LUPA, PEMBEBASAN BEBAN
“Intropeksi, by. La Oddang”
“Aku lupa banyak hal yang telah terjadi di masa lalu..”,
raga renta itu mengeluh panjang pendek. Ia memicingkan mata, seraya memandangi
wajahku dalam-dalam, mencoba melukis rautku dibenaknya yang samar. “Mataku kini
sudah rabun, pendengaranku pun sudah tidak jelas. Segalanya terdengar
samar-samar..”, katanya dengan suara tergetar, dan nafas yang memburu.
Ininnawa, apakah ini siksaan usia ?. Pembalasan atas
kebugaran pada masa muda ?. Duhai, bukankah umur panjang adalah suatu anugerah
?. Kesempatan yang lebih luas untuk bertobat dan mengucurkan amal kebajikan
sebanyak-banyaknya. Tapi mengapa rumah jiwa ini haruslah dibuat reot dan rapuh
?. Bukankah “ Sang Penciptanya” adalah Yang Maha Pemelihara ?
……………………………………………………………………………………………….
“Wahai, Sang Pikir yang tiada henti berburuk sangka..”,
demikian Sang Nurani bersabda. Ketahuilah olehmu, bahwa keterbatasan tubuh di
usia tua adalah limpahan kasih sayang dari Penciptanya.
Ingatan yang terbatas adalah pembebasan. Kemerdekaan dari
segala kisah sedih masa lalunya yang meluluhlantakkan singgasana hatinya.
Pelepasan dari penjara cita kasihnya yang musnah, lalu meratapi nasib, seraya
mengutuk takdir. Pembebasan logikanya dari pengalaman tentang kesenangan, yang sempat
memalingkan jiwanya dari rasa kecukupan.
Melupakan kejadian sedih dimasa lalu, bukankah itu berkah ?.
Ayat Tuhan yang terpatri kepadanya, bahwa : “..ingatlah hanya kepada-Ku, bukan
kepada yang lain lagi”.
Mata yang rabun adalah tabir keselamatan. Ia tiada lagi awas
terhadap segala hal, yang sekiranya dapat melepaskan belenggu nafsunya. Tiada
lagi nilai harta bendawi yang dapat dihitungnya.. Pastilah Tuhan berfirman,
“..pandanglah Aku, jangan berpaling lagi..”. Bahkan pendengarannya pun telah
disumpal, agar hirup pikuknya dunia tidaklah lagi mengusik hatinya.
Biduk rapuh terhampar tenang di pantai berpasir, jauh dari
bebaris permainan gelombang nan riuh, menghadap laut kecintaan, bersiap
tersungkur lemah di haribaan malam, diantar langit senja berlukis nirwana.
Kediaman jiwa yang reot itu, disanggah tulang belulang yang
kini rapuh. Jangan kemana-mana lagi, nikmati senyap dan tenteram jiwanya, dalam
bimbingan kasih-Nya, berbenah menghadap kepada Tuhan-Nya, menuju barisan jiwa
para Mutmainnah..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar