Aku tidak MENULIS sejarah..tapi kusedang MENGKAJI sejarah..agar kudapat MENGUKIR sejarahku sendiri..

Jumat, 29 Oktober 2010

Kajian Ininnawa (8)

Anti Peluru !

"Puramooga tatarima paddisengenna Pettata iyya palEssEE'i piluruE, ana' ?" (sudahkah anda menerima Ilmu Membelokkan Peluru dari ayah anda, nak ?), demikian pertanyaan yang sering penulis terima dari beberapa orang tua-tua, diantaranya oleh Sertu (Purnawirawan) Tawakkale (Almarhum), setahun setelah mangkatnya ayahandaku pada tahun 1998...

Konon khabarnya, pada peristiwa Bone Pute berpuluh tahun yang lalu (tahun 50-an) terjadi pertempuran sengit antara DI/TII dengan TNI. Pasukan DI/TII dikepung oleh TNI dari 2 angkatan, yakni : Korps. AD dan AL (Marinir). Berkat keterampilan militer yang lebih terlatih serta didukung persenjataan yang lengkap, TNI berhasil mengepung dan mendesak posisi Pasukan DI/TII. Akhirnya hanya beberapa personil pasukan DI/TII yang berhasil selamat dan mampu meloloskan diri dari kepungan itu, diantaranya : Ayahandaku dan Sertu. Tawakkale'. Menurut Sertu. Tawakkale semasa hidupnya, ketika itu pasukan TNI menembaki mereka dengan gencarnya dari segala penjuru. Bunyi peluru berdesingan bagai bunyi kain yang dirobek disekeliling mereka. Tiba-tiba Andi Mori (ayahanda) berdiri seraya mengalungkan tali senapan Mouser yang dipanggulnya dipunggung. Ia berbalik menggapai padanya (Sertu. Tawakkale). "EccoEki' ri munrikku. Akkatenniki' ri salipikku. Aja' tamattEmba', aja'too takkampareng.." (ikutlah dibelakangku. Berpeganglah pada ikat pinggangku. Jangan menembak dan jangan pula menegur..).

Ejaji, uwaccoEri tongenni adanna Pettata, ana'. UpakkapejjEng matakku, uwapparimeng mani bawang lao ri Akuasanna PuwangngE. Aga usirEnrEngna lao, muttama ri ale'E. Pada bawangmani akko riyampoorengngi pEluruE manennEE. PammasEna PuwangngE, dE' gaga pEluru pakenna iya' dua. Makkotoo paimeng sininna tentara pakeppungngE, mellang-mellang matanna natollalo ri yolona, na dE' naitaki'... (maka kuturuti perkataan ayah anda, nak. Kupejamkan mata seraya kuberserah diri pada Allah. Lalu berpeganganlah kami berdua, berjalan memasuki hutan. Peluru bagaikan disebar beterbangan disekeliling kami. Namun berkat rahmat Allah, tidak sebutir pelurupun yang mengenai kami berdua. Begitu pula dengan para tentara yang mengepung, matanya terbuka namun tidak melihat kami berdua yang berlalu dihadapannya, mereka tidak melihat kami...) , demikian kisah Pak Tawakkale' kepadaku. 
.................................................................................................................

Selama hidupnya, kukenal ayahandaku sebagai sosok pribadi yang biasa-biasa saja. Tidak ada yang begitu menonjol selain kekerasan hatinya dalam berprinsif. "Namoo muisseng waE racung akko purani mukadoi, Enungngi !" (walau pada akhirnya baru kau tahu jika itu adalah air beracun, namun kau sudah menyanggupi, maka minumlah itu !), demikian pesannya. Selain itu, beliau adalah seorang kutu buku yang hampir setiap waktu tenggelam dalam bacaannya. Kemudian pada saat lain, beliau memanggilku untuk memperdengarkan ceritanya tentang berbagai hal, utamanya yang bertajuk sejarah dan budaya. Jika sudah begitu, asap rokoknya mengepul bagai cerobong pabrik.

Pada suatu kesempatan di tahun 1993, kutanyakan perihal Ilmu Peluru yang konon dimilikinya. Beliau menggeleng-gelengkan kepala seraya tersenyum kecil bagai mencemooh. "Caritaanami tu tauwwE, :Laoddang..." (itu sih cuma cerita orang saja, Laoddang..). "EbarE' makkoo tongeng ammaaniha, Etta ?" (Tapi mungking saja benar, Etta ?). Maka dengan mimik serius beliau menjelaskan dengan panjang lebar....
...............................................................................................................

Sesungguhnya "Manusia"(TAU) pada hakikatnya SATU. Namun "Orang" (Rupa Tau), itulah yang banyak jumlahnya. "Manusia Sejati" (Tau Tongeng-TongengngE) yang jumlahnya cuma 1 itu berada pada diri setiap orang. Dia sedang berada dalam dirimu, pada saat yang sama juga berada dalam diriku, serta berada pula pada semua orang. AKU adalah KAU, Kau adalah AKU dan KAU adalah MEREKA... Dengan demikian, jika kau memahami hal itu, maka KAU tidaklah mungkin TEGA merusak, menyakiti atau terlebuh membunuh ORANG LAIN. Karena pada hakikatnya ORANG LAIN itu adalah DIRIMU jua.

"Lalu bagaimana hubungannya dengan Ilmu Anti Peluru itu, Etta ?", tanyaku kurang sabar. "Ketahuilah, MANUSIA adalah mahluk semulia-mulianya yang diciptakan ALLAH. Dibandingkan dengan peluru yang cuma hasil KREASI MANUSIA, apalah artinya peluru ?", jawabnya dengan pandangan tajam. "Jika saat ini kau adalah MANUSIA, maka TIDAK ADA ORANG yang mampu melukai dirimu, apalagi menghilangkan jiwamu. Yakinlah itu !", kuncinya.

Memahami "Ilmu Manusia" ini, maka hati haruslah bersih dari segala niat buruk pada sesama manusia. Barangsiapa yang memahami jika "Manusia cuma Satu", lalu didalam lubuk hatinya masih tersimpan niat untuk mencelakakan orang lain, maka dia yang terlebih dahulu "dimangsa" niatnya tersebut. "Aku tidak pernah berniat menembak orang dalam peperangan, apalagi membidiknya. Walaupun sebenarnya akupun seorang penembak jitu. Kupegang dan kutembakkan senjata apiku hanya sebagai sekedar melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabku sebagai lasykar. Namun sebelum kutembakkan, aku senantiasa berdo'a : EE Puwangku. Iyyatoona toTapatotoriE nakenna pElurukku. DE'Elo paulEku, sangadinna Idi'mi PaullE...(Yaa Allah, hanya bagi yang Engkau takdirkan baginyalah yang terkena peluruku. Sesungguhnya aku tidak memiliki kekuasaan apa-apa terhadap segala ketentuan yang Engkau gariskan...)", tuturnya santai.

Ilmu sulit....., pikirku. Wallahualam Bissawwab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar