4. Perantauan Ke Barat (Tana Bare')
Lokkano mulao, Wija Lawo
Mutiwi abbatireng sengrimamu
Muteppa papolE dEcEng
PalElE assimellereng
Rilemme'ko mutEa labuu
Riyalireng tEa malii
Patarompo sEngereng
Ri laoang mabElamu
Berangkat dan bertolaklah, wahai turunan Buah Labu
Bekali diri, asal muasal keagunganmu
Tiba dirantau, membawa kebaikan
Tebarkan jalinan Silaturrahmi
Dikau ditanam, takkan tenggelam
Dihanyutkan takkan terbawa arus
Timbulkan kenangan indah
Pada negeri tujuanmu..
...terlalu sulit bagiku menerjemahkan syair itu. Sebuah ungkapan tentang kekagumanku yang tak bertepi. Baginya, para pengembara agung dari Luwu. Menorehkan legenda tentang kekuatan tekad dan keagungan jiwa kepahlawanan di Rantau Melayu nan jauh. Pendiri menara suar abadi, yang sinarnya bersinar hingga di negeri asalnya, Tana Ugi wanua ancajingeng. Maka seorang "Oddang" sepertiku, merasa diri kecil bagai sebutir pasir dalam gelas waktu, saat kumembuka lembaran demi lembaran sejarah kiprahnya.. 5 Opu yang menakjubkan.
Adalah merupakan sebuah wasiat, bahwa : "Sipa'Engmi paompo assaleng" (Prilaku/Kiprah yang menimbulkan/menerbitkan asal muasal). Seorang pelaku sejarah, senantiasa menerbitkan rasa penasaran, siapa gerangan orang tuanya ? Dari mana asalnya ?. Maka sub judul tulisan ini kuawali dengan uraian tentang seorang patriot sejati dan juga seorang raja besar yang bertahta di Kerajaan Luwu, bernama : La Palissubaya Sultan Nazaruddin DaEng Mattuju Pajung ri Luwu ke -XVIII (putera Pati Pasaung Sultan Abdullah Petta MatinroE ri MalangkE Pajung ri Luwu ke-XIV dengan permaisurinya, bernama : We Panangngareng Petta MatinroE ri Juddah).
La Palissubaya yang juga dikenal dengan nama lainnya, yakni : La Baso' Langi adalah salah seorang raja utama di Sulawesi Selatan yang berpihak kepada I Mallombassi Daeng Mattawang Sultan Hasanuddin KaraEng Bonto MangapE Sombayya Gowa pada Perang Makassar (1667-1669). Sebagaimana diketahui bahwa penandatanganan "Perjanjian Bongaya" yang menandai awal kekalahan pihak Kerajaan Makassar beserta sekutunya terhadap VoC dan La Tenri Tatta Arung Palakka Petta MalampE'E Gemme'na, membuat para pendukung setia Sultan Hasanuddin (termasuk beberapa putera-puterinya) memilih pergi meninggalkan Sulawesi Selatan daripada menerima perjanjian tersebut. Mereka melanjutkan perang dengan VoC diluar kawasan Makassar hingga nafas terakhirnya.
Sultan Nazaruddin adalah salah seorang diantara para sekutu Sultan Hasanuddin yang mengalami peristiwa pahit, akibat kekalahan pihaknya pada kancah Perang Makassar. Baginda dipecat sebagai Pajung Luwu oleh Dewan Hadat Luwu atas desakan La Tenri Tatta Arung Palakka. Sebagai penggantinya, maka dinobatkanlah saudara seayahnya, bernama : Daeng Massuro Petta MatinroE ri Tompotikka Pajung ri Luwu ke-XIX. Lebih daripada itu, adik kandungnya yang bernama : Daeng Mattula juga dipecat dari jabatannya sebagai "Opu BalirantE" (Menteri). Kemudian penderitaan itu semakin getir ketika keduanya ditangkap lalu dibawa ke Batavia pada tanggal 7 Agustus 1677 dan dipenjarakan disana (Ligvoet, 1877 : 144).
Sebagaimana yang diuraikan oleh Prof. Mr. Dr. Andi Zainal Abidin Farid, SH (Bantuan Perantau Bugis-Makassar pada perjuangan Syekh Yusuf di Banten, 2004), bahwa kurang lebih satu tahun menjalani hidup dalam penjara VoC di Batavia, Sultan Nazaruddin berhasil meloloskan diri. Diberitakan bahwa, Beliau menuju Kerajaan Banten dan bergabung dengan Syekh Yusuf Tajul Khalwati Al Makassari (Tuanta Salamaka / Petta Tosalama'E) untuk membantu Sultan Ageng Tirtayasa (Sultan Banten) dalam kancah peperangan dengan puteranya sendiri, yakni : Abu Nazar Abdul Qahhar (Sultan Haji) yang bersekutu dengan VoC. Namun dalam suatu pertempuran sengit pada tanggal 15 September 1680, beliau ditawan kembali oleh VoC kemudian dibawa ke Kaap de Goede Hoop (Tanjung Pengharapan) yang pada akhirnya tiba di Cape Town (Afrika Selatan) pada tanggal 15 Juni 1693 (Ligtvoet.1877:144) sebagai orang buangan. Maka Sultan Nazaruddin Daeng Mattuju yang juga digelari sebagai "KaraEng LambEngi" adalah Pahlawan Bugis Pertama yang diasingkan ke Cape Town (Afrika Selatan), 14 tahun sebelum Syekh Yusuf "Petta Tosalama'E" Tajul Khalwati Al Makassari (Menantu Sultan Ageng Tirtayasa) diasingkan pada tempat yang sama.
Sengaja penulis mengemukakan sekelumit tentang Sultan Nazaruddin Daeng Mattuju pada tulisan ini, mengingat beliau adalah leluhur para "Pengembara Agung di Tanah Melayu" yang akan dikisahkan kemudian. Sebagaimana diuraikan pada Lontara Silsilah milik penulis, bahwa : La Palissubaya Sultan Nazaruddin DaEng Mattuju Pajung ri Luwu ke - XVIII bersama dengan permaisurinya yang bernama : Opu Daeng MasallE, melahirkan : Sattiaraja Petta MatinroE ri Tompotikka Pajung ri Luwu ke-XIX. Tokoh ini pulalah yang pernah menyertai Laksamana I Tanriawa ri Ujung KaraEng Bontomarannu dalam penyerbuan Marinir Kerajaan Makassar ke Armada Angkatan Laut VoC di perairan Buton (Sulawesi Tenggara) dalam tahun 1667 M. Pada waktu itu beliau masih menjabat sebagai "Opu Cenning Luwu" yang masih berusia 15 tahun. Pada pertempuran laut yang dahsyat itu, beliau yang masih remaja tanggung itu sempat ditawan bersama KaraEng Bontomarannu oleh VoC, namun berhasil meloloskan diri di Teluk Mandar.
Baginda Sattiaraja Petta MatinroE ri Tompotikka Pajung ri Luwu ke-XIX dalam pernikahannya dengan Permaisuri, yakni : We Diyo' Opu Daeng Massiseng Petta I Takalara' MatinroE ri LawElareng, melahirkan : La Onro Topalaguna Pajung ri Luwu ke-XX.
Baginda La Onro Topalaguna Pajung ri Luwu ke-XX menikah dengan permaisurinya yang bernama : We PattEkE Tana (Puteri La Mappajanci Sultan Ismail Datu TanEtE dengan We Tenri Abang Datu Mario ri Wawo = Saudara kandung La Tenri Tatta Arung Palakka Petta MalampE'E Gemme'na), maka lahirlah :We Batari Tungke' Pajung ri Luwu ke-XXII.
Ratu We Batari Tungke' Pajung ri Luwu ke-XXII dinikahkan dengan sepupu sekalinya, yakni : La Rumpang Megga To SappEilE Opu Cenning Luwu (Putera La Sangaji Opu Patunru Luwu dengan I Mammu' Daeng TalEna), melahirkan : We Tenri LElEang Petta MatinroE ri SorEang pajung ri Luwu ke XXIII - XXV.
Ratu We Tenri LElEang Petta MatinroE ri SorEang pajung ri Luwu ke XXIII - XXV telah bersuami sebanyak 2 kali, dimana keduanya adalah Pangeran Soppeng. Penulis tidak mengetahui yang mana suami pertama diantara keduanya. Dari suami baginda yang bernama : La Mappasiling DatuE Watu Datui ri Pattojo Petta MatinroE ri Duninna (putera La Kareddu' Arung Sekkanyili' dengan permaisurinya, yakni : puteri La WEllo WatampanuaE ri Pammana, Wajo), melahirkan pangeran dan puteri, sbb : La La Mappajanci Datu Soppeng ke-XXVII dan We Tenri Abang DatuE Watu Datu ri Pattojo.
Ratu We Tenri Abang DatuE Watu Datu ri Pattojo dinikahkan dengan La Pallawagau Arung Maiwa Datu Pammana Petta Pilla ri Wajo. Dari pernikahan itu melahirkan Pangeran dan Puteri Raja / Ratu Kerajaan Pammana, sbb : 1. We Tenri Balobo DaEng riyasE' Datu Pammana, 2. I Mappanyiwi Datu Pammana, 3. La Tenri Dolong TolEbba'E Datu Pammana, 4. I Sompa Daeng Sinring Datu Pammana, dan 5. I BubEng KaraEng PambinEang. Setelah suaminya wafat, We Tenri Abang DatuE Watu Datu ri Pattojo dinikahkan lagi dengan seorang Pangeran (Penulis tidak mengetahui namanya), melahirkan : La Tenri Tatta Ambarala. Beliau inilah yang merantau ke Negeri Malaka dan menjadi salah seorang leluhur Tun Abdul Razak Daeng Manessa PM. Kerajaan Malaysia ke-II disamping dari pihak KaraEng Aji (Tok Tuan).
Kemudian pada pernikahan Ratu We Tenri LElEang Petta MatinroE ri SorEang pajung ri Luwu ke XXIII - XXV dengan La Mallarangeng Datu Lompulle' Datui ri Marioriawa Datu TanEtE, melahirkan Pangeran dan Puteri, sbb : 1. I Wakkang Batari Toja Daeng Matanang Datu Bakke' (Permaisuri La Tenri Peppang Daeng Paliweng Pajung ri Luwu ke-XXIV), 2. We Tenripada Daeng MalEleng, 3. We Patimangratu Manynyaraasi, 4. We Panangngareng Datu Marioriwawo, 5. La Tenri Sessu Arung Pancana Opu Cenning Luwu, 6. La Maggalatung Tokali Datu Lompulle', dan 7. La Maddusila Datu TanEtE.
La Maddusila Datu TanEtE (KaraEng TanEtE), inilah yang disebut dalam Kitab Tuhfat An Nafis (Karangan Raja Ali Haji) sebagai : Upu Lamdusalat yang memiliki anak bernama : Opu Tenri Borong Daeng ri LEkke' (Upu Tandri Burang Daeng Rilaga, versi Melayu). Jika menurut uraian Yang Mulia Raja Ali Haji dalam Tuhfat An Nafis, bahwa selain Upu Tandri Burang Daeng Rilaga, Upu Lamdusalat juga memiliki putera lainnya bernama : Daeng Biasa. Tokoh inilah yang mengembara ke Tanah Jawa sehingga diangkat oleh Gubernur Jenderal Van Imhof sebagai : Mayor yang mengepalai seluruh putera Bugis di Betawi dan seluruh Pulau Jawa.
Selanjutnya, hal ikhwal Opu Tenri Borong Daeng ri LEkke' beserta dengan anak keturunannya dikisahkan pada Kitab Tuhfat an Nafis, sebuah karya sastra yang telah mendunia. Kitab bertuah itu disusun oleh salah seorang keturunan Opu Tenri Borong Daeng ri LEkke' yang telah dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional, yakni : Raja Ali Haji, Sastrawan Besar Tanah Melayu yang juga disebut-sebut sebagai : Bapak Bahasa Indonesia.
Wallahualam Bissawwab...
....bersambung ke "Hannibal dari Tanah Melayu"
Lokkano mulao, Wija Lawo
Mutiwi abbatireng sengrimamu
Muteppa papolE dEcEng
PalElE assimellereng
Rilemme'ko mutEa labuu
Riyalireng tEa malii
Patarompo sEngereng
Ri laoang mabElamu
Berangkat dan bertolaklah, wahai turunan Buah Labu
Bekali diri, asal muasal keagunganmu
Tiba dirantau, membawa kebaikan
Tebarkan jalinan Silaturrahmi
Dikau ditanam, takkan tenggelam
Dihanyutkan takkan terbawa arus
Timbulkan kenangan indah
Pada negeri tujuanmu..
...terlalu sulit bagiku menerjemahkan syair itu. Sebuah ungkapan tentang kekagumanku yang tak bertepi. Baginya, para pengembara agung dari Luwu. Menorehkan legenda tentang kekuatan tekad dan keagungan jiwa kepahlawanan di Rantau Melayu nan jauh. Pendiri menara suar abadi, yang sinarnya bersinar hingga di negeri asalnya, Tana Ugi wanua ancajingeng. Maka seorang "Oddang" sepertiku, merasa diri kecil bagai sebutir pasir dalam gelas waktu, saat kumembuka lembaran demi lembaran sejarah kiprahnya.. 5 Opu yang menakjubkan.
Adalah merupakan sebuah wasiat, bahwa : "Sipa'Engmi paompo assaleng" (Prilaku/Kiprah yang menimbulkan/menerbitkan asal muasal). Seorang pelaku sejarah, senantiasa menerbitkan rasa penasaran, siapa gerangan orang tuanya ? Dari mana asalnya ?. Maka sub judul tulisan ini kuawali dengan uraian tentang seorang patriot sejati dan juga seorang raja besar yang bertahta di Kerajaan Luwu, bernama : La Palissubaya Sultan Nazaruddin DaEng Mattuju Pajung ri Luwu ke -XVIII (putera Pati Pasaung Sultan Abdullah Petta MatinroE ri MalangkE Pajung ri Luwu ke-XIV dengan permaisurinya, bernama : We Panangngareng Petta MatinroE ri Juddah).
La Palissubaya yang juga dikenal dengan nama lainnya, yakni : La Baso' Langi adalah salah seorang raja utama di Sulawesi Selatan yang berpihak kepada I Mallombassi Daeng Mattawang Sultan Hasanuddin KaraEng Bonto MangapE Sombayya Gowa pada Perang Makassar (1667-1669). Sebagaimana diketahui bahwa penandatanganan "Perjanjian Bongaya" yang menandai awal kekalahan pihak Kerajaan Makassar beserta sekutunya terhadap VoC dan La Tenri Tatta Arung Palakka Petta MalampE'E Gemme'na, membuat para pendukung setia Sultan Hasanuddin (termasuk beberapa putera-puterinya) memilih pergi meninggalkan Sulawesi Selatan daripada menerima perjanjian tersebut. Mereka melanjutkan perang dengan VoC diluar kawasan Makassar hingga nafas terakhirnya.
Sultan Nazaruddin adalah salah seorang diantara para sekutu Sultan Hasanuddin yang mengalami peristiwa pahit, akibat kekalahan pihaknya pada kancah Perang Makassar. Baginda dipecat sebagai Pajung Luwu oleh Dewan Hadat Luwu atas desakan La Tenri Tatta Arung Palakka. Sebagai penggantinya, maka dinobatkanlah saudara seayahnya, bernama : Daeng Massuro Petta MatinroE ri Tompotikka Pajung ri Luwu ke-XIX. Lebih daripada itu, adik kandungnya yang bernama : Daeng Mattula juga dipecat dari jabatannya sebagai "Opu BalirantE" (Menteri). Kemudian penderitaan itu semakin getir ketika keduanya ditangkap lalu dibawa ke Batavia pada tanggal 7 Agustus 1677 dan dipenjarakan disana (Ligvoet, 1877 : 144).
Sebagaimana yang diuraikan oleh Prof. Mr. Dr. Andi Zainal Abidin Farid, SH (Bantuan Perantau Bugis-Makassar pada perjuangan Syekh Yusuf di Banten, 2004), bahwa kurang lebih satu tahun menjalani hidup dalam penjara VoC di Batavia, Sultan Nazaruddin berhasil meloloskan diri. Diberitakan bahwa, Beliau menuju Kerajaan Banten dan bergabung dengan Syekh Yusuf Tajul Khalwati Al Makassari (Tuanta Salamaka / Petta Tosalama'E) untuk membantu Sultan Ageng Tirtayasa (Sultan Banten) dalam kancah peperangan dengan puteranya sendiri, yakni : Abu Nazar Abdul Qahhar (Sultan Haji) yang bersekutu dengan VoC. Namun dalam suatu pertempuran sengit pada tanggal 15 September 1680, beliau ditawan kembali oleh VoC kemudian dibawa ke Kaap de Goede Hoop (Tanjung Pengharapan) yang pada akhirnya tiba di Cape Town (Afrika Selatan) pada tanggal 15 Juni 1693 (Ligtvoet.1877:144) sebagai orang buangan. Maka Sultan Nazaruddin Daeng Mattuju yang juga digelari sebagai "KaraEng LambEngi" adalah Pahlawan Bugis Pertama yang diasingkan ke Cape Town (Afrika Selatan), 14 tahun sebelum Syekh Yusuf "Petta Tosalama'E" Tajul Khalwati Al Makassari (Menantu Sultan Ageng Tirtayasa) diasingkan pada tempat yang sama.
Sengaja penulis mengemukakan sekelumit tentang Sultan Nazaruddin Daeng Mattuju pada tulisan ini, mengingat beliau adalah leluhur para "Pengembara Agung di Tanah Melayu" yang akan dikisahkan kemudian. Sebagaimana diuraikan pada Lontara Silsilah milik penulis, bahwa : La Palissubaya Sultan Nazaruddin DaEng Mattuju Pajung ri Luwu ke - XVIII bersama dengan permaisurinya yang bernama : Opu Daeng MasallE, melahirkan : Sattiaraja Petta MatinroE ri Tompotikka Pajung ri Luwu ke-XIX. Tokoh ini pulalah yang pernah menyertai Laksamana I Tanriawa ri Ujung KaraEng Bontomarannu dalam penyerbuan Marinir Kerajaan Makassar ke Armada Angkatan Laut VoC di perairan Buton (Sulawesi Tenggara) dalam tahun 1667 M. Pada waktu itu beliau masih menjabat sebagai "Opu Cenning Luwu" yang masih berusia 15 tahun. Pada pertempuran laut yang dahsyat itu, beliau yang masih remaja tanggung itu sempat ditawan bersama KaraEng Bontomarannu oleh VoC, namun berhasil meloloskan diri di Teluk Mandar.
Baginda Sattiaraja Petta MatinroE ri Tompotikka Pajung ri Luwu ke-XIX dalam pernikahannya dengan Permaisuri, yakni : We Diyo' Opu Daeng Massiseng Petta I Takalara' MatinroE ri LawElareng, melahirkan : La Onro Topalaguna Pajung ri Luwu ke-XX.
Baginda La Onro Topalaguna Pajung ri Luwu ke-XX menikah dengan permaisurinya yang bernama : We PattEkE Tana (Puteri La Mappajanci Sultan Ismail Datu TanEtE dengan We Tenri Abang Datu Mario ri Wawo = Saudara kandung La Tenri Tatta Arung Palakka Petta MalampE'E Gemme'na), maka lahirlah :We Batari Tungke' Pajung ri Luwu ke-XXII.
Ratu We Batari Tungke' Pajung ri Luwu ke-XXII dinikahkan dengan sepupu sekalinya, yakni : La Rumpang Megga To SappEilE Opu Cenning Luwu (Putera La Sangaji Opu Patunru Luwu dengan I Mammu' Daeng TalEna), melahirkan : We Tenri LElEang Petta MatinroE ri SorEang pajung ri Luwu ke XXIII - XXV.
Ratu We Tenri LElEang Petta MatinroE ri SorEang pajung ri Luwu ke XXIII - XXV telah bersuami sebanyak 2 kali, dimana keduanya adalah Pangeran Soppeng. Penulis tidak mengetahui yang mana suami pertama diantara keduanya. Dari suami baginda yang bernama : La Mappasiling DatuE Watu Datui ri Pattojo Petta MatinroE ri Duninna (putera La Kareddu' Arung Sekkanyili' dengan permaisurinya, yakni : puteri La WEllo WatampanuaE ri Pammana, Wajo), melahirkan pangeran dan puteri, sbb : La La Mappajanci Datu Soppeng ke-XXVII dan We Tenri Abang DatuE Watu Datu ri Pattojo.
Ratu We Tenri Abang DatuE Watu Datu ri Pattojo dinikahkan dengan La Pallawagau Arung Maiwa Datu Pammana Petta Pilla ri Wajo. Dari pernikahan itu melahirkan Pangeran dan Puteri Raja / Ratu Kerajaan Pammana, sbb : 1. We Tenri Balobo DaEng riyasE' Datu Pammana, 2. I Mappanyiwi Datu Pammana, 3. La Tenri Dolong TolEbba'E Datu Pammana, 4. I Sompa Daeng Sinring Datu Pammana, dan 5. I BubEng KaraEng PambinEang. Setelah suaminya wafat, We Tenri Abang DatuE Watu Datu ri Pattojo dinikahkan lagi dengan seorang Pangeran (Penulis tidak mengetahui namanya), melahirkan : La Tenri Tatta Ambarala. Beliau inilah yang merantau ke Negeri Malaka dan menjadi salah seorang leluhur Tun Abdul Razak Daeng Manessa PM. Kerajaan Malaysia ke-II disamping dari pihak KaraEng Aji (Tok Tuan).
Kemudian pada pernikahan Ratu We Tenri LElEang Petta MatinroE ri SorEang pajung ri Luwu ke XXIII - XXV dengan La Mallarangeng Datu Lompulle' Datui ri Marioriawa Datu TanEtE, melahirkan Pangeran dan Puteri, sbb : 1. I Wakkang Batari Toja Daeng Matanang Datu Bakke' (Permaisuri La Tenri Peppang Daeng Paliweng Pajung ri Luwu ke-XXIV), 2. We Tenripada Daeng MalEleng, 3. We Patimangratu Manynyaraasi, 4. We Panangngareng Datu Marioriwawo, 5. La Tenri Sessu Arung Pancana Opu Cenning Luwu, 6. La Maggalatung Tokali Datu Lompulle', dan 7. La Maddusila Datu TanEtE.
La Maddusila Datu TanEtE (KaraEng TanEtE), inilah yang disebut dalam Kitab Tuhfat An Nafis (Karangan Raja Ali Haji) sebagai : Upu Lamdusalat yang memiliki anak bernama : Opu Tenri Borong Daeng ri LEkke' (Upu Tandri Burang Daeng Rilaga, versi Melayu). Jika menurut uraian Yang Mulia Raja Ali Haji dalam Tuhfat An Nafis, bahwa selain Upu Tandri Burang Daeng Rilaga, Upu Lamdusalat juga memiliki putera lainnya bernama : Daeng Biasa. Tokoh inilah yang mengembara ke Tanah Jawa sehingga diangkat oleh Gubernur Jenderal Van Imhof sebagai : Mayor yang mengepalai seluruh putera Bugis di Betawi dan seluruh Pulau Jawa.
Selanjutnya, hal ikhwal Opu Tenri Borong Daeng ri LEkke' beserta dengan anak keturunannya dikisahkan pada Kitab Tuhfat an Nafis, sebuah karya sastra yang telah mendunia. Kitab bertuah itu disusun oleh salah seorang keturunan Opu Tenri Borong Daeng ri LEkke' yang telah dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional, yakni : Raja Ali Haji, Sastrawan Besar Tanah Melayu yang juga disebut-sebut sebagai : Bapak Bahasa Indonesia.
Wallahualam Bissawwab...
....bersambung ke "Hannibal dari Tanah Melayu"
Ass. Maaf Pak Andi sy lupa cantumkan no. hp sy. Ini No. hp sy 085780265577 tks
BalasHapusSuami pertama Wetenri Leleyang adalah La Mappasiling DatuE Watu Datui ri Pattojo Petta MatinroE ri Duninna yang kedua Lamallarangeng Tosamallangi Datu Lompulle Datu Mario ri wawo dan koreksi raja bone 17 dan 21 krn dua kali raja bone dan tulisanx sangat bagus dan cerdas !selamat
BalasHapusKuru polE Sumange'ta nasaba' pappEdEcEngta, sining Tomalebbi'ku..
Hapus..maka terjawablah pertanyaan saya selama ini, bahwa : Ketika Puetta La Mappasiling DatuE Pattojo wafat karena ditelan buaya, maka Sultana Aisyah Puetta MatinroE ri SorEang kemudian menikah dengan Puetta DatuE ri Lompulle'..
Hapus