Ksatria Makassar, menantang badai (bag.5)
"..dan meskipun pasukannya (Raja Siam Phara) terdiri atas 10.000 orang dan dibantu oleh 40 perwira Eropa (Perancis, Inggris dan Portugis), orang Makassar yang baru berapa ratus saja tetap tidak mau menyerah, malah bertahan selama beberapa hari. Akhirnya mereka semua mengamuk. Dalam pertempuran itu kira-kira 1000 orang Siam dan 17 perwira Eropa tewas, sedangkan dipihak Makassar hampir semua dibunuh, termasuk Daeng MangallE. Yang ditangkap hanyalah 55 orang, yang hampir semua luka-luka termasuk 2 orang anak lelaki Daeng MangallE yang bernama Daeng Ruru (yang berumur 14 tahun) dan Daeng Tulolo (12 tahun).
(DR. CH. Pelras,1975:58)
................................................................................................................
Abdul Hamid Daeng MangallE telah tiada. Para pengikutnya yang masih hidup menyebutnya sebagai "gugur" mempertahankan kehormatannya. Sebaliknya, orang Siam menyebutnya sebagai "tewas" dengan hina akibat membalas budi baik Raja Phra Narai dengan penghianatan. Entah yang mana lebih tepat diantara kedua persepsi tersebut, namun sejarah telah memberitakan suratan nasib itu dengan bijaknya, tanpa keberpihakan.
Adapun halnya dengan kedua putera Daeng MangallE tersebut diatas, merekapun ikut bertempur melawan pasukan penyerbunya. Keduanyapun telah terluka namun tetap mengamuk sambil bahu membahu saling melindungi. Akhirnya dilihatnya jenazah ayahnya terbujur dengan penuh luka. Tanpa memperdulikan para penyerangnya, mereka memeluk jenazah itu dengan kesedihan yang tak terkira. Keduanya niscaya terbunuh oleh pasukan Siam sekiranya tidak diselamatkan oleh pasukan Perancis yang kagum melihat keberanian anak-anak Makassar itu.
Dikemukakan pula oleh Sejarawan H.D. Mangemba bahwa setelah diselamatkan oleh pasukan Perancis, keduanya dibawa menghadap pada Duta Besar Perancis untuk Kerajaan Siam, yakni : Gervaise (sumber utama riwayat ini, penulis). Mengetahui serta melihat sendiri keberanian ayah kedua anak itu, muncullah dalam pemikiran Duta Besar itu untuk membawa keduanya ke Perancis. Keberanian ayahnya pastilah menurun pula kepada kedua puteranya. Sekiranya mereka mendapat didikan militer yang tepat, pastilah keduanya akan menjadi perwira tangguh yang berguna bagi Kerajaan Perancis, demikian kira-kira ide yang timbul dibenak Gervaise pada waktu itu.
Untuk mewujudkan idenya itu, Gervaise mengirim surat kepada Raja Louis XIV dengan mengabarkan perihal kedua putera Makassar itu serta memohon perkenan agar keduanya dibawa ke Perancis. Mengetahui khabar itu, Louis XIV mengirim surat pula kepada Raja Siam Phra Narai meminta agar kedua putera Daeng MangallE itu dikirim ke Perancis. Maka Phra Narai pun setuju dengan mengutus Perdana Menteri Siam, Constance Phaulkon untuk menyertai rombongan Duta Besar Gervaise yang mengantar kedua anak itu ke Perancis.
Pada tanggal 5 Nopember 1686, rombongan yang mengantar Daeng Ruru dan Daeng Tulolo bertolak dari Ayuthia menuju Perancis dengan kapal Perancis "Le Choce" dibawah pimpinan Kapten De Hautmesnil. Mereka menempuh perjalanan laut yang jauh selama 10 bulan hingga tiba dengan selamat di Kota Paris dalam tahun 1687.
Adapun halnya kedua putera Almarhum Daeng MangallE itu setelah mendarat di Kota Paris, mereka berada dalam asuhan dan pengurusan Duta Besar Gervaise. Untuk memberikan pendidikan awal dalam masa adaptasi di negeri yang serba asing bagi mereka itu, keduanya dititipkan pada sekolah yang paling terkenal di Paris, yakni : College de Clermont. Sebuah lembaga pendidikan yang dikelola oleh para Pastor Yesuit.
Pada awalnya, keduanya mendapatkan kesulitan dalam asrama sekolah itu. Pasalnya, mereka adalah anak Muslim yang mendapat pendidikan agama Kristen di lembaga itu. Mereka tetap teguh menjalankan Sholat Lima Waktu di asrama yang diasuh oleh para pastor itu. Walaupun berulangkali ditegur oleh pastor, namun mereka tetap teguh menjalankan ibadahnya sebagaimana yang ditanamkan kedua mendiang orang tuanya.
Beberapa hari menjalani kehidupan baru di asrama, keduanya dihadapkan pada Raja Louis. Melalui penerjemah, Raja Matahari Perancis tersebut mengatakan kekagumannya namun kurang senang pula karena mereka beragama Islam. ntuk itu baginda berharap agar keduanya memeluk agama Kristen.
Setelah kembali ke asrma sekolahnya, para aparat kerajaan menyampaikan keinginan Raja tersebut pada kedua anak itu. Tetapi keduanya menolak dengan keras. Namun begitu gigihnya bujukan para aparat kerajaan dan pendeta pengurus asrama itu, akhirnya keduanya menurut. Mereka bersedia pindah agama karena dijanjikan bahwa Raja Louis XIV berkehendak menjadikan mereka sebagai anak angkat, sekiranya keinginannya dipenuhi.
Maka kedua putera Daeng MangallE itu dibaptis dengan Raja Louis XIV sendiri yang menjadi bapak baptisnya. Mereka mendapatkan nama baptis pula disertai dengan gelar kebangsawanan Kerajaan Perancis. Daeng Ruru memperoleh nama sebagai : Louis Pierre Daeng Ruru de Macassar, sedang adiknya Daeng Tulolo mendapatkan nama, yakni : Luis Douphin Daeng Tulolo de Macassar.
Raja Louis XIV benar-benar telah memenuhi janjinya kepada kedua anak Makassar itu. Baginda memenuhi kebutuhan hidup mereka sebagaimana layaknya pangeran serta bertanggung jawab pula pada pemenuhan kebutuhan yang menyangkut pendidikannya. Keduanya yang telah terdaftar pada Kolese Jesuit le Grand untuk mempelajari Bahasa Perancis dengan mahir serta segala etiket pangeran Perancis. Selain itu, sebagai anggota keluarga kerajaan, keduanya pun mengikut tradisi pendidikan sebagaimana halnya para pangeran Perancis pada masa itu. Kakak beradik itu melengkapi pendidikannya dengan tradisi pendidikan militer selama 5 - 6 tahun. Maka mereka didaftarkan pula pada Sekolah Tinggi Militer Clermont yang terkenal itu.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di Clermont dengan hasil yang amat memuaskan, maka dalam tahun 1682 mereka didaftar pula di pendidikan Marinir Tertinggi di Perancis, yakni : Sekolah Perwira Angkatan Laut di Brest.
(bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar