Aku tidak MENULIS sejarah..tapi kusedang MENGKAJI sejarah..agar kudapat MENGUKIR sejarahku sendiri..

Selasa, 02 Oktober 2012


NURANI

Bertahun-tahun mencari alamatnya, namun tiada bersua jua. Wahai, jalan nurani ditempuh melalui kelok berliku, jejak nafsu yang membuta. Duka lara akhirnya menjadi tongkat penuntun, ketika pintunya diketuk dengan asa yang terputus. “Siapa ?”, tanya penjaga rumah, yang belakangan memperkenalkan diri sebagai “hati”. “Aku.., pemilik jiwa yang terbelit gundah nan lara. Si Buta yang salah mengenali takdir, kini lelah memanggul nasib..”, jawabnya setengah berbisik, menyerupai desiran angin malam kelam jelang hujan. “Masuklah.. tapi tinggalkan tongkat nelangsamu di depan pintu”, suara itu bagai bernyanyi, membuka pintu tanpa irama derik.

Duhai, Sang Aku takjub pada beranda rumah ini. Inilah dimensi lain yang tak tersentuh sebelumnya,..diciptakan sebagai ruang putih nan luas tak bertepi, dimana segala potensi kebaikan terhimpun didalamnya, dimensi “nurani”. Bahkan ketika benci, dendam, amarah dan geram sempat masuk didalamnya, ia akan berubah nama menjadi kasih, maaf, sayang dan cinta. Maka nurani adalah Rumah Suci, dimana semua penghuninya senantiasa tersenyum maklum.

Sang Aku merasakan semuanya dengan tanpa mengenal nama dan sebutannya. Tiada keinginan untuk mengetahui, ini dan itu. Tiada lain yang dimengertinya, bahwa kedua kakiku ringan melangkah tanpa tongkat gundah dan lara. Aku mencintai, Aku mengasihi dan Aku menyayangi masa lalu, masa kini dan masa depanku. Bagaimanapun corak dan apapun warnanya, telah kutulis dan kulukis menurut akalku.. dan inilah busanaku.

Wallahualambissawwab..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar