Aku tidak MENULIS sejarah..tapi kusedang MENGKAJI sejarah..agar kudapat MENGUKIR sejarahku sendiri..

Rabu, 12 Januari 2011

Ininnawa



ADA SANGRO

Aku bukan seorang yang suka dan mudah percaya terhadap hal-hal yang berbau klenik. Namun pada suatu hari aku terpaksa berhadapan jua dengan perapal mantera-mantera itu.  Ketika itu aku berkunjung ke rumah salah seorang sepupu yang berdomisili diluar daerah. Rupanya aku salah memilih waktu, karena saat itu rumahnya dikunjungi pula oleh seorang dukun yang diundangnya untuk mencari benda guna-guna yang konon sengaja ditanam oleh seseorang disekitar rumahnya itu.
........................................................................................................................

Setelah urusan “tanam menanam” itu selesai, sepupuku meminta tolong  pada dukun itu agar memeriksaku pula. “Waah, saya tidak sakit apa-apa koq ?!”, protesku. Sepupu tuaku itu hanya tersenyum seraya berkata, “Iya, saya tahu, dik. Tapi tidak ada salahnya jika kau diperiksakan. Masalahnya, hingga saat ini kau sulit mendapatkan pekerjaan..”. “Lho, apa hubungannya dengan dukun ?!”, tanyaku dalam hati. Namun aku menghargai niat baik kakak sepupuku itu maka aku menurut saja.

Sang dukun sakti itu memeriksa hampir seluruh sudut-sudut tubuhku dengan seksama. Mulai dari telapak tangan, ubun-ubun kepala, dan lainnya pula. Bagaikan seorang pedagang sapi yang sedang memeriksa dan menaksir seekor sapi. Sementara itu, asap kemenyan mengepulkan asapnya memenuhi ruangan sempit itu sehingga membuat mataku agak perih.

“Rupanya kau telah inkar janji pada leluhurmu .. itulah sebabnya maka kau sulit mendapatkan pekerjaan !”, kata dukun itu seraya memandangku dengan tajam.  “Haa ?!.. janji apa’an ?”, tanyaku heran. Soalnya aku tidak pernah merasa berjanji apa-apa pada salahseorang leluhurku. Apalagi keempat kakek nenekku semuanya telah wafat. Bagaimana mungkin aku bisa menjanjikan sesuatu pada orang yang telah wafat ?. “Pokoknya kau pernah berjanji didepan makam leluhurmu !”, kata dukun itu ngotot. “Ah, tidak pernah itu !”, sahutku lebih ngotot pula. “Pokoknya pernah. Cuma kau pasti lupa !”, sergahnya sewot. “Pokoknya tidak pernah ! Saya belum pikun, koq ?!”, balasku pula. Maka dukun dan pasiennya berdebat sengit pada hari itu.

Pengalaman kecil itu mengingatkanku pada sebuah cerita tentang Pak Hamid yang kehilangan kerbaunya. Menurut tanda-tanda jejak yang ditinggalkannya, kerbau itu dibawa oleh maling pada dini hari. Selama beberapa bulan setelah kejadian naas itu, Pak Hamid berusaha mencari kesana kemari, namun petunjuk keberadaan kerbaunya tidak didapatkannya jua. Hingga pada suatu hari, Ia meminta pertolongan seorang dukun untuk menerawan lokasi dimana kerbaunya berada. Konon khabarnya, dukun itu adalah seorang sakti yang mampu melihat segala sesuatu yang terlindung, jauh maupun dekat.

Dengan mata agak disipitkan sedemikian rupa, sang dukun komat kamit merapal mantera. Ia mengacung-acungkan sebilah keris pada permukaan air dalam wadah mangkuk perunggu dihadapannya. Pak Hamid memperhatikan tingkah sang Dukun dengan perasaan agak serem seraya duduk dengan takzimnya. “Oh.. akhirnya kelihatan juga !”, seru dukun itu dengan mata membelalak lebar-lebar, memperhatikan permukaan air dalam mangkuk. “Mana ? Saya juga mau melihatnya..”, seru Pak Hamid dengan penasaran namun penuh harap.

“Ha ha.. kamu tidak dapat melihatnya. Hanya aku yang bisa menerawangnya..”, kata sang dukun.

“Baiklah.. lalu dimana kini kerbauku ?”

“Ternyata.. kerbaumu itu dibawa pencurinya menuju ke Kabupaten disebelah timur !”

“Wah, benar itu.. ! Jejak kakinya memang menuju ke timur !”, kata Pak Hamid mulai yakin.

“Naah, kerbaumu  itu kini sedang berkubang dipinggir parit sawah, tidak jauh dari sebatang pohon mangga cina yang besar..”

“Oo..”, Pak Hamid mengangguk-angguk bengong semakin yakin.

“Waah.. ternyata kerbaumu itu sudah hampir jadi dua !”, seru Sang Dukun semakin bersemangat.

“Maksudnya ??”, tanya Pak Hamid heran.

“Maksudku, kerbaumu sekarang sedang bunting ! Sebentar lagi melahirkan ..”

“Lho, mana mungkin itu ?! Kerbauku khan berjenis kelamin jantan ??!”

“Awwaah !!.. kenapa koq baru bilang kalau kerbaumu itu jantan ?!!”
……………………………………………………………

Pembaca yang mulia.. aku tidak mengerti, buat apa kutulis cerita konyol ini ?. Maka selanjutnya andalah yang mengurai hikmahnya.


Wallahualam Bissawwab....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar