aku tidak MENULIS sejarah..tapi kusedang MENGKAJI sejarah..agar kudapat MENGUKIR sejarahku sendiri..

Telaga Hati



Bentangan busur membidik senja,
..dengarkan laguku,
Aku bukanlah buaya,
Berkaca suram dibibir pantai ini..



Pandanglah lekat,
Bahkan rimba pun bercermin,
Pada teguhnya bertahta diatas batu


Gundukan reruntuhan karang memahat prasasti,
Abaikan waktu yang pantang berhenti,
Maknai saja,
Usap pipimu,


Tentramkan riak jiwa,
Warnanya takkan pudar,
Namun bersimbah peluh,
..dan air mata..


Perhatikan langkahmu,
Genggam erat tanganku,
Namun dada sesak,
..irama nafasmu memburu,


Hamparan ini berkata,
Kudengar derap lamban langkah kalian,
Telusuri kaki bukit ini,
Mendaki puncak tahtaku,


Hingga dipenghujun jalan,
Tersimpan seribu puisi,
Tercipta dibawah rerimbunan ini,



Kayu "TengmatE" itu takkan pernah lapuk,
Saksi segala saksi,
Tentang cerita segala hikayat,
Penantian senja melukis jelang malam..


Abadikan ia dalam kisah,
Takkan pernah tertulis dalam buku,
Tanpa perkenan sahibnya,
 

Abaikan sepinya hari ini,
Aku bercanda dengan tebing batu,
Selami dalamnya terumbu nuraniku,
 
 
Mari pulang,
..perhatikan langkahmu..
 
 
Bahkan rerumputan berdamai dengan pasir,
Pada tenangnya riak gelombang hari ini,
Ucap salam pada penghujung kisah,
Selamat Tinggal rerimbunan bukit batu,
Selamat Jalan..
 
 
Pantai LumpuE, 13 Nopember 2012
 


 
 



Beranda Galau
                Dyong

Nada-nada itu masih berkejaran
Mengalir tenang tanpa irama
Ketika suara berdamai dengan hening
Pada helaan nafasku.. terjatuh
Geliat hasratku..beku
Abaikan ingatan ..
Tepis kenangan..
Musim bunga telah usai
Tak ada lagi kisah yang dapat dituturkan
Tentang harumnya bunga
Pada kepakan sayap lembutnya
Karena kupu-kupu telah tertidur
Menunggu musim hujan berlalu...

                              Parepare, Medio September 2010




 Teratai Sunyi
              Dyong

Hamparan telaga ditengah rimba
Ketika sukmaku menyebut diri ...
Sebagai alam hunian jiwa
Pada Permukaannya..
Menengadah daunnya haturkan do'a
Seraya mekarkan bunga..
Kesucian cintanya..
Putih berbilur kuning menatap angkuh
Menantang teriknya
Penguasa hari ini !
Walau kutahu ..
Dan kaupun tahu !
Akar hatiku terbenam
Pada lumpur dasar kolam ini
Jangan harap kumerasa
Sakit dalam himpitan ini
Tak perlu tiup seruling angin
Rumpun bambu takkan menari
Kunyanyikan laguku sendiri ..
Kusenandungkan nadaku .. sendiri !
Aku hanya butuh...
Ingatanku tentang sepatah dua kata
Ramuan kalimat sastraku
Untuk melupakanmu...

                                     Parepare, 12 Oktober 2010


Menanti Pagi
             Dyong

Cermin yakinku
Dimana nuraniku berkaca diri
Buka jendela
Rasakan lembutnya
Usapan semilir angin kembara
Pegang erat surai kejujuran
Telusuri pekatnya rimba jiwa
Halau bimbang
Karib nelangsa
Sambut cahaya
Lentera indraku temaram
Letakkan pelan ...
Pada kaki singgasana..
Hati yang tertidur diatas buaian
Meringkuk dalam pelukan... lelahnya
Agar mimpi malam ini takkan berakhir

                             Parepare, pada suatu waktu...




TUGU SEBUAH RASA....
                               Dyong

Teguh menatap langit
Bersimpuh angkuh menantang zaman
Nafasnya tetap dengan dada terangkat

Walau bilur luka memenuhi tubuhnya..
Ragam permata telah disamun waktu

Pertanda suramnya masa tak bermata..
Tapi keindahan bukannya oleh batu mulia
Adalah kasih tak terbatas umur yang menempanya
Pada kucuran air mata pemuas dahaganya
Kenangan sebuah cinta yang tak bertepi
Prasasti rindu yang tak terhingga..
Tugu kesetiaan yang tak tergoyahkan..
Demi sebuah kata... Hatiku
Oh Jahan.. Oh Muntaj...


                                      Parepare, 16 Oktober 2010





 SENYUM
      Dyong

Tertulis indah pada bacaanku
Jika hidup terkadang tidaklah ramah
Lelah kaki melangkah
Menapak jalannya berbatu
Merindu sejuknya air
Fatamorgana sekedar perintang asa
Tongkat butut ini merintih sejak tadi
Tidakkah kau tahu
Jika sebuah kolam teduh terhampar
Pada setiap hati ?
Dinginkan jiwa...
Tenangkan sukma...
Dengan seulas senyum...
Terima saja..

                                        Parepare, ketika aku lelah .. hari ini (17.10.10)

DIAM ....
       Dyong

Kata itu sirna begitu saja
Kala bibir dan lidah rindu menyebutnya
Ujung pena pun membisu
Enggan menulis kalimat hati
Pada mulut tintanya yang kering
Letakkan keyakinan ini
Pada ujung jalan berdebu
Hingga tiada lagi jejak
Membawa langkahku kembali
Menyusuri belukar kasih berduri
Taman rimba tak bertuan
Tak ada lagi yang menarik
Tentangmu..
Bagiku..


Excuse You..
             Dyong

Aromanya harum
Setidaknya itu kataku
Indah berbalut kertas putih
Menurut pandanganku
Bukanlah sekedar memuja
Kupuji kesetiaanmu
Aku tidak untuk dimengerti
Kaupun bukan pula secarik makna
Pada kabut lembah nirwanamu
Kulukis panorama hatiku
Aku tidak sedih
Bahagia juga tidak
Aku cuma merokok..
Maafkan dirimu
Tapi jangan tarik kakiku
Don't pull my legg, please
It's hurt.. sakit
Perjalananku masih jauh
Far away..






BIARIN AJA..
                Dyong

Matahari jelang terbenam,
Tenggelam saja..
Senja jelang malam,
Gelaplah sekalian..
Rembulan bercahaya,
Siapa peduli ?
Matahari kan terbit,
Silahkan terbit..
Kuhaturkan dudukku
Pada sajadahku pagi ini..
Kututup dambaku
Kuhapur ukiran janjiku
Kubuka harapanku
Masaku masih panjang
Bajumu kupakai pagi ini
Hingga kelak akan usang
Sirna dimakan waktu
Seperti halnya sebuah nama
Akan terlupakan..
Tergilas waktu

               Pada derasnya hujan hari ini, 25 Maret 2011







BUKAN PUISI

Jika ini dikatakan refleksi
Tentang sikap berjiwa besar 
Maka kambingpun memilikinya
Pasrah tanpa kata
Dihadapan tajamnya pisau jagal
Menyerah terhadap takdir
Walau sejuta pertanyaan
Takkan pernah bersua jawaban
.....................................
Bukannya kugentar
Menantang runcingnya tombak takdir
Tapi aku terpana oleh pandanganmu
Yang panik terhadap nasib
Runtuhlah keteguhan
Musnahlah sebuah keyakinan
Rapuhlah nilai kesetiaan
......................................
Lihatlah nanti
Waktu akan menulis pada gerbang hari
Bertinta air matamu
Saat sukmaku takkan mampu lagi
Berkata apa-apa untukmu..


(Kuil hati, 29 Mei 2011)



Lelaki Berteman Senja
                             Dyong

Lelaki penamaan sejak lahirnya
Ketika tangisnya pelan bak angin semilir
Dari rahim ibunda
Pada hamparan jalin rotan nasibnya
Karena haram air mata putera ditumpahkan
Walau gemalau jiwanya
Teraduk sedih, sepi, rindu, dendam..
dan juga cinta
Lupakan senyumku, namun ingatlah sejenak
Jika matahari tenggelam dipelukan senja
Jika hari terlelap didekapan malam
Ada jejak yang pantang terhapus
Oleh waktu yang berteman kenangan
Katanya





BADIK

Kau sungguh kekasihku, badikku putih baja,
Teman berkilau dan dingin;
Ditempa anak Jorja yang mengidam dendam,
Diasah anak Sirkas perkasa.

Tangan yang mesra, dalam manis pamitan,
Memberikan dikau, penanda sejenak pertemuan;
Diapun darah menggelimang pada logammu,
Tangis bersinar - mutiara pilu.

Dan para mata hitam berpaut pada pandangku,
Nampaknya seakan dilinangi sedih yang mencair;
Bagai matamu cerah, dimana nyala gemetar,
Mereka cepat redupnya, lalu gemilang.

Kau bakal lama teman seiringku !
Nasehati daku sampai saat ajalku !
Aku mau jiwaku nanti keras dan setia,
Seperti dikau, temanku berjantung baja.



LAYAR DI LAUT

Putih layar itu dan sepi
Pada biru abadi berkabut;
Lari dari apa dipangkalan sendiri ?
Apa dicari dalam yang baru ?

Ombak-ombak menggila dan angin melulung
Dan tiang-tiang gemeretakan.
Sayang ! Ia bukan meluputi sial
Pun bukan memburu kemujuran.

Dibawahnya : arus, gelombang lazuardi
Diatasnya : dada emas mentari.
Tapi ia, pemberontak - mengajak badai
Seakan ada damai didalam badai.







TUGU SEBUAH RASA....
                               Dyong

Teguh menatap langit
Bersimpuh angkuh menantang zaman
Nafasnya tetap dengan dada terangkat

Walau bilur luka memenuhi tubuhnya..
Ragam permata telah disamun waktu

Pertanda suramnya masa tak bermata..
Tapi keindahan bukannya oleh batu mulia
Adalah kasih tak terbatas umur yang menempanya
Pada kucuran air mata pemuas dahaganya
Kenangan sebuah cinta yang tak bertepi
Prasasti rindu yang tak terhingga..
Tugu kesetiaan yang tak tergoyahkan..
Demi sebuah kata... Hatiku
Oh Jahan.. Oh Muntaj...


                                      Parepare, 16 Oktober 2010