Aku tidak MENULIS sejarah..tapi kusedang MENGKAJI sejarah..agar kudapat MENGUKIR sejarahku sendiri..

Jumat, 19 Oktober 2012


LUPA, PEMBEBASAN BEBAN
 “Intropeksi, by. La Oddang”

“Aku lupa banyak hal yang telah terjadi di masa lalu..”, raga renta itu mengeluh panjang pendek. Ia memicingkan mata, seraya memandangi wajahku dalam-dalam, mencoba melukis rautku dibenaknya yang samar. “Mataku kini sudah rabun, pendengaranku pun sudah tidak jelas. Segalanya terdengar samar-samar..”, katanya dengan suara tergetar, dan nafas yang memburu.
Ininnawa, apakah ini siksaan usia ?. Pembalasan atas kebugaran pada masa muda ?. Duhai, bukankah umur panjang adalah suatu anugerah ?. Kesempatan yang lebih luas untuk bertobat dan mengucurkan amal kebajikan sebanyak-banyaknya. Tapi mengapa rumah jiwa ini haruslah dibuat reot dan rapuh ?. Bukankah “ Sang Penciptanya” adalah Yang Maha Pemelihara ?
……………………………………………………………………………………………….

“Wahai, Sang Pikir yang tiada henti berburuk sangka..”, demikian Sang Nurani bersabda. Ketahuilah olehmu, bahwa keterbatasan tubuh di usia tua adalah limpahan kasih sayang dari Penciptanya.
Ingatan yang terbatas adalah pembebasan. Kemerdekaan dari segala kisah sedih masa lalunya yang meluluhlantakkan singgasana hatinya. Pelepasan dari penjara cita kasihnya yang musnah, lalu meratapi nasib, seraya mengutuk takdir. Pembebasan logikanya dari pengalaman tentang kesenangan, yang sempat memalingkan jiwanya dari rasa kecukupan. 

Melupakan kejadian sedih dimasa lalu, bukankah itu berkah ?. Ayat Tuhan yang terpatri kepadanya, bahwa : “..ingatlah hanya kepada-Ku, bukan kepada yang lain lagi”.

Mata yang rabun adalah tabir keselamatan. Ia tiada lagi awas terhadap segala hal, yang sekiranya dapat melepaskan belenggu nafsunya. Tiada lagi nilai harta bendawi yang dapat dihitungnya.. Pastilah Tuhan berfirman, “..pandanglah Aku, jangan berpaling lagi..”. Bahkan pendengarannya pun telah disumpal, agar hirup pikuknya dunia tidaklah lagi mengusik hatinya.

Biduk rapuh terhampar tenang di pantai berpasir, jauh dari bebaris permainan gelombang nan riuh, menghadap laut kecintaan, bersiap tersungkur lemah di haribaan malam, diantar langit senja berlukis nirwana.

Kediaman jiwa yang reot itu, disanggah tulang belulang yang kini rapuh. Jangan kemana-mana lagi, nikmati senyap dan tenteram jiwanya, dalam bimbingan kasih-Nya, berbenah menghadap kepada Tuhan-Nya, menuju barisan jiwa para Mutmainnah..


Subhanallah, Wallahualam Bissawab..




Tidak ada komentar:

Posting Komentar