BATE PASOK
..Bulan Pebruari lalu, pondok kami yang sederhana kedatangan kerabat yang berkunjung dari tempat yang sangat jauh. Namanya : Carol D. Merlo. Beliau adalah isteri kakanda Andi Mardiah yang bermukim di Melbourne, Australia. Cukup lama tidak bertemu dengan mereka berdua. Namun pertemuan dengan keduanya mengingatkanku tentang berbagai pengalaman kecil dimasa lalu yang sarat makna dan hikmah.
.......................................................................................................
Tahun 1997, kami sibuk membangun bungalow rumah panggung di Tanjung Bira. Saat itu kami mendatangkan tukang kayu dari kampung. Namun Carol sering mengeluhkan ulah mereka yang dianggapnya kadang-kadang sembrono. Sebagaimana halnya dengan kebanyakan tukang kayu lokal, mereka begitu menggampangkan memasang "paku sementara" di tiang-tiang rumah. Bukan untuk sesuatu yang penting, karena seringkali hanya untuk tempat menggantung baju atau topi. "It doesn't matter, Carol.. itu khan cuma sementara saja ?", bujukku. Namun Carol tetap tidak terima. Pasalnya walau sudah dicabut, lubang bekas pakunya tetap menjadi cacat permanen pada tiang kayu yang tadinya mulus.
Pengalaman kecil itu membawa nurani kita pada sebuah kisah hikmah tentang seorang pemuda dan paku. Alkisah, seorang pemuda ahli maksiat mengeluhkan kebiasaan buruknya yang sulit dirubah selama ini. Maka ayahnya memberi solusi, agar ia menginventarisir setiap jenis kebiasaan buruknya itu dengan menancapkan sebatang paku di dinding. Akhirnya pemuda itu melakukan sesuai perintah ayahandanya tersebut. Ia mengingat segala kebiasaan buruknya lalu menancapkan sebatang paku untuk setiap jenisnya, maka dinding kamarnya penuh dengan paku !.
"Bagaimana selanjutnya, ayah ?", tanya pemuda itu. "Cobalah menghitung segala jenis dosa yang pernah dan masih rutin kau lakukan hingga saat ini. Untuk setiap jenis dosa, tancapkan sebatang paku yang kau tandai sebelumnya di dinding kamarmu. Kemudian berusahalah untuk tidak melakukan sebuah kebiasaan burukmu selama 3 bulan, seraya senantiasa beristigfar dan beribadah kepada Allah.SWT. Setelah berhasil melakukan itu, cabutlah sebatang paku yang kau tancapkan itu sebagai pertanda kau telah berhasil merubah suatu jenis perilaku maksiatmu", kata Sang Ayah yang bijaksana.
Maka pemuda itupun melakukan sesuai petunjuk ayahnya. Ia bertekad tidak meminum alkohol selama 3 bulan sambil senantiasa tekun mendirikan sholat 5 waktu. Kemudian ia tidak pula melakukan zina disela-sela terapinya tersebut. Maka hari demi hari, bulan demi bulan berlalu tanpa terasa. Paku-paku yang menancap itu juga semakin berkurang, seiring dengan berjalannya waktu. Hingga pada suatu hari, paku-paku itu habis dicabutinya. Ia kini telah menjelma sebagai pemuda yang alim nan sholeh. Wajahnya nampak terang berseri-seri berkat basuhan air wudlu yang senantiasa melekat disekujur tubuhnya. Matanya jernih, pertanda jendela hati itu kini bersih dari debu-debu kotoran hati, berkat zikir yang tiada terputus.
Pada suatu hari, ayahandanya datang menjenguk puteranya yang dilimpahi hidayah itu. Alangkah terkejutnya ketika mendapati anandanya sedang tafakkur seraya menangis terisak sedih. Pemuda itu memandangi tembok dindingnya dibalik air matanya yang mengucur deras. "Apa gerangan yang terjadi, anakku ?", tanya Sang Ayah. "Lihatlah, ayah. Dinding-dinding itu tiada lagi pakunya..", jawabnya sambil menoleh ke ayahnya dan menunjuk dinding kamarnya yang memang tidak ada pakunya lagi. "Lho, bukankah ini mesti disyukuri ?.. pertanda kau kini bersih dari maksiat, anakku !", timpal ayahnya. Sambil menundukkan kepala dengan amat malunya, pemuda itu menjawab dengan suara rendah : "..memang benar demikian, ayah. Paku-paku itu telah tercabut, namun BEKAS lubang pakunya takkan bisa hilang..".
Demikian pula halnya dengan dosa maksiat. Seseorang dapatlah sadar dan tidak melakukannya lagi, namun hukum masyarakat sebagai sunnatullah tetaplah berjalan seiring waktu dan umur. Kiranya hanya Allah SWT yang maha pengampun dan senantiasa memilihkan jalan terbaik bagi setiap hamba-Nya..
Wallahualam Bissawwab.
Pengalaman kecil itu membawa nurani kita pada sebuah kisah hikmah tentang seorang pemuda dan paku. Alkisah, seorang pemuda ahli maksiat mengeluhkan kebiasaan buruknya yang sulit dirubah selama ini. Maka ayahnya memberi solusi, agar ia menginventarisir setiap jenis kebiasaan buruknya itu dengan menancapkan sebatang paku di dinding. Akhirnya pemuda itu melakukan sesuai perintah ayahandanya tersebut. Ia mengingat segala kebiasaan buruknya lalu menancapkan sebatang paku untuk setiap jenisnya, maka dinding kamarnya penuh dengan paku !.
"Bagaimana selanjutnya, ayah ?", tanya pemuda itu. "Cobalah menghitung segala jenis dosa yang pernah dan masih rutin kau lakukan hingga saat ini. Untuk setiap jenis dosa, tancapkan sebatang paku yang kau tandai sebelumnya di dinding kamarmu. Kemudian berusahalah untuk tidak melakukan sebuah kebiasaan burukmu selama 3 bulan, seraya senantiasa beristigfar dan beribadah kepada Allah.SWT. Setelah berhasil melakukan itu, cabutlah sebatang paku yang kau tancapkan itu sebagai pertanda kau telah berhasil merubah suatu jenis perilaku maksiatmu", kata Sang Ayah yang bijaksana.
Maka pemuda itupun melakukan sesuai petunjuk ayahnya. Ia bertekad tidak meminum alkohol selama 3 bulan sambil senantiasa tekun mendirikan sholat 5 waktu. Kemudian ia tidak pula melakukan zina disela-sela terapinya tersebut. Maka hari demi hari, bulan demi bulan berlalu tanpa terasa. Paku-paku yang menancap itu juga semakin berkurang, seiring dengan berjalannya waktu. Hingga pada suatu hari, paku-paku itu habis dicabutinya. Ia kini telah menjelma sebagai pemuda yang alim nan sholeh. Wajahnya nampak terang berseri-seri berkat basuhan air wudlu yang senantiasa melekat disekujur tubuhnya. Matanya jernih, pertanda jendela hati itu kini bersih dari debu-debu kotoran hati, berkat zikir yang tiada terputus.
Pada suatu hari, ayahandanya datang menjenguk puteranya yang dilimpahi hidayah itu. Alangkah terkejutnya ketika mendapati anandanya sedang tafakkur seraya menangis terisak sedih. Pemuda itu memandangi tembok dindingnya dibalik air matanya yang mengucur deras. "Apa gerangan yang terjadi, anakku ?", tanya Sang Ayah. "Lihatlah, ayah. Dinding-dinding itu tiada lagi pakunya..", jawabnya sambil menoleh ke ayahnya dan menunjuk dinding kamarnya yang memang tidak ada pakunya lagi. "Lho, bukankah ini mesti disyukuri ?.. pertanda kau kini bersih dari maksiat, anakku !", timpal ayahnya. Sambil menundukkan kepala dengan amat malunya, pemuda itu menjawab dengan suara rendah : "..memang benar demikian, ayah. Paku-paku itu telah tercabut, namun BEKAS lubang pakunya takkan bisa hilang..".
Demikian pula halnya dengan dosa maksiat. Seseorang dapatlah sadar dan tidak melakukannya lagi, namun hukum masyarakat sebagai sunnatullah tetaplah berjalan seiring waktu dan umur. Kiranya hanya Allah SWT yang maha pengampun dan senantiasa memilihkan jalan terbaik bagi setiap hamba-Nya..
Wallahualam Bissawwab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar