Aku tidak MENULIS sejarah..tapi kusedang MENGKAJI sejarah..agar kudapat MENGUKIR sejarahku sendiri..

Senin, 16 April 2012

Catatan Perjalanan Ke Tanjung Bira

SARO MASE
by. La Oddang

Bertolak dari Parepare pada tanggal 14 April 2012, ...menempuh perjalanan jauh yang cukup melelahkan kearah kaki bagian selatan Pulau Sulawesi, hingga perjalanan itu tiba di Tanjung Bira tepat pada jam 24.00 malam. Tiada yang lebih penting untuk dicari, selain menelusuri jejak "Saro MasE" yang mewarnai hidup kami 10 tahun yang lalu.
................................................................................................


Kiranya perjalanan penelusuran ini kembali menorehkan catatan penting bagi saya, bahwa penelusuran Saro MasE ini senantiasa memperhubungkan setiap "Ininnawa", penyebutan saya terhadap : Nurani. Bahwa kemarin pagi, menjelang bertolak kembali ke Parepare, tanpa disangka-sangka saya kedatangan kunjungan 2 orang yang banyak menanam budi pada kami. Datang tanpa perjanjian sebelumnya serta tanpa perhubungan lewat celular. Mereka adalah Bp. Andi Cawa Miri (Kadis Capil, Kab. Bulukumba) dan Bp. H. Baso (Budayawan Panrita Lopi).


Bersama kakanda Carol Merlo (kakak ipar kami dari Australia), maka perbincangan perihal "Saro MasE" berlangsung hangat. "Saro MasE" adalah : Wawang Asogireng (Modal Kekayaan) yang tak pernah merugi, kata Petta Cawa'. "rEkko engka sEuwwa wettu, tasiruntu' padangkang loppo polE ri Wajo. Takkutanangngi wawang asogirengna, manessani makkeda : Saro MasE.. (sekiranya pada suatu waktu, anda bertemu dengan saudagar besar dari Wajo. Bertanyalah perihal "ilmu kekayaannya", pastilah dijawabnya : Saro MasE.., sambung beliau yang memang adalah  rumpun BEttEmpola dari Wajo itu.


"..kalau saya, setiapkali selesai membangun PHINISI pada seorang asing dari seluruh dunia, saya hanya selalu berpesan satu hal pada mereka, yaitu : Jangan lupakan gersangnya Bira", timpal Bp. H. Baso yang Bhagawan Phinisi itu. "..tiada batang padi dan tanaman berbuah lainnya yang bisa tumbuh diatas tanah Bira yang berbatu, namun demikian orang-orang Ara di Bira sejak jaman dahulu kala senantiasa membuatkan Phinisi bagi semua orang. Mereka menunggu dengan setia atau datang jika dipanggil untuk membangun bahtera bagi orang-orang dari segala penjuru negeri..", sambungnya pula. Maka saya pun menyimpulkan maksud beliau adalah "Saro MasE" pula. Bahwa para orang-orang Ara di Bira yang terlahir di tanah tumpah darahnya yang gersang, namun mereka senantiasa setia "berbagi" dengan yang lainnya dengan keterampilannya yang khas itu. "anrE' tojE' bErasa' kupassarEang, pangkulu' bingkunku ji kupassarEang ri kattE" (tiada beras yang dapat kuberikan, cangkul kayukulah yang kuberikan)..


Punna inakkE.. (kalau saya), lama baru bisa datang kembali berkunjung di tanah gersang ini. Tiada pula apa-apa yang saya bawakan, selain "rennu" (harapan) bahwa Ana' Ugi yang pernah meminum air ketulusan selama bertahun-tahun di tanah gersang ini, sesungguhnya takkan pernah lupa.. selamanya takkan pernah lupa, kataku.


Maka "Saro MasE" yang dapat dimaknai sebagai : "pamrih tulus" meliputi "mabbErE masE-masE" (memberi ketulusan), "duppai masE-masE" (menerima ketulusan) dan "sEnge' MasE-MasE" (mengingat ketulusan).

Wallahualam bissawwab..