Aku tidak MENULIS sejarah..tapi kusedang MENGKAJI sejarah..agar kudapat MENGUKIR sejarahku sendiri..

Sabtu, 30 Juni 2012

KEKUASAAN MANUSIA

Alkisah, Canute adalah seorang Raja Denmark yang amat terkenal. Baginda adalah seorang raja legendaris dan amat membanggakan rakyatnya. Kisah tentangnya senantiasa digambarkan sebagai seorang yang mampu berbuat apapun, berkat kekuatan dan kesaktiannya. Tidak dapat dipungkiri, Baginda memiliki kharisma yang amat berpengaruh bagi siapapun yang mengenalnya. Maka istananya yang terletak di pinggir laut senantiasa dijejali oleh orang-orang yang hendak memuji dan menghaturkan hormat kepadanya.

Pada suatu hari, Raja Canute memerintahkan kepada pegawai istana dan para tamunya untuk mengiringinya ke pantai. Sebagaimana biasanya, baginda diusung beserta singgasananya. Setibanya di pantai, Canute memerintahkan agar ia dan singgasananya diturunkan pada hamparan pasir yang tergenang oleh gelombang pasang. Baginda mengarahkan pandangannya kearah gelombang pasang yang menderu-deru bersama angin yang bertiup kencang, seraya mengangkat tangannya kearah depan. "Saya perintahkan kau untuk diam !", serunya pada gelombang pasang yang berkejaran ke bibir pantai. Namun jangankan terdiam, gelombang itu bahkan terus menerpa kearah baginda dan rombongannya, sehingga kedua kaki baginda basah bersama kaki singgasananya.

Maka menolehlah Raja Canute kepada segenap pengiringnya, seraya berkata : "Lihatlah oleh kalian. Betapa tidak berartinya kekuasaan raja, maka saya tidak mau lagi mendengar pujian hampa.."

........................................................................................................................

Kisah tentang Raja yang tidak gila hormat, sedemikian bertebaran diseluruh pelosok bumi dalam gilingan waktu yang berputar tiada henti. Kesampingkan pandangan terhadap beberapa oknum bangsawan yang begitu haus akan peng-hormatan, namun sesungguhnya jiwanya begitu tandus akan ke-hormatan.

Tersebutlah Paduka Andi Makkoelawoe (Datu Makkulawu) ketika menjabat sebagai Walikota Parepare ke-II. Adalah Pak Djamaluddin (Ketua PGRI Parepare kini) yang kala itu masih remaja tanggung, bertandang ke rumah jabatan Walikota bersama dengan keluarganya dari Alitta. Puetta DatuE yang menyambut mereka dengan ramah sebagaimana biasanya, tiba-tiba merogoh sakunya seraya mendekati Djamaluddin muda. Sang Walikota menyodorkan sejumlah uang seraya berujar : "Tulungmana' Ana', laosamani' melliangnga' pElo' cinampe'.." (Tolonglah nak, kiranya bisa pergi belikan saya rokok sebentar..). Begitu bersahajanya Bangsawan Tinggi nan pejabat ini.

Pada suatu hari, seorang tukang becak terheran-heran ketika seorang laki-laki paruhbaya yang bertubuh tinggi kurus memintanya untuk diantar jalan-jalan keliling kota pelabuhan itu. Penumpang yang ganjil itu menikmati pemandangan kota sepanjang perjalanan, seraya bercakap-cakap dengan Tukang Becak itu dengan ramahnya. Ketika dirasanya cukup berkeliling, penumpang itu meminta diantarkan ke kediamannya. "Jalan aga monro bolata, Pak ?" (Di jalan apa rumahnya, pak ?), tanya tukang becak. "..ribola jabatanna WalikotaE, ndi' .." (..di rumah jabatan Walikota, dik..), sahutnya ringan. Maka tukang becak itu mulai heran seraya menduga-duga. ..dan ternyata benar. Ketika tiba di rumah kediaman Walikota, serombongan pegawai daerah menyambut penumpang becak itu dengan penuh hormat. Pak Wali turun dari becak seraya merogoh dompetnya lalu membayar tukang becak itu dengan amat royalnya.

Rangkaian kisah ini kemudian saya tuturkan pada anak kemenakan kami yang selama ini setia mendengarkan. "Siapakah sesungguhnya Datu Makkulawu itu, Etta ?", tanya puteraku. Maka rangkaian silsilahpun dituturkan kemudian.

Puetta Andi Makkulawu adalah Petta Cakkuridi ri Wajo terakhir, suatu jabatan selevel menteri yang termasuk dalam jajaran Petta EnnengngE Wajo. Ayahanda Puang Datu bernama : Datu MappabEta. Beliau adalah putera La Wana KaraEng Cappa'bEle' dengan We Dalaintang Arung Pao-Pao. Adapun halnya dengan Ibundanya, bernama : Datu Tenri Passessu', adalah adik kandung Datu Pajju' Arung Tellu Latte' Sidenreng. Mereka adalah putera puteri La Maddukkelleng Petta Cakkuridi ri Wajo bin La OddangpEro Datu Larompong Arung Matoa Wajo XLIV dengan We Tenri SanrE Arung Rappeng Additueng Sawitto XIV.

Kemudian Puetta Datu Makkulawu menikah dengan Puetta Datu Sitti Rukiah KaraEng Balla'sari Additueng Sawitto XV (puteri Andi Mappanyukki Sultan Ibrahim Datu Suppa Mangkau ri Bone XXXII/XXXIV dengan We BessE' Bulo). Selama hidupnya, Puetta tercatat menduduki beberapa jabatan bersejarah, yakni : Petta Cakkuridi ri Wajo, Bupati Pinrang I, Walikota Parepare II dan Anggota DPR/MPR. Baginda adalah pribadi yang bersahaja dan berpandangan tawadhu. MamuarE macekkE' passapunna DatuE rilaleng Panrengna.

Mengingat berbagai kisah sejati perihal para Raja dan Bangsawan tinggi yang rendah hati, saya kembali bertanya pada diri sendiri : Apakah kebersahajaan itu membuat derajat mereka justru menurun ?. Dengan amat pasti, nurani ini menjawabnya : Tidak ! Malah justru menaikkan derajatnya. Lalu mengapa begitu banyak turunan bangsawan yang "agaknya" melindungi diri mereka dengan sikap angkuh ?. Maka kira-kira jawabnya adalah : telusuri asal muasalnya, pastilah ada yang hendak di lindunginya dibalik keangkuhannya.

Wallahualam Bissawwab..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar