LA TAMANG PETTA PALLA'E, Sang Pangeran Belawa
..namanya tidak tercatat pada lontara silsilah "TellumpoccoE", namun hampir semua Pallontara yang pernah saya temui mengenalnya sebagai Bangsawan berdarah murni. "Puang Allahu Ta'ala mani yase'na, nak..", demikian antara lain komentar Almarhumah Petta Wara dari Pattojo (Soppeng) seraya mencium dan menjunjung jemarinya sendiri sehabis menyebut namanya.
................................................................................................................................
Terhampar dibawah batang pohon "siyapa" ditengah "Jara' LompoE" di TippuluE, Belawa. Makam Sang Pangeran terbujur disamping makam ayahandanya. Ada getir yang mengganjal dihati, bukan apa-apa.. entah siapa yang merenovasi makam itu dengan memasang tegel putih, mengingatkanku dengan pelataran pasar ikan di Parepare. Namun itu tidak seberapa, orang yang berniat baik itu justru menukar nama yang menandai Sang Pangeran dengan ayah kandungnya.
Terlalu sulit menelusuri kisah perjalanan hidupnya karena beliau sesungguhnya adalah seorang pangeran yang gemar mengembara. Kegemaran itu dapat dimaklumi mengingat nazab keturunannya yang memiliki jalur kekerabatan dengan hampir semua Raja-Raja besar di Tanah Bugis pada jamannya. Dari ayahandanya, yakni : La Sappo Petta Ogi Datu Palireng Arung Belawa Petta MatinroE CempaE (putera La Mappulana Petta Ogi dengan We Bakke' Datu Kawerrang) adalah jelas menempatkan La Tamang sebagai Pangeran Ogi, Soppeng dan Belawa. Bahkan pada sebagian "Sitambung" (daftar silsilah yang telah dilegalisir) yang pernah penulis baca, disebutkan jika ibunda La Sappo adalah We Yabang yang adalah saudara kandung La Tenritappu Arumpone MatinroE ri Rompegading. Namun pada Lontara Abbatireng Soppeng dan Belawa, ditemukan bahwa We Yabang dan We Bakke' Datu Kawerrang adalah orang yang berbeda, tetapi sama-sama merupakan permaisuri La Mappulana Petta Ogi yang tersohor itu.
Selain warisan pengaruh dari garis ayah, La Tamang mewarisi pula jalinan kekerabatan yang lebih jauh pula dari pihak ibundanya, yakni : We Tenri Balobo Daeng riyasE Datu Pammana. Sang ibunda tersebut adalah puteri We Tenriabang DatuE Watu dengan La Pallawagau Arung Maiwa Datu Pammana Pilla ri Wajo (putera Janggo LampE Ulu Arung Maiwa Arung Tellu Latte' SidEnrEng dengan We Tenri Datu Pammana) yang termahsyur itu. Siapapun yang membaca kisah La Maddukelleng Sultan Pasir Arung Singkang Arung Matoa Wajo Petta PamaradEkangngi Wajo, tentulah akan menemukan peran La Pallawagau sebagai "The King Maker" yang menjadi kunci kejayaan dan kejatuhan seorang pahlawan La Maddukelleng. Kemudian dari sisi We Tenriabang DatuE Watu yang sesungguhnya adalah adik kandung La Mappajanci Sultan Ismail Datu Soppeng XXVII, keduanya adalah putera puteri La Mappasiling Datu Watu Datu Pattojo Petta MatinroE ri Duninna (dimakamkan pula di Jara' LompoE, TippuluE - Belawa) dengan We Tenri LElEang Petta MatinroE ri SorEang Pajung ri Luwu XXIII-XXV.
Menurut beberapa Sitambong yang ditandatangani Almarhum Andi Patongai Datu Doping Arung Belawa (Datu Bolong) yang terbit pasca wafatnya Andi Abdul Wahid Dg Mamiru Petta Pabbicara Belawa pada tahun 1954, ditemukan beberapa kerumpangan menyangkut silsilah La Tamang Petta Palla'E. Tercatat bahwa, La Sappo Petta Ogi Datu Palireng Arung Belawa Petta MatinroE CempaE (Ayahanda La Tamang Petta Palla'E) adalah putera La Wawoi Addatuang Sidenreng sehingga bersaudara dengan La Panguriseng Addatuang Sidenreng dan La Cincing Akil Ali KaraEng MangEppE Datu Pammana Arung Matoa Wajo. Kiranya hal tersebut adalah kekeliruan karena perihal nazab jelas La Sappo Petta Ogi sangatlah jelas tertulis pada setidaknya 3 lontara besar yang berbeda, yakni : Lontara Akkarungeng Bone, Lontara Panguruseng Abbatirengna Ana' ArungngE ri Soppeng dan Lontara Abbatireng milik La Wahide Dg. Mamiru Pabbicara TippuluE ri Belawa. Ketiganya memiliki versi yang persis sama, sehingga kiranya sulit meragukan kebenaran ketiganya.
Menelusuri perbincangan para penutur yang mengetahui sedikit tentangnya, dapat disimpulkan bahwa karakter seorang La Tamang Petta Palla'E yang gemar mengembara diseputar wilayah Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Sidenreng, Rappang dan Maiwa sesungguhnya berkepribadian bebas dan tidak ambisius menduduki tahta kerajaan besar yang merupakan haknya. Beliau bukan pula seorang patriot karena tidak ada satupun khabar pinutur apalagi merupakan catatan yang menyebutkan kisah perlawanannya terhadap penjajah Belanda. Namun sebaliknya pula, beliau bukan pula seorang antek Penjajah Belanda karena tiada pula yang pernah menyebutnya demikian.
La Tamang sesungguhnya adalah seorang bebas dalam artian sebebas-bebasnya. Pada setiap negeri yang dikunjunginya, beliau memiliki isteri yang sah maupun tidak sah. Menurut Almarhumah Petta Wara semasa hidupnya, DatuE La Tamang Petta Palla'E konon memiliki isteri sah sebanyak 41 orang dan isteri tidak sah yang tak terhitung jumlahnya. Sifat dasarnya yang bebas dinampakkannya pada banyak pengalaman perjalanannya yang penuh kisah romantis. Alkisah, pada suatu ketika Sang Pangeran sedang menempuh perjalanan dari Sidenreng menuju Belawa melewati areal persawahan. Hingga ketika itu, beliau melihat seorang gadis cantik nan rupawan yang sedang mengusir burung-burung pipit ditengah sawah. Maka Sang Pangeran tidak melewatkan kesempatan itu, lalu dirayunya gadis itu hingga rela menjadi kekasihnya sesaat.Setelah hajatnya terpenuhi, La Tamang meneruskan perjalanannya dengan puas dan tanpa beban seakan tak terjadi apapun yang dianggap penting setelahnya.
Penuturan berlanjut, hingga setelah memasuki bulan kesepuluh dihitung sejak peristiwa itu, datanglah keluarga perempuan tersebut makkasuwiang (bersuhita) ke Saoraja Belawa. Mereka melaporkan kelahiran putera perempuan di tengah sawah itu kepada La Sappo Arung BElawa, ayahanda La Tamang. "Jajini atanna DatuE, Pueng.." (telah lahir hambanya Raja, Tuanku..), sujud juru bicara diantara mereka. "Niga mappEgau' ? (siapa yang melakukan ?), tanya Arung Belawa singkat. "Puekku Datu Lolo ri Palla'E.." (Tuanku Sang Pangeran dari Negeri Palla'E..), jawabnya. Arung Belawa La Sappo kemudian menanyakan gambaran kronologis kejadiannya yang dijelaskan para pelapor bahwa segalanya terjadi ditengah persawahan. "BoranE iyarE' Makkunrai ?" (Bayi itu berjenis laki-laki atau perempuan ?), tanya Arung Belawa lebih lanjut. "BoranE atanna DatuE, Pueng.. " (sesungguhnya hambanya Raja tersebut adalah laki-laki, tuanku), jawab mereka dalam sembahnya. "NarEkko makkuEro riyasengni : La ................. DaEng ................. " (jika begitu, baiknya diberi nama : La ........................... DaEng .................. ), demikian titah Arung Belawa. Mohon maaf, atas pertimbangan menjaga etika dan perhubungan silaturrahmi maka nama tersebut tidak ditulis.
Suatu hal yang menjadi ganjalan pula, bahwa dari sekian banyak isterinya, tiada satupun yang memiliki derajat sama dengannya. Seorang isterinya yang dianggap paling berdarah bangsawan dibandingkan ratusan yang lainnya, adalah : I LEkke' (puteri DaEng Parebba Datu Bulu'bangi) yang merupakan "Ana' Sangaji" (darah 90). Menurut uraian dalam Sitambong, anak dari isterinya tersebut, antara lain : La Pamessangi Baso Parepare dan La PallEmpa DaEng Pawawa Petta Boso'E MatinroE ri PittuE. Berdasar dari kenyataan itulah, sehingga menurut Petta Wara, Ayahanda Andi Panguriseng dan H. Zainuddin (H. Gandaria) semasa hidupnya yang didasari dari pengetahuan mereka yang luas tentang silsilah dan wari (pranata), bahwa : "Lima lappi turungeng lakkana La Tamang Petta Palla'E dE'na niandikeng, sangadinna engka abbatirengna rilainnaE ritu.." (Generasi kelima dari La Tamang Petta Palla'E TIDAK LAGI bergelar ANDI, kecuali ia memiliki nazab dari bangsawan yang lain..)
La Tamang memiliki banyak saudara tiri dari pihak ayah maupun ibu. Saudara seayahnya yang terkenal adalah La Rumpang Daeng Pasolong Petta Bombo' Datu Tana Tengnga MatinroE ri PaodaEnna (putera La Sappo dengan BessE Tungka) serta saudara seibunya yakni : Arung Baranti (jalur ini tidak dapat dituliskan pula disini karena penulis tidak menghapalnya).
Sang Pangeran yang bebas itu akhirnya menemukan pula ujung perjalannya. Pada akhirnya, ajal elah menjemputnya dan dimakamkan dengan penuh kebesaran di Jara' LompoE, TippuluE - Belawa. Pemakaman yang tiada duanya di Belawa sejak dulu hingga dimasa kini dan insya Allah semoga tak terulang pada masa yang akan datang. La Tamang Petta Palla'E dimakamkan dengan 7 orang budak sahayanya. Seorang diantaranya bersila di liang lahat dengan memangku kepalanya dan keenam yang lainnya berhadap-hadapan memangku jazad tubuhnya.., kemudian mereka ditimbuni tanah hingga tertanam hidup-hidup menemani Pangeran junjungannya. Nudzubillah, Astaghfirullahiladziim.
Wallahualam Bissawwab...
..namanya tidak tercatat pada lontara silsilah "TellumpoccoE", namun hampir semua Pallontara yang pernah saya temui mengenalnya sebagai Bangsawan berdarah murni. "Puang Allahu Ta'ala mani yase'na, nak..", demikian antara lain komentar Almarhumah Petta Wara dari Pattojo (Soppeng) seraya mencium dan menjunjung jemarinya sendiri sehabis menyebut namanya.
................................................................................................................................
Terhampar dibawah batang pohon "siyapa" ditengah "Jara' LompoE" di TippuluE, Belawa. Makam Sang Pangeran terbujur disamping makam ayahandanya. Ada getir yang mengganjal dihati, bukan apa-apa.. entah siapa yang merenovasi makam itu dengan memasang tegel putih, mengingatkanku dengan pelataran pasar ikan di Parepare. Namun itu tidak seberapa, orang yang berniat baik itu justru menukar nama yang menandai Sang Pangeran dengan ayah kandungnya.
Terlalu sulit menelusuri kisah perjalanan hidupnya karena beliau sesungguhnya adalah seorang pangeran yang gemar mengembara. Kegemaran itu dapat dimaklumi mengingat nazab keturunannya yang memiliki jalur kekerabatan dengan hampir semua Raja-Raja besar di Tanah Bugis pada jamannya. Dari ayahandanya, yakni : La Sappo Petta Ogi Datu Palireng Arung Belawa Petta MatinroE CempaE (putera La Mappulana Petta Ogi dengan We Bakke' Datu Kawerrang) adalah jelas menempatkan La Tamang sebagai Pangeran Ogi, Soppeng dan Belawa. Bahkan pada sebagian "Sitambung" (daftar silsilah yang telah dilegalisir) yang pernah penulis baca, disebutkan jika ibunda La Sappo adalah We Yabang yang adalah saudara kandung La Tenritappu Arumpone MatinroE ri Rompegading. Namun pada Lontara Abbatireng Soppeng dan Belawa, ditemukan bahwa We Yabang dan We Bakke' Datu Kawerrang adalah orang yang berbeda, tetapi sama-sama merupakan permaisuri La Mappulana Petta Ogi yang tersohor itu.
Selain warisan pengaruh dari garis ayah, La Tamang mewarisi pula jalinan kekerabatan yang lebih jauh pula dari pihak ibundanya, yakni : We Tenri Balobo Daeng riyasE Datu Pammana. Sang ibunda tersebut adalah puteri We Tenriabang DatuE Watu dengan La Pallawagau Arung Maiwa Datu Pammana Pilla ri Wajo (putera Janggo LampE Ulu Arung Maiwa Arung Tellu Latte' SidEnrEng dengan We Tenri Datu Pammana) yang termahsyur itu. Siapapun yang membaca kisah La Maddukelleng Sultan Pasir Arung Singkang Arung Matoa Wajo Petta PamaradEkangngi Wajo, tentulah akan menemukan peran La Pallawagau sebagai "The King Maker" yang menjadi kunci kejayaan dan kejatuhan seorang pahlawan La Maddukelleng. Kemudian dari sisi We Tenriabang DatuE Watu yang sesungguhnya adalah adik kandung La Mappajanci Sultan Ismail Datu Soppeng XXVII, keduanya adalah putera puteri La Mappasiling Datu Watu Datu Pattojo Petta MatinroE ri Duninna (dimakamkan pula di Jara' LompoE, TippuluE - Belawa) dengan We Tenri LElEang Petta MatinroE ri SorEang Pajung ri Luwu XXIII-XXV.
Menurut beberapa Sitambong yang ditandatangani Almarhum Andi Patongai Datu Doping Arung Belawa (Datu Bolong) yang terbit pasca wafatnya Andi Abdul Wahid Dg Mamiru Petta Pabbicara Belawa pada tahun 1954, ditemukan beberapa kerumpangan menyangkut silsilah La Tamang Petta Palla'E. Tercatat bahwa, La Sappo Petta Ogi Datu Palireng Arung Belawa Petta MatinroE CempaE (Ayahanda La Tamang Petta Palla'E) adalah putera La Wawoi Addatuang Sidenreng sehingga bersaudara dengan La Panguriseng Addatuang Sidenreng dan La Cincing Akil Ali KaraEng MangEppE Datu Pammana Arung Matoa Wajo. Kiranya hal tersebut adalah kekeliruan karena perihal nazab jelas La Sappo Petta Ogi sangatlah jelas tertulis pada setidaknya 3 lontara besar yang berbeda, yakni : Lontara Akkarungeng Bone, Lontara Panguruseng Abbatirengna Ana' ArungngE ri Soppeng dan Lontara Abbatireng milik La Wahide Dg. Mamiru Pabbicara TippuluE ri Belawa. Ketiganya memiliki versi yang persis sama, sehingga kiranya sulit meragukan kebenaran ketiganya.
Menelusuri perbincangan para penutur yang mengetahui sedikit tentangnya, dapat disimpulkan bahwa karakter seorang La Tamang Petta Palla'E yang gemar mengembara diseputar wilayah Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Sidenreng, Rappang dan Maiwa sesungguhnya berkepribadian bebas dan tidak ambisius menduduki tahta kerajaan besar yang merupakan haknya. Beliau bukan pula seorang patriot karena tidak ada satupun khabar pinutur apalagi merupakan catatan yang menyebutkan kisah perlawanannya terhadap penjajah Belanda. Namun sebaliknya pula, beliau bukan pula seorang antek Penjajah Belanda karena tiada pula yang pernah menyebutnya demikian.
La Tamang sesungguhnya adalah seorang bebas dalam artian sebebas-bebasnya. Pada setiap negeri yang dikunjunginya, beliau memiliki isteri yang sah maupun tidak sah. Menurut Almarhumah Petta Wara semasa hidupnya, DatuE La Tamang Petta Palla'E konon memiliki isteri sah sebanyak 41 orang dan isteri tidak sah yang tak terhitung jumlahnya. Sifat dasarnya yang bebas dinampakkannya pada banyak pengalaman perjalanannya yang penuh kisah romantis. Alkisah, pada suatu ketika Sang Pangeran sedang menempuh perjalanan dari Sidenreng menuju Belawa melewati areal persawahan. Hingga ketika itu, beliau melihat seorang gadis cantik nan rupawan yang sedang mengusir burung-burung pipit ditengah sawah. Maka Sang Pangeran tidak melewatkan kesempatan itu, lalu dirayunya gadis itu hingga rela menjadi kekasihnya sesaat.Setelah hajatnya terpenuhi, La Tamang meneruskan perjalanannya dengan puas dan tanpa beban seakan tak terjadi apapun yang dianggap penting setelahnya.
Penuturan berlanjut, hingga setelah memasuki bulan kesepuluh dihitung sejak peristiwa itu, datanglah keluarga perempuan tersebut makkasuwiang (bersuhita) ke Saoraja Belawa. Mereka melaporkan kelahiran putera perempuan di tengah sawah itu kepada La Sappo Arung BElawa, ayahanda La Tamang. "Jajini atanna DatuE, Pueng.." (telah lahir hambanya Raja, Tuanku..), sujud juru bicara diantara mereka. "Niga mappEgau' ? (siapa yang melakukan ?), tanya Arung Belawa singkat. "Puekku Datu Lolo ri Palla'E.." (Tuanku Sang Pangeran dari Negeri Palla'E..), jawabnya. Arung Belawa La Sappo kemudian menanyakan gambaran kronologis kejadiannya yang dijelaskan para pelapor bahwa segalanya terjadi ditengah persawahan. "BoranE iyarE' Makkunrai ?" (Bayi itu berjenis laki-laki atau perempuan ?), tanya Arung Belawa lebih lanjut. "BoranE atanna DatuE, Pueng.. " (sesungguhnya hambanya Raja tersebut adalah laki-laki, tuanku), jawab mereka dalam sembahnya. "NarEkko makkuEro riyasengni : La ................. DaEng ................. " (jika begitu, baiknya diberi nama : La ........................... DaEng .................. ), demikian titah Arung Belawa. Mohon maaf, atas pertimbangan menjaga etika dan perhubungan silaturrahmi maka nama tersebut tidak ditulis.
Suatu hal yang menjadi ganjalan pula, bahwa dari sekian banyak isterinya, tiada satupun yang memiliki derajat sama dengannya. Seorang isterinya yang dianggap paling berdarah bangsawan dibandingkan ratusan yang lainnya, adalah : I LEkke' (puteri DaEng Parebba Datu Bulu'bangi) yang merupakan "Ana' Sangaji" (darah 90). Menurut uraian dalam Sitambong, anak dari isterinya tersebut, antara lain : La Pamessangi Baso Parepare dan La PallEmpa DaEng Pawawa Petta Boso'E MatinroE ri PittuE. Berdasar dari kenyataan itulah, sehingga menurut Petta Wara, Ayahanda Andi Panguriseng dan H. Zainuddin (H. Gandaria) semasa hidupnya yang didasari dari pengetahuan mereka yang luas tentang silsilah dan wari (pranata), bahwa : "Lima lappi turungeng lakkana La Tamang Petta Palla'E dE'na niandikeng, sangadinna engka abbatirengna rilainnaE ritu.." (Generasi kelima dari La Tamang Petta Palla'E TIDAK LAGI bergelar ANDI, kecuali ia memiliki nazab dari bangsawan yang lain..)
La Tamang memiliki banyak saudara tiri dari pihak ayah maupun ibu. Saudara seayahnya yang terkenal adalah La Rumpang Daeng Pasolong Petta Bombo' Datu Tana Tengnga MatinroE ri PaodaEnna (putera La Sappo dengan BessE Tungka) serta saudara seibunya yakni : Arung Baranti (jalur ini tidak dapat dituliskan pula disini karena penulis tidak menghapalnya).
Sang Pangeran yang bebas itu akhirnya menemukan pula ujung perjalannya. Pada akhirnya, ajal elah menjemputnya dan dimakamkan dengan penuh kebesaran di Jara' LompoE, TippuluE - Belawa. Pemakaman yang tiada duanya di Belawa sejak dulu hingga dimasa kini dan insya Allah semoga tak terulang pada masa yang akan datang. La Tamang Petta Palla'E dimakamkan dengan 7 orang budak sahayanya. Seorang diantaranya bersila di liang lahat dengan memangku kepalanya dan keenam yang lainnya berhadap-hadapan memangku jazad tubuhnya.., kemudian mereka ditimbuni tanah hingga tertanam hidup-hidup menemani Pangeran junjungannya. Nudzubillah, Astaghfirullahiladziim.
Wallahualam Bissawwab...
Itu kakek saya
BalasHapusMenurut kami istrix yg digauli di persawahan, 100% atas perbuatan beliau....yg jelas dan ini berarti istrinya itu wanita baik yg menjaga burung karena itu dia pasti bukan wanita jalanan alias pelacur!!!. Keterangan anda itu sebagai penulis jystru menyinggung dan meremehkan kami....anak yg lahir itu namax Arunge Paddongi dg Pagora yg lahir dari Rahim ibundanta yg tercinta "Indo Angka"...pebulus adalah turunan ke-5 dari Arunge Laddongi dg Pagora...sekian
BalasHapusSiapq siapa saudaranya petta pallae
BalasHapus