AKU ANAK SIAPA ?
"..saya
orang Bone, turunan para pemberani! Penakluk Se-Sulawesi ..",
katanya. "Saya orang Luwu, turunan dari kayangan !. Kalian para orang Bone
hanyalah turunan pengawal nenek moyang kami !", timpal orang Luwu pula.
"Hei, kalian tidak perlu bertengkar. Walau bagaimanapun, kamilah orang
Gowa, turunan wangsa paling berkuasa dan lebih perkasa dari nenek moyang kalian
!", sergah orang Gowa. "Uh, perkasa apanya ?!. Nenek moyang orang
Gowa hanyalah masyarakat primitive belaka, andai tidak belajar Ilmu Tata Negara
ke La MungkacE Touddama di Wajo..", sahut orang dari Wajo. "..apa
gunanya keperkasaan dan kepintaran tanpa adab yang tertata ?! Ingat, kamilah
orang Soppeng yang terlahir di negeri para orang beradab..", kata orang
Soppeng tidak mau kalah pula. "Semuanya omong kosong belaka,
sehebat-hebatnya nenek moyang kalian yang terkenal suka memulai perang itu,
namun semuanya selalu meminta bantuan di Sidenreng !", cemooh orang
Sidenreng. "Betul itu.. lalu kalau sudah terdesak di arena pertempuran, toh
mereka larinya ke Suppa juga..", sahut orang Suppa membenarkan.
Kiranya
seperti itulah percakapan yang terjadi sekiranya anak-anak negeri itu
dikumpulkan dalam suatu forum. Sebuah majelis yang sesungguhnya bukanlah lagi
sebuah diskusi, melainkan forum saling mengagulkan diri dengan merendahkan yang
lainnya. Refleksi pengertian kebangsaan yang disalahfahami sehingga berujung
konflik fisik diantara mereka. Sebutlah misalnya perkelahian berdarah anak-anak
Luwu dengan anak-anak Bone yang kerap terjadi hingga men-tradisi di Kota
Makassar dari waktu ke waktu. Semuanya bermuara pada pemahaman berbudaya yang
dipersempit oleh ego masing-masing. Maka pada judul ini, penulis mencoba
menyingkap kembali sejauh mana sesungguhnya perbedaan identitas itu jika
ditinjau dari uraian silsilah keturunan mereka pada beberapa Lontara
Panguriseng. Hingga pada bagian akhirnya nanti, akan terjawab pula, siapa orang
Luwu, orang Bone, orang Gowa, orang Wajo, orang Soppeng, orang Sidenreng, orang
Engrekang, orang Duri, orang Toraja, orang Mandar atau yang dianggap
"alien" lainnya ?.
……………………………………………………………………………………………………
KONSEP GEOGRAFIS, menurut tinjauan Sang Pakar
Iya pakarajai wanuaE
REkkuwa engka tasi' akkajang
Padang malowan allowangrumang
Pasa'marowa abbalureng
Adapun
yang membesarkan negeri
Karena
adanya laut tempat berlayar (melaut danmencari ikan)
Lahan
yang luas tempat bercocok tanam
Pasar
yang ramai tempat perniagaan
Ungkapan
yang kiranya merupakan konsep geografis yang menggambarkan wawasan berkehidupan
masyarakat Sulawesi Selatan dan Barat sehingga menjadikan perbedaan warna
kehidupan yang menekankan perbedaan aksentuasinya masing-masing.
Bahwa pada baris bait ungkapan sejarah tersebut diatas adalah penggambaran
jelas mengenai corak kehidupan masyarakat Sulawesi Selatan dan barat sejak
dahulu kala, yakni : Pelaut, petani dan peniaga.
Kemudian
Sejarawan Prof. Dr. H. Andi Mattulada mengemukakan dengan sangat
sistematis (Sejarah, Masyarakat dan Kebudayaan Sulawesi Selatan,
Hasanuddin University Press, Makassar- 1998), bahwa dalam kurun Abad XV-XVI
negeri-negeri di Sulawesi Selatan mulai menunjukkan identitasnya masing-masing.
Penyebutan "Tana Ugi", "Butta Mangkasara", "Tana
Toraja" dan "Lita' Mandar" adalah penyebutan para anak negeri
itu berdasarkan lingkup asal geografis dimana ia dilahirkan serta dengan
penekanan aksennya masing-masing. Hingga kemudian, perbedaan identitas tersebut
mengkristalkan diri dengan mengantarkan kaum-kaum atau kelompok persekutuan
hidup membentuk kelompok-kelompok etnik utama yang kini dikenal sebagai : Bugis,
Makassar, Toraja dan Mandar.
NEGERI ASAL MUASAL
"Jika
dalam suatu ruangan ada sekelompok orang, maka pastilah ada yang lebih dulu
memasuki ruangan itu dari
yang lainnya", demikian menurut kata logika berpikir. Bahwa lama
sebelum menulis pada blog ini, Ayahanda penulis menyatakan dengan penuh
takzimnya perihal negeri Luwu, bahwa : "Naiyya TanaE Luu, iyanaritu
tana simulang angcajingenna toriolota.." (Sesungguhnya negeri Luwu
adalah negeri asal muasal para leluhur kita..). Sesuatu yang kiranya tidaklah
berlebihan, karena tertulis pada silsilah beliau, bahwa generasi I hingga
generasi ke-VI yang tersusun dari atas kebawah semuanya adalah orang Luwu.
Bermula pada generasi I, berderetan 3 (tiga) pasang nama yang masing-masing
disebutkan, sebagai berikut :
1. I LapuangngE LEbba' Patoto Aji Palallo
Lapatiganna Sangkuruwira Batara Unru Tomallangkana ri LettEwEro, suami Datu
Palinge' Mutia Unruri Senrijawa, DEnru Ulawengna Guru ri Selleng.
2. Guru ri Selleng I LapuangngE ri
Toddangtoja mangkau' ri Peretiwi TuppubatuE ri Toddangsolo Maddeppa'E ri
Wajampajang Opu Samuda PunnaE Liung, suami
Sinaungtoja MassaobessiE Maddeppa'E ri Wajampajang, TunruangngE ri
Matasolo', DEnru Ulawengna Patoto'E.
3. La Oddangriu Sangkabatara ri RuwanglettE,
suami Batari IlE Ellung
MangEnrE' ri Ulowongeng.
Ketiga sejoli itu beranakpinak dengan mengawinkan keturunan mereka satu sama lainnya, hingga pada suatu ketika Patoto"E menurunkan puteranya, yakni : La Toge'langi Batara Guru Sunge' ri Sompa Aji Sangkuru Wira ManurungngE ri Tellampulaweng Pajung ri Luwu I menjadi penguasa Attawareng , yang menandai lahirnya Kerajaan Luwu. Sezaman dengan La Togelangi Batara Guru, terbitlah Tomanurung lainnya yang diturunkan di Cina, yaitu : La Tenriangke' ManurungngE ri Tellampulaweng Datu Cina I, yang menandai lahirnya Kerajaan Cina yang kelak berganti nama menjadi Pammana. Kemudian terjadilah pernikahan yang amat terkenal antar keturunan mereka, yaitu : Sawerigading Opunna Ware' (cucu La Patiganna) dengan We Cudai' DaEng ri Sompa Punna BolaE ri LatanEtE (cucu La Tenriangke'). Maka pada masa itulah dinyatakan sebagai penyatuan 2 wangsa, yakni Luwu dan Cina yang pada keturunan mereka mengidentiitaskan diri sebagai "Towugi" yang diambil berdasar nama ayahanda We Cudai', yakni : La Sattumpogi Punna LipuE ri Cina , yang kemudian menobatkan menantunya (Sawerigading) menjadi "Datu Cina".
Pada generasi ke-II Patoto'E yang menandai lahirnya Kerajaan Luwu dan Cina, terbit pula To Manurung lain yaitu : TurubElaE Laurengpessi ri Coppo' MEru ManurungngE ri Sawammegga Datu Tompotikka I (putera La Oddangriu Sankabatara ri RuwallettE), yang menandai lahirnya Kerajaan Tompotikka.
Hingga pada generasi ke-VII Patoto'E, yakni : Salinrunglangi Simpurusiang Mutiakawa Opunna Ware' ManurungngE ri Awo Lagading Pajung Luwu III, terbitlah pula seorang tokoh lain di negeri Sekkanyili' yang cukup jauh pula dari Negeri Luwu, yakni : La Temmalala' ManurungngE ri Sekkanyili Datu Soppeng I yang menandai kelahiran Kerajaan Soppeng.
Kedua "To Manurung" tersebut melahirkan generasinya masing-masing yang ditempatkan pada generasi ke-VII Patoto'E, yakni : La Ana'kaji Pajung ri Luwu IV (putera Simpurusiang) dan La Maracinna Datu Soppeng II (putera La Temmalala'). Sezaman dengan kedua tokoh tersebut, yakni pada generasi ke-VIII dari Patoto'E di Luwu, terbitlah beberapa Tomanurung (Orang yang turun dari khayangan) dan To Tompo (Orang yang timbul dari peretiwi/dunia bawah), diuraikan sebagai berikut :
1. La MammatasilompoE ManurungngE ri Matajang Mangkau ri Bone I, suami We MattengngaEmpo ManurungngE ri Toro, yang menandai lahirnya Kerajaan Bone.
2. ManurungngE ri TamalatE Sombayya Gowa I, isteri La Patala Bantang KaraEng TurijE'nE (KaraEng Bayo), yang menandai kelahiran Kerajaan Gowa.
3. La BungEnge' ManurungngE ri Bacukiki, Addatuang SidEnrEng I, suami We Teppulinge' ManurungngE ri Lawaramparang, menandai kelahiran Kerajaan SidEnrEng.
Hal menarik jika menyimak uraian Sejarawan Prof. Mr. Dr. H. Andi Zainal Abidin Farid yang mengemukakan bahwa We Mattengnga Empo ManurungngE ri Toro (permaisuri La MammatasilompoE ManurungngE ri Matajang Mangkau ri Bone I), sesungguhnya adalah salahseorang puteri Sawerigading Opunna Ware' dengan We Cudai' Daeng Risompa yang dilahirkan di Uri Liung (Dunia Bawah) pada masa "Pasca Tinrelle'", sebagaimana halnya dengan saudarinya yakni We Patyanjala Tompo'E ri Bussa Empo, Permaisuri SSalinrunglangi Simpurusiang Mutiakawa Opunna Ware' ManurungngE ri Awo Lagading Pajung Luwu III (Abidin, The Emergence Of The Kingdom Of Luwu, makalah - 1994).
Pada kesempatan lain, Sejarawan H.D. MangEmba menguraikan pula perhubungan Luwu dengan Gowa pada masa kelahiran Kerajaan dibagian selatan jazirah Sulawesi tersebut. Bahwa suami ManurungngE ri TamalatE Sombayya Gowa I sesungguhnya pula berasal dari Luwu pula. Tersebutlah salah seorang putera Salinrunglangi Simpurusiang Mutiakawa Opunna Ware' ManurungngE ri Awo Lagading Pajung Luwu III bernama "La Patala Bantang" yang disebutnya pula (H.D.Mangemba) sebagai "Laki' Padada" seorang pangeran yang gemar mengembara. Ia tidak berhasrat menjadi Raja, melainkan berburu Ilmu Keabadian yang disebutnya bernama : TengmatE Tengmatoa Malolo Pulana (Ilmu Tidak Mati, Tidak Tua dan Muda Selamanya).
Pengembaraan Laki' Padada yang hanya berbekal sebilah pedang yang bernama "sudanga" suatu ketika tiba di Sangalla' (Tana Toraja). Beliau memperisteri puteri Arung Sangalla dan menetap hingga beberapa lama. Namun hasratnya untuk berburu Ilmu yang diidam-idamkannya tersebut tidak tertahankan sehingga ia melanjutkan perjalanannya kearah selatan. Akhirnya pada suatu hari ia menemukan seorang guru yang berdiam pada suatu pulau yang kiranya mampu mengajarkan Ilmu yang diharapkannya. Namun kiranya takdir berkata lain, Laki Padada "Patala Bantang" gagal memenuhi syarat dalam proses mempelajarinya. Sang Pangeran nelangsa, berjalan ke selatan tanpa tujuan.
Ditengah perjalanannya, seekor "kuajeng" (Burung Garuda) menyambarnya dan membawanya terbang tinggi melintasi lautan luas. Sesampainya ditengah laut, Sang Garuda melepaskan Sang Patala Bantang yang terus jatuh ke lautan yang dalam. Namun berkat kesaktiannya, ia mampu bernafas didalam air dan terus berjalan menurut arah kakinya melangkah. Sekian lama mengembara dibawah laut, sehingga kakinya ditumbuhi berbagai jenis lokan dan tiram. Akhirnya pada suatu hari, ia mendarat pada suatu pantai suatu negeri yang kini dinamai menurut namanya, yaitu : Bantayang (BantaEng). Masyarakat pantai yang melihatnya dengan penuh takjub, sehingga menjulukinya sebagai "KaraEng TurijE'nE" Tuan yang datang dari air). Kemudian perjalanannya diteruskan menuju Gowa, hingga disanalah pengembaraannya berakhir dengan mengawini Ratu Gowa pertama dan digelari sebagai : KaraEng Bayo. Setelah beliau memerintah Kerajaan selama beberapa waktu hingga melahirkan anak-anaknya, KaraEng Bayo beserta isterinya, "mallajang" (raib) untuk selamanya. Mereka meninggalkan benda-benda pusaka yang menjadi regalia Kerajaan Gowa hingga kini, salahsatunya adalah : Sudanga, pedang pusaka yang dibawanya dari Luwu.
Berbeda pula dengan versi Puang Paliwang Tandilangi (putera Puang Sangalla), dimana tokoh "Laki' Padada" sesungguhnya adalah orang yang berbeda dengan "KaraEng Bayo". Dikatakan lebih lanjut, bahwa di "LEponna Bulang" (Tana Toraja) dikenal mitos "Tumanurung Tamboro Langi" yang memperhubungkan raja-raja Luwu, Gowa dan Sangalla'. Perkawinan Laki' Padada dengan Batara Lolo dari Luwu (putera Simpurusiang dengan Patyanjala) melahirkan putera-putera, sebagai berikut :
1. Patala MErang (Patala MEa, versi
Luwu) tinggal di Gowa menjadi "Somba" (suami Ratu) dengan mewarisi
sebilah kelewang bernama "Su'dang" dan Panji "SamparajaE".
2. Patala Bunga (Ana'kaji, versi Luwu) menjadi "Pajung" di Luwu dengan mewarisi sebilah kelewang bernama "Bungawaru" dan selembar panji bergelar "SulEngka".
3. Patala Bantang tinggal di LEponna Bulang bersama Laki' Padada (ayahnya) serta mewarisi dua bilah kelewang bergelar : "Manian" dan "Dosso" serta panji bergelar "BatE Manurung".
Terlepas dari kontroversi diatas, penulis lebih tertarik jika menelusuri penyebutan "Toraja" yang menjelaskan tentang masyarakat pertama di Sulawesi Selatan, terlepas dari kungkungan mytology. Sebagaimana dikisahkan, bahwa pada awalnya sekelompok orang yang membentuk diri sebagai suatu masyarakat di pinggir pantai yang dikenal sebagai "To Alau" (orang di timur). Seiring waktu, masyarakat itu semakin berkembang dan penyebutan identitas mereka sebagai "To Alau" semakin disederhanakan menjadi "To Luu", sehingga pengertiannya bergeser menjadi "orang di laut". Sesuatu yang sesungguhnya "tentu saja" tidak dipermasalahkan, mengingat perkampungan mereka terletak dipinggir laut. Seiring waktu, perkampungan itu kian besar, sehingga sekelompok keluarga memutuskan untuk berpindah kearah barat untuk memulai kehidupan bercocok tanam. Maka mereka merambah hutan pegunungan kearah barat hingga menemukan tempat yang cocok. Mereka membangun perkampungan itu sebagai hunian baru yang akhirnya dikenal oleh masyarakat "To Luu" sebagai "To Riaja" (Orang di Barat). Waktu berlalu dan zaman berganti, penyebutan "To Riaja" tersebut kini berubah menjadi "Toraja".
Perjalanan pendahuluan tulisan ini akhirnya tiba dibagian selatan Pulau Sulawesi, diteruskan pula menyeberang lautan hingga tiba di Pulau Selayar yang disebut dalam naskah I La Galigo sebagai "Silaja". Suatu fakta yang menarik yang didapati pada masyarakat kepulauan tersebut, bahwa mereka menyebut bangsawannya dengan : OPU, sebagaimana halnya di Luwu. Dalam penelusuran penulis pada tahun 1999, penulis mengenal akrab dengan seorang Bangsawan setempat, yakni : Opu Andi Amar, dimana beliau menjelaskan bahwa mereka sesungguhnya adalah para turunan We Tenri Balobo, puteri Sawerigading dengan We Cudai'. We Tenri Balobo dalam naskah silsilah penulis sesungguhnya bernama lengkap : We Tenri Balobo BEloKalempi Sulo Jajareng Punna LipuE ri Sabangloang (isteri La Tenripale' Opu Lamuru Totappu Bello AlawErunEng Mutia Pajung) adalah bukan seorang "Datu Silaja", melainkan gelar tersebut dijabat oleh adik kandungnya, yakni : We Tenri Dio Batari Bissu Punna LipuE ri Mallimongeng Datu ri Silaja.
Akhirnya perhatian diarahkan ke "Tana Wajo", negeri dimana penulis dilahirkan.Tertulis pula pada Lontara H. Andi Sumange'rukka dimana keterangan ini diperoleh dari Sejarawan Prof. Mr. Dr. H. Zainal Abidin, SH, bahwa menyangkut kisah "We Tadampali' Arung Masala Uli'E" yang dianggap sebagai salahsatu leluhur Bangsawan Wajo (khususnya wangsa BEttEmpola). Tersebutlah "Simpurusiang ManurungngE ri Talettu'" yang memperisterikan "We Patyanjala". Mereka melahirkan "Anakaji" yang kemudian berlayar ke seberang lautan untuk mempersunting 'We Tappacina", puteri Raja Mancapaik (Majapahit) yang bernama Sellamalama (nama lain Hayam Wuruk) dari isterinya yang bernama : Bara Aweling (Bhra Aweli). Anakaji memboyong isterinya kembali ke Sulawesi yang kemudian menganugerahkan hadiah penikahan kepada isterinya, sebuah negeri yang bernama : "Tana SitonraE" (gabungan negeri WagE, TEmpE dan Sengkang dimasa kini). Sengkang yang pada awalnya bernama "Siengkang" konon disebut demikian karena orang-orang Luwu dan orang-orang Majapahit (pengikut We Tappacina) bersamaan tiba dan menghuni negeri yang dihadiahkan tersebut.
Kemudian saudara perempuan Anakaji yang bernama We Sakkewanua bersuamikan La Tuppusolo' di Uri Liung (Dunia Bawah), melahirkan putera puteri, yakni : La Mallala'E dan We Posi'tana. La Mallala'E kemudian menikahi sepupu sekalinya bernama We Tenri Abang (puteri Batari Toja, saudara Anakaji dan We Sakkewanua), melahirkan : We Tadampali, La UlengtEpu dan La WajokEteng.
We Tadampali terkena kutukan Dewata sehingga mengidap penyakit lepra. Maka demi menjaga agar rakyat Luwu tidak terjangkit penyakit menular itu, terpaksa We Tadampali beserta segenap pengikutnya dihanyutkan dengan dibekali benda-benda pusaka kerajaan yang dibawa La Mallala'E dari Uri Liung, yaitu : Sebilah kelewang bergelar La TEakasi, sepucuk tombak bergelar La Ula Balu dan sebilah badik kecil bergelar Cobo'E. Hingga pada perjalanan masa pembuangannya, We Tadampali terdampar disuatu wilayah yang kini dikenal sebagai : Tosora (berasal dari kata TosorE : orang terdampar) yang kelak menjadi Ibukota Kerajaan Wajo. We Tadampali mendapatkan kesembuhan berkat jilatan "TEdong Buleng" (Kerbau Bulai) yang kemudian dipersunting oleh La Mallu' Toangingraja Arung BabauwaE (Bone Utara).
Menelusuri lebih jauh perihal leluhur masyarakat Sulawesi Selatan, kiranya tidaklah berlebihan jika sumber-sumbernya dirambah pada muara I La Galigo, naskah tertua Sulawesi yang ada. Disebutkan bahwa, "Pajung Luwu" sesungguhnya memiliki hubungan kekerabatan dengan berbagai Raja-Raja di banyak negeri pada zaman keemasannya, antara lain :
1. La Tenri Tatta ri Gima (Bima, Nusa Tenggara)
2. La Tenri Peppang ri Wadeng (Gorontalo)
3. TopangkElareng ri Taranati (TernatE)
4. La Temmadatu ri Butung (Buton, Sulawesi Tenggara)
5. Guru La Sellang Puang Palipada ri MassEnrEngpulu (EnrEkang)
6. Puang Pongkopadang ri Pitu Babanna Binanga (Sulawesi Barat)
7. dll..
Kemudian Sawerigading dijelaskan memiliki 70 orang sepupu sekali (sapposiseng cEra' lebbi') yang menjadi penguasa pada berbagai wilayah, antara lain disebutkan :
- La Mattulia ri Matano
- La Temmacelling ri BaEbunta
- La Maracinna ri Rongkong
- La Maranginang ri Masamba
- Guttu Patalo ri Bua
- La PawisEang ri Ponrang
- LA Saddakati ri Larompong
- La Rumbalangi (La Rumpang Langi) ri MEngkoka
- LA Banawa ri Duri
- Guttu Pareppa ri Toraja
- EllungmangEnrE' ri Tondong (Sinjai)
- La Pawawoi ri Balannipa (Mandar)
- dll..
Menyimak uraian perihal leluhur pada periode "Tumanurung" diatas, kiranya dapatlah disimpulkan bahwa sesungguhnya benar adanya jika "Luwu" dikatakan sebagai "Negeri Asal Muasal", sehingga pembahasan perihal "Kesatuan Silsilah" dalam periode Lontara dapat dilanjutkan pada bagian berikutnya dalam tulisan ini.
KESATUAN DALAM KERANGKA "MASSOMPUNGLOLO"
Beberapa waktu yang lalu, dalam sebuah perbincangan dengan Bp. H. Bustaming, S.Pd, M.Si (Kabid. Olahraga Dis.OPP Kota Parepare), penulis sempat berseloroh, "..menurut pendapat saya, yang disebut sebagai Suku Bugis pada masa ini belum tentulah "Ugi" yang dimaksud pada berbagai Lontara. Justru saya curiga jika "Ugi" yang dikisahkan pada "Lontara La Sampuraga" adalah "Orang EnrEkang" pada masa kini..". Sontak beliau yang saya tahu "berasal" dari EnrEkang tersebut terperangah !. "PEkkogi tasengngi, ndi' ?!" (Bagaimana anda bisa mengatakan demikian, dik ?)
.........................................................................................................
Bukan apa-apa, kadang-kadang saya hampir-hampir tidak mengerti "Bahasa Bugis" yang tercatat pada banyak Lontara Bugis sendiri. Begitu banyak kosa kata lama yang tidak digunakan sehari-hari dikalangan masyarakat yang dikatakan sebagai "Bugis" pada masa kini, justru masih digunakan pada bahasa sehari-hari masyarakat EnrEkang hingga hari ini. Sebagai contoh, penyebutan warna putih dalam beberapa Lontara Ugi', yakni : "Mabussa" dari asal kata "Bussa" atau "Busa". Orang EnrEkang masih menyebutnya demikian hingga kini, sementara dalam bahasa Bugis masa kini menyebutnya "MaputE" dari asal kata "PutE", kata yang mestilah berasal dari Bahasa Melayu. Kemudian penyebutan terhadap "kuburan", orang Bugis masa kini menyebutnya sebagai : "Kubburu'", sementara orang Konjo di Tanjung Bira (Bulukumba) menyebutnya sebagai : "Panrang" yang tentu saja berasal dari kata "panreng", sebagaimana tertulis pada banyak Lontara Bugis pula.
Membuka perbendaharaan lama, meminjam istilah Buya Hamka, penulis mencoba menguak kesatuan dalam keberagaman lewat pintu "Panguriseng" yang dalam kosa kata aslinya disebut sebagai "panguruseng" (pusat kesatuan), yang kemudian disebut sebagai "sitambung" dari induk bahasa melayu, yakni "stambon" serta lebih diperkaya pula dengan bahasa Arab, yaitu : Silsilah.
Seorang kerabat kami menyanggah dan meragukan jika konsep kesatuan dalam "berleluhur" ini dapat dijadikan sebagai pijakan dengan berdasar pada silsilah para bangsawan,sebagaimana diuraikan nanti. Bukankah terlalu naif jika itu dijadikan dasar kebersamaan, sementara "tidak semua" kita berasal dari turunan Bangsawan ?, demikian pertanyaan beliau. Maka penulis menguraikan dengan hati-hati, bahwa pada zaman dahulu ketika para bangsawan menyelenggarakan tradisi "diplomasi pernikahan" sebagaimana yang dirintis oleh Puatta TorisompaE (La Tenri Tatta DaEng SErang Petta MalampE'E Gemmekna) melalui kemenakannya, yakni "La Patau Matanna Tikka MatinroE ri Naga Uleng", mereka tidak datang sendiri, melainkan bersama dengan para pengikutnya dalam jumlah banyak yang nantinya mengadakan pula perkawinan silang dengan anak negeri setempat. Sebagai contoh, pernikahan agung "La Patau Matanna Tikka MatinroE ri Naga Uleng" dengan "We Yummung Datu Larompong" (puteri Sattiaraja Pajung ri Luwu XIX dengan Petta MatinroE ri LawElareng) tentu saja membawa pengikut masing-masing, serta kemungkinan besar pada generasi yang sama terjadi pernikahan pula diantara mereka.
Lagipula, pada masa ini kiranya sulit mendapatkan orang yang tidak memiliki hubungan darah dengan para Raja dari masa-masa lalu. Mungkin saja bukan dari lapis kedua diatasnya, tapi bisa saja dari lapis-lapis berikutnya. Seseorang menganggapku pula terlalu naif dengan pemikiran ini. Apa benar ?!, tanyanya. Coba saja anda menghitungnya dengan baik, kataku. Setiap orang (individu) memiliki ayah dan ibu yang itu diletakkan pada generasi I diatasnya. Kemudian pada generasi II, tentu saja berkembang menjadi 4 orang (ayah ibu dari ayahnya dan ayah ibu dari ibunya). Lalu pada generasi III, tentu saja berkembang menjadi 16 orang. Maka generasi IV, jumlah generasi III yang 16 orang itu dikalikan menjadi 4 lagi, hasilnya semakin berkembang menjadi 64 orang. Inipun merupakan perhitungan bagi sebuah bagan silsilah "sederhana". Dapat dibayangkan, jika sangat kecil kemungkinan dalam generasi ke-IV setiap orang yang berjumlah 64 orang tersebut tidak satupun yang merupakan "keturunan bangsawan", walaupun setetes sekalipun ?. Akhirnya berdasar itulah, sehingga orang-orang tua kita senantiasa berwasiat, "Aja' lalo gaga tau mupakariawa.., nasaba' niga missengngi abbatireng maneng-manengna sEddiE tau ?" (jangan pernah memandang rendah seseorang.., karena siapakah kiranya yang tahu seluruh asal muasal seseorang ?).
Perihal lain yang dapat menyebabkan terjadinya peralihan identitas "asal negeri" bagi masyarakat Sulawesi Selatan dan Barat dimasa kini adalah, terjadinya migrasi pada masa perang dengan Kolonial Belanda. Mereka meninggalkan negeri kelahirannya dengan berbagai alasan, antara lain : peperangan dengan Pemerintah Hindia Belanda yang membuat mereka "tersingkir" ke negeri lain, contohnya : pengunsian ArumponE We Tenriawaru "I Pancaitana" BessE' Kajuara ke Suppa (Pinrang) dalam bulan Desember 1859, akibat terdesak oleh pasukan General Van Swieten dan sekutu bumi puteranya yang rata-rata terdiri dari kaum aristocrat Bone sendiri. Pengunsian itu merupakan "migrasi" besar-besaran sebagian Rakyat Bone yang terdiri dari sisa-sisa pasukan yang setia beserta keluarganya, turut serta mengawal Ratu-nya sekeluarga ke Negeri Suppa yang jauh. Tiga tahunkemudian, tepatnya dalam tahun 1862, We Tenriawaru "I Pancaitana" BessE' Kajuara dinobatkan oleh rakyat Suppa selaku Datu Suppa hingga wafatnya dan mendapatkan gelar kehormatan sebagai "Petta MatinroE ri Majennang, Suppa".
Setelah seratus tahun berlalu, sebagian keturunan We Tenriawaru "I Pancaitana" BessE' Kajuara Mangkau ri Bone XXVIII tersebut dengan tanpa ragu menyatakan diri sebagai " To Suppa", sekiranya ditanya daerah asalnya. Demikian pula halnya dengan turunan para pengikut beliau yang kini tersebar dan beranakpinak di Suppa. Walaupun dalam tenggang waktu yang tidak terlalu lama kemudian, yakni pada tanggal 12 April 1931, salahseorang cucu We Tenriawaru "I Pancaitana" BessE' Kajuara Mangkau ri Bone XXVIII dinobatkan pula selaku Mangkau ri Bone, yaitu : Andi Mappanyukki' Sultan Ibrahim Datu Lolo Suppa Petta MatinroE ri Panaikang.
Hal yang sama dapat pula terjadi dari peristiwa sebaliknya, misalnya pada pasca Perang Makassar, Petta TorisompaE (Arung Palakka Petta MalampE'E Gemme'na) yang membagi-bagikan tanah kepada para pasukan setianya di Labakkang (Pangkep). Mereka adalah lasykar yang berjasa telah mengikuti Petta TorisompaE sejak perantauan di Batavia (Jakarta), ekspedisi perang ke Pariaman (Sumatera Barat), Perang Makassar, hingga ekspedisi penaklukan lasykar KaraEng GalEsong dan KaraEng Bontomarannu di Kakaper, Jawa Timur. Kini keturunan para lasykar khusus asal Bone dan Soppeng tersebut lebih mengenal diri sebagai "Orang Labakkang", tanah kelahirannya.
Beberapa kejadian lainnya yang juga turut mengubah status anak negeri ini, walaupun tidak sampai mengubah akar budaya asalnya, antara lain disebutkan disini, yaitu :
1. Para turunan Syekh Yusuf "Tajul Khalwati" Tuanta Salamaka yang tersebar di Sulawesi Selatan, Banten, Srilangka hingga Cape Town (Afrika Selatan),
2. Turunan I Mannidori KaraEng GalEsong (Putera Sultan Hasanuddin) yang tersebar di Pulau Jawa, diantaranya yang terkenal adalah Pahlawan Nasional Dr. Wahidin Sudirohusodo dan Setiawan Djodi,
3. Turunan Opu nan Lima yang tersebar di Riau, Kalimantan hingga Malaysia yang menurunkan para Yam Tuan Muda Riau, Sultan MEmpawa, Sambas dan Pontianak, diantaranya yang terkenal adalah Pahlawan Nasional asal Riau, yakni Raja Aji Yamtuan Muda Riau Marhum Teluk Ketapang dan Sastrawan Raja Ali Haji,
4. Turunan La Tenri Dolong To Lebba'E Datu Pammana yang banyak tersebar di Sumatera dan Kamboja,
5. Turunan DaEng TuagE', bangsawan ksatria Wajo yang tersebar pula di Siak Sri Indrapura (Riau), turunannya yang terkenal adalah : Laksamana Raja di Laut dengan Perahu Lancang Kuningnya yang terkenal,
6. Turunan KaraEng Aji, pangeran Makassar yang menebar turunanannya di Pahang, Malaysia. Turunannya yang terkenal adalah PM. Malaysia Tun Abdul Razak dan puteranya, PM. Malaysia Tun Najib,
7. Turunan La Rajadewa Arung Belawa yang tersebar di Singapura,
8. Turunan para orang Wajo yang telah membuka Samarinda hingga kini banyak tersebar sebagai masyarakat terkemuka di Kutai Kertanagara (Kalimantan Timur),
9. Turunan para Sultan Bima dan Sumbawa yang berhubungan langsung dengan silsilah Kesultanan Gowa,
10. Turunan KaraEng Ballasuka dan KaraEng Pao (Sinjai) yang dibuang oleh Pemerintah Gubernemen Belanda ke Cianjur (Jawa Barat) dalam tahun 1862, sehingga salahseorang keturunannya yang terkenal adalah DaEng Kanduruan Ardiwinata seorang tokoh sastrawan Sunda dan Sesepuh paguyuban Pasundan,
11. serta masih banyak lagi yang lainnya.
Walaupun mengingat keterbatasan ruang pada judul tulisan ini untuk menguraikan silsilah para putera Bugis Makassar perantau yang tersebut diatas satu demi satu, namun pada kesatuan silsilah yang akan diuraikan berikut ini kiranya dapat merangkum mereka yang berada menetap di Sulawesi maupun yang sudah terlahir diluar Sulawesi. Sebagaimana diwasiatkan oleh para pendahulu, bahwa : "Duami malebbi riyala bokong temmawari ri linoE, iyanaritu : Assompulolongeng na Paddissengeng MadEcEng.." (hanya dua bekal berharga yang tak akan pernah basi di dunia, yakni : perhubungan sanak keluarga dan ilmu yang bermamfaat). Maka dengan ini dihaturkan uraian silsilah perhubungan para Raja-Raja Sulawesi Selatan dan Barat, dipilih pada jalur-jalur perhubungan yang luas saja, menurut maksud tema tulisan ini, dihaturkan sebagai berikut :
I. KERAJAAN LUWU
Pada bagian awal tulisan ini telah diuraikan perihal Kerajaan Luwu yang "diakui" sebagai Kerajaan Asal seluruh kerajaan di Sulawesi Selatan. Maka dibawah ini diuraikan pula uraian silsilah keturunan para Pajung dan Opu di Luwu yang menyebar ke kerajaan lainnya.
Telah diuraikan pada bagian terdahulu, bahwa sejak Dynasti Dewata Manu
rungngE telah terjadi perhubungan kawin mawin dengan pendiri kerajaan lainnya, baik di Jawa maupun di kawasan timur Indonesia pada masa kini. Maka pada bagian ini diuraikan perkawinan para Bangsawan Luwu dengan Bangsawan dari negeri-negeri lainnya pada masa syiar Islam di Sulawesi Selatan pada abad XVI, sebagai berikut :
Ỗ Pati Arase’ (La Pati Ware') DaEng Parambong (Dg. Parabbung) Sultan Muhammad Waliyu Mudharuddin Petta MatinroE ri Ware’ Pajung ri Luwu XVI (Raja Luwu pertama masuk Islam, menurut silsilah TippuluE adalah Pajung ke XIII), menikah dengan ∆ KaraEngta ri Balla’ Bugisi (saudara kandung I Mangngarangi DaEng Manrabia Sultan Alauddin Somba Gowa XIV, Raja Gowa pertama yang masuk Islam), melahirkan : 1. Ỗ Pati Pasaung Sultan Abdullah Mahyuddin Petta MatinroE ri MalangkE Pajung ri Luwu XVII, 2. Ỗ Petta MatinroE ri Somba Opu, 3. ∆ Somba BainEa.
Ỗ Pati Pasaung Sultan Abdullah Mahyuddin Petta MatinroE ri MalangkE Pajung ri Luwu XVII, menikah dengan ∆ We Panangngareng Petta MatinroE ri Judda , melahirkan : Ỗ Palissubaya Sultan Ahmad Nazaruddin Petta MatinroE ri Gowa Pajung ri Luwu XVIII.
Ỗ Palissubaya Sultan Ahmad Nazaruddin Petta MatinroE ri Gowa Pajung ri Luwu XVIII menikah dengan ∆ Opu DaEng MassallE, melahirkan : Ỗ Sattiaraja Petta MatinroE ri Tompotikka PAjung ri Luwu XIX.
Ỗ Sattiaraja Petta MatinroE ri Tompotikka Pajung ri Luwu XIX, menikah dengan ∆ Petta To CEnrana (Bone), melahirkan : Ỗ La Sangaji Opu Patunru Luwu.
Ỗ Sattiaraja Petta MatinroE ri Tompotikka Pajung ri Luwu XIX, menikah dengan ∆ We Diyo’ DaEng Massiseng Petta I Takalara MatinroE ri LawElareng , melahirkan putera puteri, sbb :
1. Ỗ La Onrong Topalaguna Pajung ri Luwu XX menikah dengan ∆ We PAttEkEtana (puteri La Mappajanci Sultan Ismail Datu TanEtE dengan permaisurinya : We Tenri Abang Datu MArioriwawo = adik Arung Palakka Petta MalampE’E Gemme’na) , melahirkan : ∆ Batari Tungke’ Pajung ri Luwu XXII.
Kemudian,
..
Ỗ La Onrong Topalaguna Pajung ri Luwu XX menikah dengan ∆ I Rukiah , melahirkan : Ỗ La KasEng Tosibengngareng Petta MatinroE ri Kaluku BodoE Pajung ri Luwu XXI , menikah dengan ∆ I Saoda Datu Pacciro, melahirkan :
Ỗ La Tenri Peppang DaEng Paliweng Petta MatinroE ri Sabbangparu Pajung ri Luwu XXVI menikah dengan ∆ I Wakkang Batari Toja DaEng Matana Datu Bakke’ (puteri We Tenri LElEang)
Kemudian, ..
Ỗ La Tenri Peppang DaEng Paliweng Petta MatinroE ri
Sabbangparu Pajung ri Luwu XXVI menikah dengan ∆ I Manneng DaEng Masiang (puteri ∆ Arung Timurung Opu PawElaiyyE ri Bola Ukiri’na, melahirkan : ∆ I Tenriawaru Datu Soppeng XXIX Pajung ri Luwu
XXVII.
2. ∆ We Ummung (Tenri Ummung) Datu Larompong Petta MatinroE ri Bola Jalajja’na, menikah dengan Ỗ LA Patau’ Matanna Tikka Arung Palakka Sultan Alimuddin Idris Ranreng Tuwa Wajo Petta MatinroE ri Nagauleng Mangkau ri Bone XVI , melahirkan putera puteri, sbb :
* Ỗ La Temmasonge’ (La Mappasosong) Sultan Abdul
Razak Jalaluddin Petta MatinroE ri Mallimongeng Mangkau’ ri Bone XXII, menikah dengan
∆ Sitti Aisyah (puteri Muhammad Maulana KaraEng Tumabbicara Butta Gowa), melahirkan putera puteri, sbb : 1. Ỗ La Balloso’ Toakkotto Muhammad Ramalang Arung PonrE Petta MaddanrengngE ri
Bone, 2. ∆ I Mida Arung Lapanning, 3. ∆ I Rana (We Banna) Petta Ranreng Tuwa Wajo, 4. ∆ We TenriollE Arung Lapanning, 5. ∆ I PAkkemme’ Arung Majang.
* ∆ We Batari Toja DaEng Talaga Mangkau ri Bone XVII
Pajung ri Luwu XXI,
* ∆ We Patimanaware’ Arung Timurung Opu PawElaiyyE ri
Bola Ukiri’na,
∆ We Patimanaware’ Arung Timurung Opu PawElaiyyE ri
Bola Ukiri’na, menikah dengan Ỗ La Raunglangi Opu Patunru’ Luwu, melahirkan putera puteri, sbb : 1. ∆ I Manneng DaEng Masia (isteri Ỗ La Tenri Peppang DaEng Paliweng Petta MatinroE ri
Sabbangparu Pajung ri Luwu XXVI ), 2. ∆ I Pawawoi Opu DaEng Matajang (isteri La Tadda Opu MatinroE ri LEmpa), 3. ∆ Opu BoE,
* ∆ Opu TolEmbaE menikah dengan Ỗ Ana'na Pabbicara Bittua
* Ỗ La SallE Opu Daeng Panai’ menikah
dengan ∆ I BessE Opu DaEng Tarima, melahirkan : 1. Ỗ Opu MpElaiyangngi Kannana (suami ∆ Opu BoE), 2. ∆ Opu DaEng Talala (suami Ỗ Maddika Sangalla).
Kembali keawal, yakni pernikahan lain Ỗ Sattiaraja,
Ỗ Sattiaraja Petta MatinroE ri Tompotikka
Pajung ri Luwu XIX, menikah dengan ∆ We Diyo’ DaEng Massiseng Petta I Takalara
MatinroE ri LawElareng , melahirkan
: Ỗ La Sangaji Opu Patunru Luwu
Ỗ La Sangaji Opu Patunru Luwu menikah dengan ∆ I Mammu DaEng TalEna, melahirkan Ỗ La Rumpang Megga TosappEilE Opu Cenning
Luwu.
Ỗ La Rumpang Megga TosappEilE Opu Cenning
Luwu menikah dengan ∆ BAtari Tungke’ Pajung ri Luwu XXII (puteri
Ỗ La Onrong Topalaguna Pajung ri Luwu
XX ), melahirkan :
1. Ỗ La Oddangriu Datu TanEtE Datu SoppEng XXIII menikah dengan ∆ I Tungke’ Puang DaEng, melahirkan : ∆ I Sabong,
2. ∆ We Tenri LElEang Petta MatinroE ri SorEang PAjung
ri Luwu XXIII/XXV menikah dengan Ỗ La MAppasiling (La Mappaselli) Datu Pattojo Petta
MatinroE ri Duninna, melahirkan :
·
Ỗ La Mappajanci Datu Soppeng XXVII,
·
∆ We Tenriabang DaEng Baji DatuE Watu Datu Pattojo
Petta MatinroE ri PangkajEnE.
Kemudian
We
Tenri LElEang menikah lagi, :
∆ We Tenri LElEang Petta MatinroE ri SorEang PAjung ri Luwu XXIII/XXV menikah dengan Ỗ La Mallarangeng Datu Lompulle’ Datu Marioriwawo, melahirkan :
· Ỗ La Tenrisessu Arung Pancana Opu Cenning Luwu
· ∆ I Wakkang Batari Toja DaEng Matana Datu Bakke’,
· Ỗ La Maggalatung Tokali Datu Lompulle’,
· ∆ I Tenripada DaEng MalEleng,
· ∆ I Patimang Dennyarasi MatinroE,
· ∆ I Panangngareng Datu Marioriwawo,
Uraian ini kemudian dilanjutkan pada generasi berikutnya, sbb :
∆ I Pawawoi Opu DaEng Matajang(puteri ∆ I Patimana WarE' Arung
Timurung Opu PawElaiyyE ri Bola Ukiri’na, dengan Ỗ La Raunglangi Opu Patunru’ Luwu) menikah dengan Ỗ La Tadda Opu MatinroE ri LEmpa, melahirkan : ∆ We Kabo Opu DaEng Nipati (isteri
La Makkasau Arung KEra Dulung Pitumpanua
bin La Temmasonge’ "La
Mappasossong" Sultan Abdul Razak Jalaluddin Petta MatinroE ri Mallimongeng
Mangkau’ ri Bone XXII dengan Sitti
Habibah)
∆ Opu BoE (puteri ∆ I Patimana Ware' Arung Timurung Opu PawElaiyyE ri Bola Ukiri’na, dengan Ỗ La Raunglangi Opu Patunru’ Luwu) menikah dengan Ỗ Opu MpElaiyangngi Kannana (putera La SallE Opu DaEng Panai), melahirkan : ∆ Opu Indo’na Ako
∆ Opu DaEng Talala (puteri Ỗ La SallE Opu Daeng Panai’ dengan ∆ I BessE Opu DaEng Tarima) menikah dengan Ỗ Maddika Sangalla’, melahirkan : Ỗ La Konta Opu DaEng Mamangung (Suami
Opu MatinroE ri BonE LEmo)
Kemudian pula,
∆ We Tenriabang DaEng Baji DatuE Watu Datu PAttojo Petta MatinroE ri
PangkajEnE (puteri ∆ We Tenri LElEang Petta MatinroE ri SorEang PAjung
ri Luwu XXIII/XXV dengan Ỗ La Mappasiling "La
Mappaselli" Datu Pattojo Petta MatinroE ri Duninna) menikah dengan Ỗ La Kasi DaEng Majarungi Petta PonggawaE ri Bone (putera La Temmasonge' Arumpone MatinroE ri
Mallimongeng), melahirkan : Ỗ La Banrulla
Kemudian ..
∆ We Tenriabang DaEng Baji DatuE Watu Datu PAttojo Petta MatinroE ri
PangkajEnE menikah dengan Ỗ La Pallawagau’ Arung Maiwa Datu Pammana Petta
Pilla ri Wajo, melahirkan : 1. ∆ We Tenri Balobo DaEng riyasE Datu Pammana, 2. ∆ I Mappanyiwi Datu Pammana, 2. ∆ I Sompa DaEng Sinring DAtu Pammana, 3. ∆ I BubE KaraEng PambinEang, 4. Ỗ La Tenri Dolong To LEbba’E Datu PAmmana
Ỗ La Mappajanci Datu Soppeng XXVII (putera ∆ We Tenri LElEang Petta MatinroE ri SorEang Pajung ri Luwu XXIII/XXV dengan Ỗ La Mappasiling "La Mappaselli" Datu Pattojo Petta MatinroE ri Duninna) menikah dengan ∆ I Sabong (puteri La Oddangriu Datu TanEtE Datu SoppengXXIII), melahirkan : ∆ We MEnengratu Arung Lipukasi
Kemudian ..
Ỗ La Mappajanci Datu Soppeng XXVII menikah dengan ∆ We TenriollE Arung Lapanning , melahirkan putera puteri, sbb :
1. ∆ We Tenri Ampareng Datu Lapajung Datu Soppeng XXX (isteri
La PabEangi Datu Ganra
Arung BElawa),
2. Ỗ La MappapolEonro Sultan Nuhung Petta MatinroE ri Amala’na Datu Soppeng
XXVIII (suami ∆ I Tenriawaru Datu Soppeng XXIX Pajung ri Luwu XXVII binti
La Tenri Peppang DaEng Paliweng Petta
MatinroE ri Sabbangparu Pajung ri Luwu XXVI).
Ỗ La Tenrisessu Arung Pancana Opu Cenning Luwu (putera ∆ We Tenri LElEang Petta MatinroE ri SorEang Pajung ri Luwu XXIII/XXV dengan Ỗ La Mallarangeng Datu Lompulle’ Datu Marioriwawo) menikah dengan ∆ We Tenrilawa BessE PEampo (puteri La Passaung Arung MEngE dengan We Tenri LEkke Arung Sajoanging), melahirkan : Ỗ La Makkarakalangi Baso Tancung Datu Marioriawa (suami I Dulu Datu Mario ri Attangsalo)
Kemudian ..
Ỗ La Tenrisessu Arung Pancana Opu Cenning Luwu menikah dengan ∆ I Pada Punna BolaE Petta ri Silaja, melahirkan : ∆ Asia Datu Lompulle’ (isteri La
Mappaware’ Datu Lamuru putera ∆ I Panangngareng Datu Marioriwawo dengan
Ỗ La Sunra Datu Lamuru)
Ỗ La MappapolEonro Sultan Nuhung Petta MatinroE ri Amala’na Datu Soppeng
XXVIII (Putera Ỗ La Mappajanci Datu Soppeng XXVII dengan ∆ We TenriollE Arung Lapanning) menikah dengan ∆ I Tenriawaru Datu Soppeng XXIX Pajung ri Luwu
XXVII binti La Tenri
Peppang DaEng Paliweng Petta MatinroE ri Sabbangparu Pajung ri Luwu XXVI, melahirkan putera puteri, sbb :
1.
Ỗ La Tenri Oddang Pajung ri Luwu XXVIII (suami We Habibah Opu Daeng Talebbi), melahirkan : Ỗ La JEmmabaruE Pajung ri Luwu XXIX (suami
Opu DaEng PAnangngareng), melahirkan
: ∆ I Kambo (We KAbbe) Opu DaEng ri Sompa Pajung ri
Luwu XXXII (isteri La Tenri
LEkke’ Opu Cenning Luwu), melahirkan : Ỗ Andi JEmma Petta MatinroE ri Kemerdekaanna Pajung
ri Luwu XXXIII (suami Andi
Tenripadang Opu Datu Luwu binti Andi
Mappanyukki Sultan Ibrahim Datu Suppa Petta MatinroE ri Gowa MAngkau ri Bone
XXXII/XXXIV), melahirkan : Ỗ Andi JEmma BaruE.
2.
Ỗ La Tenri Sessu’ Arung Galung (suami I WEwanglangi), melahirkan : Ỗ La Mattarima
3. Ỗ La Sumange’rukka Arung BEru-BEru (suami
Ane’ Banna Opu Indo’na I Raju), melahirkan
: ∆ I Mappa’ DaEng Tasa’na
4. ∆ I Pancaitana Arung Akkampeng (isteri
La Rumpangmegga Datu Lamuru bin La Mappaware’ Datu Lamuru dengan Asia Datu Lompulle), melahirkan : ∆ I Panangngareng Datu Lompulle’ (isteri
La Patongai Datu Pattiro), melahirkan
: Ỗ Laonrong Datu Pattiro Datu Soppeng XXXII (suami
I Baccicu Datu Ganra Arung BElawa), melahirkan
: ∆ I Soji Arung BElawa Datu Madello (isteri
La TEngko Petta Manciji’E ri Wajo bin
La Tune’ Sangiang Arung BEttEngpola
Petta MatinroE ri Tancung), melahirkan : Ỗ Andi Patongai Datu Doping Arung BElawa.
5. Ỗ La Guttu Patalo Datu Mari-Mari (suami
I MaurantE Petta Ipao)
6. Ỗ La Saliu Opu Sanggaria (suami
Arung Lita)
7. ∆ We Singara’ DaEng MAtana (isteri
La WEwang Opu MatinroE ri Baruganna bin
La Makkasau Arung KEra Dulung Pitumpanua
dengan We Kabo’ Opu DaEng Nipati)
8. ∆ We Hamidah Pajung ri Luwu XXX
9. Ỗ La PAmadenglettE Datu Watu Opu Cenning Luwu (suami
I Pada DaEng Makanang bin La Makkasau Arung KEra Dulung Pitumpanua dengan
We Kabo’ Opu DaEng Nipati )
Mencermati
uraian silsilah diatas, dapatlah dilihat bahwa Andi JEmma Pajung ri Luwu
XXXIII yang merupakan Raja Luwu terakhir, sesungguhnya memiliki “darah campuran” Gowa,
Bone, Wajo, Soppeng, Sangalla, Barru, serta menjalin hubungan kekerabatan dengan
semua Raja-Raja se-Sulawesi Selatan dan Barat. Maka pernyataan seorang kerabat
kami yang "merasa" sebagai "Orang Luwu Asli" beberapa tahun
yang lalu, bahwa : "..tahta Pajung Luwu PANTANG dan TIDAK PERNAH diduduki
oleh seorang bangsawan yang tidak berdarah LUWU MURNI !", kini terbukti
sebagai kekhilafan yang tidak perlu adanya.
Panguriseng
sebagaimana diuraikan diatas dikutip dari Lontara
Abbatirengna Ana' ArungngE ri Soppeng dari "parEEna" (Bab) : Abbatirengna
Ana' ArungngE ri Luwu yang dikutipnya pula dari himpunan silsilah Paduka H.
Andi Wana Datu Soppeng XXXVI. Pada lontara silsilah ini didapati
"perbedaan" dengan Lontara Silsilah lainnya yang menyangkut perihal
Raja-Raja Luwu, yakni : ∆ I Kambo (We KAbbe) Opu DaEng ri Sompa Pajung ri Luwu
XXXII (isteri La
Tenri LEkke’ Opu Cenning Luwu) yang pada Lontara lainnya disebutkan sebagai lelaki, diantaranya pada
salinan Almarhum Paduka Opu TosinilElE. Kemudian pada bagian lainnya,
didapati pula perbedaan versi era jabatan Pajung yang pada hemat penulis
tidaklah mengurangi otentitas dan prinsif-prinsif referensinya.
Mengingat
blog kita bersama yang bertitel "Putera Belawa" ini, maka penulis
dapat menyatakan bahwa para turunan bangsawan di Belawa pada saat ini dapat
pula dikatakan sebagai "Orang Luwu". Salah seorang tokoh Belawa pada
abad XVIII yang keturunannya adalah hampir segenap turunan bangsawan di Belawa
pada masa ini, adalah : La Tamang Petta Palla'E
adalah sesungguhnya "Wija Luwu" pula, sebagaimana
diuraikan, sbb :
∆ We Tenri LElEang Petta MatinroE ri SorEang PAjung ri Luwu XXIII/XXV menikah dengan Ỗ La MAppasiling (La Mappaselli) Datu Pattojo Petta MatinroE ri Duninna, melahirkan : ∆ We Tenriabang DaEng Baji DatuE Watu Datu Pattojo
Petta MatinroE ri PangkajEnE.
∆ We Tenriabang DaEng Baji DatuE Watu Datu Pattojo MatinroE ri PangkajEnE menikah dengan Ỗ La Pallawagau’ Arung Maiwa Datu Pammana Petta Pilla ri Wajo, melahirkan : ∆ We Tenri Balobo DaEng riyasE Datu
Pammana,
∆ We Tenri Balobo DaEng ri YasE Datu Pammana menikah dengan Ỗ La Sappo Petta Ogi Datu Palireng Arung Belawa MatinroE ri CempaE, melahirkan : Ỗ La Tamang Petta Palla'E.
Ỗ La Tamang Petta Palla'E menikah dengan ∆ I LEkke' (puteri DaEng Parebba Petta Bulu'bangi), melahirkan : 1. Ỗ La Pamessangi Baso'
Parepare, 2. Ỗ La PallEmpa DaEng Pawawa
Petta MatinroE ri PittuE.
Ỗ La Pamessangi Baso' Parepare menikah dengan ∆ I RubEng, melahirkan : 1. Ỗ La Tiling DaEng Maggading
SullEwatang BElawa Orai', 2. La Mantu Petta Palla'E.
Ỗ La Tiling DaEng Maggading SullEwatang BElawa Orai' menikah dengan ∆ I Mannungke' (puteri Arung
Data), melahirkan : Ỗ La Dai Puenna Mattiroang.
Perhubungan
Belawa dengan Luwu sesungguhnya sangat erat, mengingat Ỗ La Mappasiling (La Mappaselli) Datu Pattojo Petta MatinroE ri Duninna (suami We Tenri LElEang Petta MatinroE ri SorEang
PAjung ri Luwu XXIII/XXV) dimakamkan
pula di "Jara' LompoE" di TippuluE, Belawa.
Pada
hampir semua Lontara Panguriseng yang penulis baca, baik Silsilah Ajappareng
(SidEnrEng, Rappang, Suppa, Alitta, Sawitto dan Parepare), maupun Soppeng,
Pammana, TanEtE, Pancana, Berru, MandallE', SEgEri, PangkajEnE (kepulauan)
hingga Gowa dan Bone, maka tokoh ∆ We Tenri LElEang Petta MatinroE ri SorEang Pajung ri Luwu XXIII/XXV adalah Tokoh Sentral didalamnya. Bahkan lebih jauh
pula, jika merunut ke kitab Tuhfat an Nafis, karya Pahlawan Nasional
Pujangga Raja Ali Haji yang memuat perihal sejarah dan silsilah para
"Opu Lima" juga mengakar dari nazab ∆ We Tenri LElEang, diuraikan dengan penyesuaian Lontara panguruseng
Soppeng, sbb :
∆ We Tenri LElEang Petta MatinroE ri SorEang PAjung ri Luwu XXIII/XXV menikah dengan Ỗ La Mallarangeng Datu Lompulle’ Datu Marioriwawo, melahirkan : 1. Ỗ La Tenrisessu Arung Pancana Opu Cenning Luwu ,
2. ∆ I Wakkang Batari Toja DaEng Matana Datu Bakke’, 3. Ỗ La Maggalatung Tokali Datu Lompulle’, 4. ∆ I Tenripada DaEng MalEleng, 5. ∆ I Patimang Dennyarasi MatinroE, 6. ∆ I Panangngareng Datu Marioriwawo,7. Ỗ La Maddusila Toappasawe’ Datu
TanEtE
Ỗ La Maddusila Toappasawe’ Datu TanEtE (Lamdusalat : Tuhfat
An Nafis) menikah
dengan ∆ I SaEnong Datu Citta (puteri La
Temmasonge’ Sultan Abdul Razak Jalaluddin Petta MatinroE ri Mallimongeng Mangkau’
ri Bone XXII dengan Sitti Habibah), melahirkan putera puteri, sbb:
1. Ỗ Opu Tenriborong DaEng ri LEkke’ (Upu Tendri Burang Dahing Rilaga : Tuhfat
An Nafis),
menikah dengan ∆ …………………………………………………………………….. , melahirkan putera puteri, sbb :
- Ỗ Opu DaEng Parani (Upu Dahing Parni ; Tuhfat
An Nafis)
menikah dengan ∆ Ana’na Nakoda Alang (Kari Abdul Malik, seorang Saudagar Wajo yang
menjadi pemuka masyarakat di Pulau Siantang, Kalimantan Timur), , melahirkan
putera puteri, sbb : 1. Ỗ Opu DaEng Kamboja “Yang Dipertuan Muda Riau III”
(1746 – 1777), 2. ∆ Opu DaEng Khatijah (Permaisuri Raja Alam, Kerajaan
Siak Sri Inderapura)
Opu DaEng Parani kemudian menikahi pula Puteri Raja Selangor dan Adik Raja Kedah yang
menurunkan para Sultan Selangor dan Sultan Kedah hinggah sekarang.
- Ỗ Opu DaEng MarEwa (Upu Dahing Marewah :
Tuhfat An Nafis) Pangeran Kelana Jaya
Putera “Yang Dipertuan Muda Riau I” (1721 – 1729)
- Ỗ Opu DaEng Cella’ (Upu Dahing Celak :
Tuhfat An Nafis) Sultan Alauddin Syah
“Yang Dipertuan Muda Riau II, Johor dan Pahang dengan segala daerah taklukannya
(1729 – 1746) menikah dengan ∆ …………………………………….. , melahirkan putera puteri, sbb :
1. Ỗ Raja Aji Marhum As Syahid fi Sabilillah Teluk Ketapang “Yang Dipertuan
Muda Riau IV” (1777 - 1784)
menikah
dengan
∆ …………………….. , melahirkan : Ỗ Angku Raja Ahmad Al Haj menikah dengan ∆ …………………….. melahirkan : Ỗ Raja Ali Al Haji (Bapak Bahasa Indonesia dan
penulis Tuhfat An Nafis)
2. Ỗ Raja Lumun ”Sultan Salehuddin” Raja Selangor I (naik
tahta pada tahun 1743) menikah
dengan
∆ …………………….. , melahirkan : Ỗ Sultan Ibrahim Raja Selangor II menikah dengan ∆ …………………….. melahirkan : Ỗ Sultan Muhammad Raja Selangor III
- Ỗ Opu DaEng Manambung (Upu Dahing Menambung:
Tuhfat An Nafis ) Pangeran Emas Surya
Negara Sultan Mempawah (Kalimantan
Barat)
- Ỗ Opu DaEng KamasE (Upu Dahing Kamasi : Tuhfat An Nafis ) Pangeran Mangkubumi Raja Sambas
(Kalimantan Timur ?).
2. ∆ Sitti Halijah Arung Pao menikah dengan Ỗ Toappasawe’ Arung Berru, melahirkan : Ỗ La Sumange’rukka Topatarai menikah dengan ∆ I BaEgong Arung MacEgE (puteri
Toappatunru Petta MatinroE ri Lalengbata
Mangkau’ Bone XXIII dengan Arung
Kaju), melahirkan : 1.Ỗ Singkerru’rukka Arung Palakka Mangkau’ ri Bone XXIX, 2. We Tenripada Arung Berru (isteri I
Malingkaan Somba Gowa XXXIII)
3. ∆ I Cudai Arung Berru
4. ∆ I Buba Datu Citta
5. ∆ I Cammi
6. Ỗ La Patau Datu TanEtE menikah dengan ∆ I Pacu Petta MabbolasadaE, melahirkan : Ỗ La CengngE menikah dengan ∆ I Dalatikka Petta Massaolebbi'E, melahirkan : 1. ∆ Intang Arung Pao-Pao, 2. Ỗ La SappEilE Datu TEmpE, 3. ∆ I Dalatongeng Datu TempE
∆ I Dalatongeng Datu TEmpE menikah dengan Ỗ La Mappanyompa Arung Ujung
Petta Ranreng Tuwa Wajo, melahirkan : ∆ I Ninnong Datu TEmpE Petta Ranreng Tuwa Wajo menikah dengan Ỗ I Malingkaan KaraEng ri Bura'nE, , melahirkan : 1. ∆ I Munawwarah Datu TEmpE (isteri Ỗ La Sumange'rukka KaraEng BEroanging), 2. Ỗ Baharuddin Datu TEmpE, 3. ∆ Muhdaria KaraEng Sinrijala (KaraEng Balla'sari), 4. Ỗ Hasan Mahmud KaraEng Bontorannu
7. Ỗ La Tomanggung Petta Addiangeng
8. Ỗ La TowaggangmettE
Datu Citta menikah dengan ∆ I Hindong, melahirkan : Ỗ La Mattalatta Arung Bila
9. Ỗ MaggamoE
10. ∆ I Tenri Jai
11. ∆ I BessE
Uraian
perihal putera puteri Ỗ La Maddusila Toappasawe’ Datu TanEtE (Lamdusalat : Tuhfat
An Nafis) diatas, pada akhirnya menunjukkan pada kita bahwa Ỗ Opu DaEng Parani (Upu Dahing Parni ; Tuhfat
An Nafis) sesungguhnya "Massappo Siseng"
(Bersepupu sekali / saudara misan) dengan para Raja-Raja Besar Sulawesi Selatan
pada masanya, antara lain :
1. Ỗ La Sumange’rukka Topatarai,
2. Ỗ La CengngE,
3. Ỗ La Mattalatta Arung Bila,
Hingga
akhirnya penulis kini tidak heran lagi ketika bertemu dengan junjungan kami Almarhumah
Petta Balla'sari di Surabaya pada tahun 1988, dimana Baginda saat itu
sedang dalam perjalanan pulang dari muhibahnya ke Johor, Malaysia atas undangan
kerabatnya, yakni : Sultan Johor.
Kemudian
salahseorang putera Ỗ La MappapolEonro Sultan Nuhung Petta MatinroE ri Amala’na Datu Soppeng
XXVIII dengan ∆ I Tenriawaru Datu Soppeng XXIX Pajung ri Luwu
XXVII binti La Tenri
Peppang DaEng Paliweng Petta MatinroE ri Sabbangparu Pajung ri Luwu XXVI, yakni : Ỗ La PamadenglettE Datu Watu Opu Cenning Luwu, telah mengukuhkan namanya sebagai tokoh pusat
yang menurunkan Raja-Raja terkemuka di Wajo, Soppeng, Sawitto, Pammana,
Pamboang (Mandar, Sulawesi Barat), Belawa dan lainnya, sebagaimana diuraikan
dibawah ini :
Ỗ La PAmadenglettE Datu Watu Opu Cenning Luwu menikah dengan ∆ I Tenri Arung Singkang (Wajo), melahirkan putera puteri, sbb :
1. Ỗ La Paremma' Datu La Pajung
2. ∆ We Gau
3. ∆ I MundEng
4.
Ỗ
La TalEmpeng Arung Singkang Datu Soppeng XXXIII menikah dengan ∆ I Tahira Petta Patola Wajo, melahirkan
putera puteri, sbb :
-
∆
I Baccicu Datu Ganra Arung
Belawa,
-
∆
I Mappanyiwi Datu Watu Petta Patola Wajo
∆ I Mappanyiwi
Datu Watu Petta Patola Wajo menikah dengan Ỗ La Walinono Datu Botto, melahirkan putera puteri, sbb :
*
Ỗ
La OddangpEro Datu Larompong Arung Matoa Wajo XLIV menikah dengan ∆ I Tenri Esa', melahirkan : Ỗ La Sumange'rukka Petta Patola Wajo menikah dengan
∆ I Panangngareng Datu Pattojo, melahirkan :
∆ I Pancaitana Datu Pattojo (isteri
Muhammad Arsad Datu Marioriwawo bin La Mangkona Datu Marioriwawo Arung Matoa
Wajo XLV)
Ỗ La OddangpEro Datu Larompong Arung Matoa Wajo
XLIV menikah dengan ∆ I Nomba KaraEng Balla’kaca, melahirkan putera
puteri, sbb :
· Ỗ La Maddukelleng Petta Cakkuridi
ri Wajo (suami I Tenri SanrE Addatuang Sawitto XIV)
· ∆ Batari Toja Arung Gilireng menikah dengan Ỗ La Mappanyompa Petta MaddanrengngE
ri Pammana melahirkan putera puteri, sbb :
~ Ỗ Pallawarukka Petta Pilla’E ri Wajo
~ ∆ Tenriampareng Datu Pammana
* Ỗ La Wawo Datu Botto menikah dengan ∆We Tenrimario Datu Lamuru, melahirkan : Ỗ La Mangkona Datu Marioriwawo Arung Matoa Wajo XLV ; (Arung Matoa Wajo Terakhir) menikah dengan ∆
Addiluwu Datu Watu, melahirkan putera puteri,
sbb:
- Ỗ Muhammad Arsad Datu Marioriwawo
- ∆
Tenri AbEng (isteri La PatEttEngi Addatuang Lolo Sidenreng)
- ∆
Tenri Angka (isteri Tonralipu Maraddia Pamboang, Mandar)
- ∆
Tenri Pakkemme’ (isteri Abu BaEdah Arung Ganra)
- ∆ I
Baccicu Datu Lamuru (isteri Sulolipu Petta Tomarilaleng Bone)
* ∆ I Tenriwatu Sultanah Zaenab Datu Soppeng XXXV menikah dengan Ỗ
La PabEangi Arung Ganra SullE Datu Soppeng (putera La Onrong Datu Pattiro Datu Soppeng XXXII dengan I Baccicu Datu Ganra Arung Belawa), melahirkan putera puteri, sbb:
· Ỗ La
Wana Datu Ganra Datu Soppeng XXXVI (Datu Soppeng Terakhir)
· Ỗ La JEmma Datu Lapajung,
· ∆ I Tahira Petta Patola Wajo,
· ∆ Addiluwu DatuE Watu.
Kemudian
putera Ỗ La TalEmpeng Arung Singkang Datu Soppeng XXXIII menikah dengan ∆ I Tahira Petta Patola Wajo yang terakhir adalah :
Ỗ La PamadenglettE Datu Watu Opu Cenning Luwu menikah dengan ∆ I Pada DaEng Makanang
binti La Makkasau Arung KEra Dulung
Pitumpanua dengan We Kabo’ Opu DaEng
Nipati, melahirkan: Ỗ Iskandar Datu Larompong Pajung ri Luwu XXIX menikah dengan ∆ We SabbE Tolebbi, melahirkan: ∆ I RawE Opu DaENg Talebbi menikah dengan Ỗ La OddangpEro Datu Larompong Arung Matoa Wajo XLIV
melahirkan:
1. Ỗ Iskandar Datu Botto
2. Ỗ La Mappanyompa Opu Totadampali Tomarilaleng Luwu
Sekiranya uraian diatas dikembalikan lagi ke ∆ We Tenriabang DaEng Baji DatuE Watu Datu PAttojo Petta MatinroE ri PangkajEnE menikah dengan Ỗ La Pallawagau’ Arung Maiwa Datu Pammana Petta
Pilla ri Wajo, melahirkan : 1. ∆ We Tenri Balobo DaEng riyasE Datu Pammana, 2. ∆ I Mappanyiwi Datu Pammana, 2. ∆ I Sompa DaEng Sinring Datu Pammana, 3. ∆ I BubE KaraEng PambinEang, 4. Ỗ La Tenri Dolong To LEbba’E Datu PAmmana, maka melalui garis I Sompa DaEng Sinring DAtu
Pammana yang menikah dengan La Settiang Opu Maddika Bua akan
didapati jika mereka akan menurunkan para Datu Pammana, Addatuang SidEnrEng,
Arung Rappeng, KaraEng BEroanging, Arung Berru, Datu Suppa, Addatuang Sawitto,
Arung Matoa Wajo, Mangkau ri Bone, Arung MallusEtasi hingga Sombayya ri
Gowa. Namun mengingat jika bagaimanapun uraian kita bersama ini akan
dilanjutkan melalui perhubungan silsilah pada kerajaan-kerajaan lainnya, maka
nantinya akan dibahas pada bagian "Kerajaan SidEnrEng".
II. KERAJAAN BONE
Sejak didirikannya sebagai sebuah Kerajaan dalam tahun 1326, dimana Raja pertamanya yaitu : La MammatasilompoE ManurungngE ri Matajang, maka nantilah pada generasi ke-5 setelah To ManurungngE ri Matajang barulah Kerajaan ini mencatatkan kiprahnya dalam perhubungannya dengan kerajaan-kerajaan lainnya di Sulawesi Selatan dan Barat. Generasi ke-5 itu adalah La Tenri Sukki MappajungngE Mangkau ri Bone V. Baginda dikenal sebagai raja yang giat melakukan peperangan dan penaklukan untuk memperluas wilayah Tana Bone. Pada masanyalah, pasukan Luwu yang dipimpin sendiri oleh La DEwaraja TosEngereng Datu KElali’ Pajung ri Luwu dapat dipukul mundur di CEnrana dan bahkan mampu merebut salahsatu payung kebesaran Tanah Luwu dan Bendera merah angkatan bersenjata Kerajaan Luwu. Kemenangan itulah yang menjadikan pujian bagi baginda La Tenri Sukki dengan gelar “MappajungngE” karena telah merebut payung kebesaran Luwu, walaupun pada akhirnya Baginda Payung Luwu memberikannya sebagai "cinderamata". Maka peperangan yang terkenal itu menghasilkan sebuah perjanjian terkenal pula, yakni : Ulu Ada Polo MalElaE ri Luwu yang menandai penyerahan negeri Cenrana dalam wilayah kekuasaan Tanah Bone.
Setelah
kemenangan gemilang itu, Baginda MappajungngE
meneruskan peperangannya ke negeri Mampu. Maka dalam waktu relative singkat,
negeri itu menyatakan takluk dan dijadikan negeri Palili Tanah Bone. Penghargaan rakyat Bone terhadap raja yang hebat
ini menjadikannya sebagai patron raja-raja setelahnya. Setiap Raja Bone yang
dinobatkan setelah wafatnya baginda, mestilah dari garis keturunan “MappajungngE”, sebagamana diuraikan
sebagai berikut :
Ỗ La Tenrisukki MappajungngE Mangkau Bone V (putera
∆ We BarigauMakkaleppiE
MallajangngE ri Cina Mangkau Bone IV dengan Ỗ La Tenribali Arung Kaju) menikah dengan ∆ We Tenrisokke, melahirkan putera puteri, sbb:
1. Ỗ La Ulio Botte'E Petta MatinroE ri Itterrung
Mangkau Bone VI,
2. ∆ We Tenrigella (isteri Opu Daleng ri
Kung),
3. ∆ DenradatuE
Ỗ La Ulio Botte'E Petta MatinroE ri Itterrung Mangkau
Bone VI menikah dengan ∆ We TenriwEwang Arung Pattiro (Puteri ∆ We Sumange DatenriwEwang, saudara La Tenrisukki MappajungngE), melahirkan putera puteri, sbb:
1. Ỗ La
TenrirawE BongkangngE Petta MatinroE ri Gucinna Mangkau Bone VII, menikah dengan ∆ We Tenripakkua Arung Timurung
2. Ỗ La Ica
Petta MatinroE ri AddEnEnna Mangkau Bone VIII, menikah dengan ∆ We Tenripakkua Arung Timurung, melahirkan putera puteri, sbb:
∆ We
Tenrisoloreng MakkkalaruE Datu Pattiro menikah dengan Ỗ La
Pancai' Topatangkai Arung Suli, melahirkan putera
puteri, sbb:
-
Ỗ La Maddaremmeng Sultan Muhammad Saleh Petta MatinroE ri Bukaka Mangkau
Bone XIII,
- Ỗ La
Tenroaji Tosenrima Petta MatinroE ri Siang Mangkau Bone XIV.
- Ỗ La
Tenripale' ToakkappEang Sultan Abdullah Petta MatinroE ri Tallo Mangkau
Bone XII menikah dengan ∆ We
PalettEi KanuangngE (puteri ∆ We
Tenrituppu Maddusila Petta MatinroE ri Sidenreng Mangkau Bone X dengan Ỗ Towaddusila TorilEwoE arung Sijelling).
3. ∆ We
Tenripauwwang menikah dengan Ỗ La
Makkarodda Totenribali MabbEluwa'E Datu Marioriwawo (putera Ỗ La
WaniagaTomakerra Arung Bila dengan ∆ We Bolosugi) , melahirkan: Ỗ La
TolEmpeng Datu Pattojo.
Ỗ La
TolEmpeng Datu Pattojo menikah dengan ∆ I
TenrilEkke' Baji' LEmbaE Datu Marioriwawo, melahirkan putera
puteri, sbb:
-
∆ I Pasang DatuE Watu menikah dengan Ỗ La
Pottobunne' KaraEng Tana Tengnga Datu Lompulle', melahirkan: Ỗ La Page' Arung Lompengeng
- ∆ I Baru Dasajo Datu Pattojo
menikah dengan Ỗ La Tenribali Datu Soppeng XV (putera
Ỗ La Maddussila
Towakka Arung mampu dengan ∆ We Tenrigella Datu Lapajung) melahirkan
putera puteri, sbb: 1. ∆ We Adeng PatipuengngE Datu Watu Datu Soppeng
XVI, 2. Ỗ La TenrisEnge' ToEsa' Datu
Soppeng XVII.
4. ∆ I LEppeng menikah dengan Ỗ La Saliu Arung Palakka (putera Ỗ La GomEng dengan ∆ I MangampE Walida MaddanrengngE ri Palakka, puteri
La Tenrigerra' Datenripala, saudara La Tenrisukki MappajungngE) , melahirkan:
Ỗ La Tenriruwa Sultan Adam Arung
Palakka Petta MatinroE ri BantaEng Mankau Bone XI.
Ỗ La Tenriruwa Sultan Adam Arung Palakka Petta
MatinroE ri BantaEng Mankau Bone XI menikah dengan ∆ We TenrilEkke I Baji LEmbaE Datu
Marioriwawo, melahirkan:
∆ We Tenrisui Datu Marioriwawo.
∆ We Tenrisui Datu Marioriwawo menikah dengan Ỗ La Pottobunne' KaraEng Tana Tengnga Datu Lompulle', melahirkan putera puteri, sbb:
· Ỗ La Tenritatta DaEng SErang ToErung Petta MalampE'E
Gemme'na Arung Palakka Tounru Petta TorisompaE Sultan Sa'aduddin Datu Mario ri
Wawo, Mangkau Bone XV Datu Tungke'na Tana Ugi
· ∆ We TenriEsa' DaEng Upi Mappolo BombangngE menikah dengan Ỗ La Pakkokoi Petta UgiArung Timurung MaddanrengngE
ri Bone (putera - Ỗ La Maddaremmeng Sultan Muhammad Saleh Petta
MatinroE ri Bukaka Mangkau Bone XIII dengan ∆ We Massengrima Arumpogi), melahirkan: Ỗ La Patau Matanna Tikka MalaE Sangra Sultan
Alimuddin Idris Arung Palakka Petta Ranreng Tuwa Wajo MatinroE ri Nagauleng
Mangkau Bone XVI.
· ∆ We Tenriabang DaEng Baji Datu Marioriwawo menikah dengan Ỗ La Mappajanci Sultan Ismail Datu Tanete, melahirkan: ∆ We PattEkEtana
∆ We PattEkEtana menikah dengan Ỗ La Onrong Topalaguna Pajung ri Luwu XX , melahirkan : ∆ Batari Tungke’ Pajung ri Luwu XXII.
· ∆ We Kacumpureng Daumpi Datu Mari-Mari menikah
dengan Ỗ Todani Datu Bakke Datu Citta Arung LEtta'
Addatuang SidEnrEng IX Datu Ajatappareng (putera ∆ We Tasi Arung Alitta dengan
Ỗ Topabilla Datu Citta).
· Ỗ La Onggo'
· Ỗ La Tenrigerra
Setelah
Perang Makassar berakhir yang ditandai dengan penandatanganan "Perjanjian
Bongaya" pada tanggal 21 Nopember 1667, Kerajaan Bone mmencapai puncak
kejayaannya sejak didirikannya. Kemenangan Petta TorisompaE (Ỗ La Tenritatta DaEng SErang ToErung Petta MalampE'E
Gemme'na Arung Palakka Tounru Petta TorisompaE Sultan Sa'aduddin Datu Mario ri
Wawo, Mangkau Bone XV Datu Tungke'na Tana Ugi ) beserta sekutunya terhadap Kerajaan Gowa beserta
sekutunya pula, merupakan babak baru dalam catatan sejarah Sulawesi Selatan.
Kemenangan
Bone dan sekutunya kemudian semakin kukuh setelah memenangkan perang dengan
Kerajaan Wajo yang ditandai pula dengan penandatanganan kalah perang oleh La
Palili' Tomalu' Puanna La Cella' Arung Matoa Wajo XXIV (1670-1679). Dua
tahun kemudian, Ỗ La Maddaremmeng Sultan Muhammad Saleh Petta
MatinroE ri Bukaka Mangkau Bone XIII wafat dan digantikan oleh La Tenritatta DaEng SErang
ToErung Petta MalampE'E Gemme'na Arung Palakka Tounru Petta TorisompaE Sultan
Sa'aduddin Datu Mario ri Wawo, Mangkau Bone XV Datu Tungke'na Tana Ugi
yang juga digelari oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai : De Konijn
der Bogies (Kaisar Bugis).
Baginda
Petta TorisompaE tidak memiliki putera kandung untuk mewarisi
tahtanya. Konon baginda pernah memiliki putera, namun gugur dalam Perang
Makassar yang dahsyat itu. Selama hidupnya yang melegenda, Petta
Torisompa memiliki banyak isteri, namun yang sering tercatat dalam
Lontara adalah : I Mangkawani DaEng TalElE (puteri KaraEng
Pattinngalloan Tumabbicara Butta Gowa) dengan We Yadda Datu Watu
(puteri La Tenribali Petta MatinroE ri Datunna Datu Soppeng XV dengan
We Bubungeng I Dasajo Datu Pattojo atau We Baru).
Setahun
sebelum Petta TorisompaE wafat dalam tahun 1696, baginda yang
digelari Petta MatinroE ri Bontoala menobatkan kemenakannya,
yakni : Ỗ La Patau Matanna Tikka WalinonoE
La Tenribali MalaE Sangra Sultan Alimuddin Idris Arung Palakka Petta Ranreng
Tuwa Wajo MatinroE ri Nagauleng Mangkau Bone XVI atau yang lazim disebut saja sebagai "Matanna
Tikka" (Sang Matahari).
Sejak
menyandang sebagai "Ana' Mattola" (Putera Mahkota), Matanna
Tikka terlebih dahulu dipersiapkan oleh pamannya (Petta
TorisompaE) untuk mengukuhkan wilayah kekaisarannya melalui
"diplomasi perkawinan". Baginda Matanna Tikka
dinikahkan dengan puteri para Raja-Raja Sulawesi Selatan dan Barat pada masa
itu dengan disertai perjanjian bahwa keturunan Matanna Tikka yang
kelak dinobatkan menjadi raja setempat , sebagaimana diuraikan sbb :
Ỗ La Patau Matanna Tikka WalinonoE La Tenribali
MalaE Sangra Sultan Alimuddin Idris Arung Palakka Petta Ranreng Tuwa Wajo
MatinroE ri Nagauleng Mangkau Bone XVI Pattojo menikah dengan ∆ We Tenriummung Datu Larompong Petta MatinroE ri
Bola Jalajja'na (puteri
Ỗ Sattiaraja Petta MatinroE ri
Tompotikka Pajung ri Luwu XIX, dengan ∆ We Diyo’ DaEng Massiseng Petta I Takalara
MatinroE ri LawElareng), melahirkan putera puteri, sbb:
· Ỗ La Temmasonge’ (La Mappasosong)
Toappawelling Sultan Abdul Razak Jalaluddin Petta MatinroE ri Mallimongeng
Mangkau’ ri Bone XXII, menikah dengan ∆ Sitti Aisyah (puteri Muhammad Maulana KaraEng Tumabbicara Butta Gowa), melahirkan putera puteri, sbb : 1. Ỗ La Balloso’ Toakkotto Muhammad Ramalang Arung
PonrE Petta MaddanrengngE ri Bone, 2. ∆ I Hamida Arung Lapanning, 3. ∆ I Rana (We Banna) Petta Ranreng Tuwa Wajo, 4. ∆ We TenriollE Arung Lapanning, 5. ∆ I PAkkemme’ Arung Majang.
·
Ỗ La Balloso’ Toakkotto Muhammad Ramalang Arung
PonrE Petta MaddanrengngE ri Bone , menikah dengan ∆ We Tenrigau, , melahirkan putera
puteri, sbb : 1. ∆ I Kati Arung Palippu (isteri Ỗ La SampennE' Petta Labattoa Arung Liu
Cakkuridi ri Wajo), 2. ∆ We Halijah I PatetEi (isteri Ỗ La KunEng Datu Suppa VIII, Addatuang Sawitto
VIII, Arung Belawa Orai' ), 3. ∆ We Tenripada Petta MatinroE ri Saodenra (isteri Ỗ La Tenri Tappu Sultan Ahmad Saleh Petta
MatinroE ri Rompegading Mangkau ri Bone XXIII ) ,
·
∆ I Kati Arung Palippu menikah dengan Ỗ La SampennE' Petta Labattoa Arung Liu
Cakkuridi ri Wajo melahirkan putera puteri, sbb : 1. Ỗ La Makkaraka Petta Ugi Arung Belawa (suami
∆ I KambeccE Petta PatolaE Wajo) , 2. ∆ We Sao Arung Liu, 3. ∆ Petta Eccu (isteri Ỗ Opu BarangmamasE), 3. Ỗ La Olling Arung Liu Petta MaddanrengngE ri Bone.
Ỗ La Makkaraka Petta Ugi Arung Belawa , menikah dengan ∆ I KambeccE Petta PatolaE Wajo melahirkan : ∆ I Busa Petta WaluE Arung Belawa
∆ I Busa Petta WaluE Arung Belawa menikah dengan Ỗ La Tompi Wanua Arung Bettempola Arung Belawa Petta MaddanrengngE MatinroE ri Wajo (putera Ỗ La Sengngeng Arung BEttEmpola MatinroE ri Salawa'na dengan ∆ I Mappangideng Arung Macanang), melahirkan putera puteri, sbb : 1. Ỗ La Tune' Mangkau Arung BEttEmpola Petta MatinroE ri Tancung , 2. Ỗ La Raja Dewa Arung Belawa, 3. ∆ We Kalara' Arung BEttEmpola, 4. La Makkulawu Petta Ogi
Ỗ La Tune' Mangkau Arung BEttEmpola Petta MatinroE ri Tancung menikah dengan ∆ Sompa ri Timo MajjampaE Petta PabbatE PEnrang MatyinroE ri Cinottabi (puteri Ỗ La Olling Arung Liu Petta MaddanrengngE ri Bone dengan ∆ BessE' Daeng TallE), melahirkan putera puteri, sbb : 1. Ỗ La Gau'Arung BEttEmpola Petta MatinroE ri Masigi'na, 2. Ỗ La Jallo' Datu Patila, 3. Ỗ La GomEng (La ComE'), 4. ∆ I Gallong Arung Liu MajjumbaE, 5. Ỗ La Daming Petta Ogi Arung Belawa, 6. Ỗ La KeccE' Petta Manciji ri Wajo, 7. Ỗ La TEngko Arung Belawa Alau Petta Manciji ri Wajo, 8. ∆ I Hawang.
Ỗ La TEngko Arung Belawa Alau Petta Manciji ri Wajo menikah dengan ∆ I Soji Arung Belawa Datu
Madello (puteri Ỗ La Onro Datu Pattiro Datu
Soppeng XXXII dengan ∆ I Baccicu DatuE Ganra
Arung Belawa), melahirkan putera puteri, sbb :
1. ∆ I Tenrikawareng Arung
Belawa MallinrungngE ri Pompanua,
2. ∆ I Panangngareng Datu
Madello menikah dengan Ỗ La MappangilE Addatuang
Sidenreng KaraEng TinggimaE (putera I ParEnrEngi KaraEng TinggimaE Datu Suppa), melahirkan putera puteri, sbb : 1. Ỗ La Onro Arung Belawa,
2. ∆ I
Soji KaraEng KanjEnnE' Datu Suppa.
∆ I Panangngareng Datu
Madello menikah dengan Ỗ La Makkaraka Arung
BEttEngpola, melahirkan
: ∆ I
Banna Datu Lompulle'.
3. Ỗ La Passamula' Cella'
Belawa menikah dengan ∆ I Maddanaca, melahirkan : ∆ I Sami'
4. Ỗ La Patongai Datu Doping
Arung Belawa (Datu Bolong).
Ỗ La TEngko Arung Belawa Alau Petta Manciji ri Wajo menikah dengan ∆ I REwo Puang Remmaa (puteri
Ỗ La
Kadu' Arung Batu), melahirkan
: ∆ I
Batari Petta Lonra.
∆ I Batari Petta Lonra menikah dengan Ỗ Landeng
Paddanreng Ana'banua (putera I Hawang, kakak kandung
La TEngko Petta Manciji ri Wajo), melahirkan putera
puteri, sbb :
1. Ỗ Bau
Emmang, 2.
I Mapparimeng Petta Lonra
·
∆ We Batari Toja DaEng Talaga Petta MatinroE ri
TippuluE Mangkau ri Bone XVII Pajung ri Luwu XXI,
·
∆ We Patimana Ware' Arung Timurung Datu
Larompong Opu PawElaiyyE ri Bola Ukiri’na, menikah dengan Ỗ La Raunglangi Opu Patunru’ Luwu , melahirkan putera puteri, sbb : 1. ∆ I Manneng DaEng Masia (isteri Ỗ La Tenri Peppang DaEng Paliweng Petta MatinroE ri
Sabbangparu Pajung ri Luwu XXVI ), 2. ∆ I Pawawoi Opu DaEng Matajang (isteri La Tadda Opu MatinroE ri LEmpa), 3. ∆ Opu BoE,
·
∆ Opu TolEmbaE menikah dengan Ỗ Ana'na Pabbicara Bittua
·
Ỗ La SallE Opu Daeng Panai’ menikah
dengan ∆ I BessE Opu DaEng Tarima, melahirkan : 1. Ỗ Opu MpElaiyangngi Kannana (suami
∆ Opu BoE), 2. ∆ Opu DaEng Talala (suami
Ỗ Maddika Sangalla).
Kemudian,
Ỗ La Patau Matanna Tikka WalinonoE La Tenribali
MalaE Sangra Sultan Alimuddin Idris Arung Palakka Petta Ranreng Tuwa Wajo
MatinroE ri Nagauleng Mangkau Bone XVI Pattojo menikah dengan ∆ I Mariama KaraEng Pattukangan (puteri Ỗ I Mappadulung KaraEng Sanrobone Sultan Abdul
Jalil Tumenanga ri Lakiung Sombayya Gowa XIX , dengan ∆ Petta Bau Bone KaraEng Lakiung), melahirkan putera puteri, sbb:
· Ỗ La Pareppa' TosappEwaliE Sultan Ismail Petta
MatinroE ri Sombaopu Sombayya Gowa XX, Mangkau ri Bone XIX, Datu Soppeng
XX menikah
dengan ∆ I Gumittiri (puteri Ỗ I Mallawakkang DaEng Mattingri KaraEng
Kanjilo Sultan Abdul Kadir KaraEng Tallo X Sombayya Gowa XVII dengan ∆ KaraEng Parang-Parang) , melahirkan : Ỗ La Massellomo Ponggawa LoE ri Luwu (suami
∆ I Cado Arung Tajong)
Ỗ La Massellomo Ponggawa LaoE ri Luwu menikah dengan ∆ I Cado "We Gau" Arung Tajong melahirkan : Ỗ La Mappapenning Petta Ponggawa Bone.
Ỗ La MappapenningToappaware' Petta Ponggawa Bone menikah dengan ∆ We Hamidah Arung Timurung Arung Lapanning (puteri Ỗ La Temmasonge’ "La Mappasosong"
Sultan Abdul Razak Jalaluddin Petta MatinroE ri Mallimongeng Mangkau’ ri Bone
XXII,
dengan ∆ Sitti Aisyah ) melahirkan putera puteri, sbb:
1. Ỗ La Tenri Tappu Sultan Ahmad Saleh Petta MatinroE
ri RompegadingMangkau ri Bone XXIII menikah dengan
∆ We Tenripada Petta MatinroE ri Saodenra (puteri Ỗ La Balloso' Toakkotto Arung PonrE
MaddanrengngE Bone dengan ∆ We Tenrigau ) melahirkan : 1. Ỗ La Tenrisukki Arung Kajuara MaddanrengngE ri Bone,
2. ∆ I Marola Arung Pao (isteri La PattEbba Watanglipu Soppeng)
2. ∆ We Tenri Alu BessE Apala Arung Apala menikah dengan Ỗ La MappapolEonro Sultan Nuhung Petta MatinroE ri
Amala’na Datu Soppeng XXVIII (Putera Ỗ La Mappajanci Datu Soppeng XXVII
dengan ∆ We TenriollE Arung Lapanning) melahirkan putera puteri,
sbb:
- Ỗ La Mataesso SullE Datu Soppeng menikah
dengan ∆ I Yaddauwan We Tenrimono Arung Salo Tungo
- ∆ We Tenri Kawareng Arung Sao LEbba menikah dengan Ỗ La Sumange'rukka Arung TanEtE melahirkan
: 1. Ỗ La Patonagi Datu Pattiro, 2. Ỗ La Passamula' Datu Balusu
- Ỗ La Unru Datu Soppeng XXXI menikah dengan ∆ I Massellimang Mabbaju NyilaE melahirkan : 1. Ỗ La Mansure' Baco Sidenreng Watanglipu
Soppeng, 2. ∆ I Bonga Petta Indo ri Lampoko (isteri Ỗ La Passamula' Datu Balusu)
3. ∆ We Yabang (We Barigau ?) menikah dengan Ỗ La Mappulana Petta CakkuridiE ri Wajo, melahirkan :
Ỗ La Tokong (La Toto) Petta PallEkoreng Datu
Pammana,
Ỗ La Tokong (La Toto) Petta PallEkoreng Datu
Pammana menikah
dengan ∆ We Rana " I Banna " Petta Ranreng Tuwa
Wajo (puteri Ỗ La Temmasonge’ "La Mappasosong"
Toappawelling Sultan Abdul Razak Jalaluddin Petta MatinroE ri
Mallimongeng Mangkau’ ri Bone XXII dengan ∆ We Momo Sitti Aisyah : sepupu sekali kakeknya ? : penulis)
melahirkan putera puteri, sbb:
I - ∆ Sitti Hudaiyah Petta Ranreng Tuwa Wajo menikah dengan Ỗ La Tenridolo Arung Telle' melahirkan : ∆ Amirah Petta Ranreng Tuwa Wajo
∆ Amirah Petta Ranreng Tuwa Wajo menikah dengan Ỗ La PabEangi Petta TurubElaE (putera Ỗ La Cella' Petta PatolaE Wajo dengan ∆ We Tungke' Petta MajjumbaE), melahirkan putera puteri,
sbb: 1. Ỗ La Pawellangi Petta PajungpEroE Datu ri
Akkajeng Arung Matoa Wajo XXXIX, 2. We Panangngareng Datu Tempe.
II - Ỗ La Paranrengi DaEng Sijerra menikah
dengan ∆ I Tenriampareng, melahirkan : Ỗ Daeng Maroa CambangngE Petta Pangulu Lompo
Belawa.
Ỗ Daeng Maroa CambangngE Petta Pangulu Lompo
Belawa menikah dengan ∆ I Samayya (puteri Ỗ Petta Pabbicara Laomapadang dengan ∆ I Banna ) melahirkan : Ỗ Muhammad Tang DaEng Paliweng Petta Pangulu
Barisi'na Belawa.
Putera Puetta Matanna
Tikka dengan I Mariama KaraEng Pattukangan berikutnya,
adalah :·
·
Ỗ La
Panaongi Topawawoi Arung Mampu Datu Soppeng Mangkau ri Bone XX menikah
dengan ∆ We Sitti Hawang Daeng Masennang melahirkan : Ỗ La Page' Arung Mampu Arung Malolo ri Bone.
Ỗ La
Page' Arung Mampu Arung Malolo ri Bone menikah dengan ∆ We Saloge Arung
Wetteng, melahirkan putera puteri, sbb: 1. Ỗ La Mappangara Arung SinrE Petta Tomarilaleng
PawElaiyyE ri Sesso'E, 2. Ỗ La Mappaware' Arung Tompobulu, 3. ∆ We Masi Arung
Wetteng.
Lalu,
Putera Matanna Tikka dengan KaraEng Pattukangan
berikutnya, yakni :
·
Ỗ La Padassajati Toappaware Petta MatinroE ri
BEulang Datu Soppeng XIX/XXI Mangkau ri Bone XVIII
Kemudian,
..
Ỗ La Patau Matanna Tikka WalinonoE La Tenribali
MalaE Sangra Sultan Alimuddin Idris Arung Palakka Petta Ranreng Tuwa Wajo
MatinroE ri Nagauleng Mangkau Bone XVI Pattojo menikah dengan ∆ We Baya DalabataE "To BukakaE"
Datu Lamuru, melahirkan : Ỗ La Tone' Datu Laisu Arung Amali Datu Soppeng
XXVI.
Ỗ La Tone' Datu Laisu Arung Amali Datu Soppeng
XXVI menikah dengan
∆ Datu Marioriawa melahirkan : Ỗ La
Mappaiyyo.
Ỗ La Patau Matanna Tikka WalinonoE adalah terkenal
sebagai Raja yang memiliki banyak isteri. Namun dari sekian banyak itu,
hanya dua diantaranya yang dianggap sebagai "Arung Makkunrai"
(permaisuri), yakni : ∆ We Tenriummung Datu Larompong Petta MatinroE ri Bola Jalajja'na dan ∆ I Mariama KaraEng
Pattukangan. Maka anak mereka berdualah yang dianggap sebagai
"Ana' Mattola" (Putera Puteri Mahkota) pada 4 Negeri Besar Sulawesi
Selatan, yaitu : Luwu. Bone Gowa dan Soppeng.
Adalah merupakan suatu
persyaratan mutlak yang ditetapkan oleh La Patau Matanna Tikka
WalinonoE ketika menjelang penobatan beliau selaku ahli waris Petta
TorisompaE , bahwa :
"Saya akan menerima kesepakatan orang banyak dari apa yang telah
ditetapkan Petta TorisompaE, yaitu apabila orang banyak mengakui dan mengetahui
bahwa :
1. Tidak akan ada lagi Mangkau di Bone kalau
bukan keturunanku,
2. Ketahuilah pula bahwa keturunanku adalah
segenap anak cucu "MappajungngE" yang tidak akan dipilih dan
didudukkan oleh keturunan Lili'E.
begitulah penyampaian saya kepada sekalian orang banyak !". Maka
menyahutlah sekalian orang banyak seraya berkata : "Angingko Puang
kiraungkaju, riyao miri riyakkeng mutappalireng, muwawa ri perri
nyameng.." (Terjemahan
Lontara Akkarungeng Bone , milik Drs. Andi Amir Sessu)
Diantara sekian banyak
putera puterinya yang terdiri dari 5 (lima) putera puteri Mahkota (Ana' Mattola) dan 29 (dua puluh
Sembilan) putera puteri berderajat Ana'
Arung Matase' (Pangeran dan Puteri yang dilahirkan oleh Ibu yang
menajdi Ratu di negeri bawahan) serta tak terhitung yang lainnya terdiri
dari Ana' Arung ri Bolang, Ana' Arung SipuE dan Ana' CEra', maka yang kemudian paling
banyak mewarisi kekuasaan Baginda Matanna Tikka serta paling banyak juga
menimbulkan controversial, adalah : Ỗ La Temmasonge’ (La Mappasosong)
Toappawelling Arung Baringeng Sultan Abdul Razak Jalaluddin Petta MatinroE ri
Mallimongeng Datu Soppeng XXV Mangkau’ ri Bone XXII.
Baginda MatinroE ri Mallimongeng tercatat dengan banyak versi berbeda pada banyak Lontara di Sulawesi Selatan. Lontara Akkarungeng Bone menulisnya sebagai putera Matanna
Tikka dengan Arung Baringeng, sementara himpunan silsilah Latoa menyebutnya pula
sebagai putera Matanna Tikka dengan We Yummung (Tenriummung) Datu Larompong.
Kemudian Lontara lainnya yang ditulis di Soppeng, menulisnya pula bahwa baginda
adalah bukan putera Arung Baringeng
dan Datu Larompong MatinroE ri Bola
Jalajja'na, melainkan dari seorang Ratu lain yang tidak mungkin bisa
diungkapkan dalam tulisan ini, mengingat informasi ini terhitung sebagai "Lontara
rikaciri" (Lontara yang dibungkus kain kafan) alias FORBIDDEN. Maka baginda disebut selaku : CEra'i
ri mannessaE, Sengngengngi ri MallinrungngE dengan alasan yang
berbeda-beda pula.
Terlepas dari berbagai
controversial tersebut, Baginda Petta MatinroE ri Mallimongeng
adalah pelanjut Puetta Matanna Tikka yang paling banyak menebarkan keturunan
yang kelak menjadi penguasa-penguasa besar di Sulawesi Selatan. Bahkan
jika menelusurinya, penulis juga mendapati bahwa nazab keempat kakek nenek penulis
(bapak ibu dari ayahanda dan bapak ibu dari ibunda) semuanya pada akhirnya
bermuara pula pada baginda MatinroE ri Mallimongeng.
Pada suatu titik
pertemuan garis antara generasi pertama MatinroE ri Mallimongeng dari Bone dengan
generasi pertama MatinroE ri SorEang (We Tenri LElEang Pajung ri Luwu XXIII/XXV)
dari Luwu melahirkan para raja-Raja besar "TellumpoccoE" (Bone, Wajo
Soppeng) hingga "LimaE Ajattapareng" dalam kurun permulaan abad XX,
sebagaimana diuraikan dibawah ini :
I.
·
Ỗ La
Temmasonge’ (La Mappasosong) Toappawelling Arung Baringeng Sultan Abdul Razak
Jalaluddin Petta MatinroE ri Mallimongeng Datu Soppeng XXV Mangkau’ ri Bone
XXII menikah dengan ∆ We Momo Sitti Aisyah (puteri
Muhammad Maulana KaraEng Tumabbicara Butta Gowa), melahirkan putera
puteri, sbb : 1.
Ỗ La Balloso’ Toakkotto Muhammad Ramalang Arung PonrE Petta MaddanrengngE ri
Bone, 2. ∆ I Hamida Arung Lapanning, 3. ∆ I Rana (We Banna) Petta Ranreng
Tuwa Wajo, 4. ∆ We TenriollE Arung Lapanning, 5. ∆ I PAkkemme’ Arung Majang.
·
∆ We Tenri LElEang Petta MatinroE
ri SorEang PAjung ri Luwu XXIII/XXV menikah dengan Ỗ La Mappasiling (La Mappaselli) Datu
Pattojo Petta MatinroE ri Duninnan (putera
La Kareddu Arung Sekkanyili dengan Ana'na La WEllo WatampanuaE ri Pammmana - Wajo), melahirkan putera
puteri, sbb : 1. Ỗ La Mappajanci Sultan Ismail Datu Soppeng XXVII, 2. ∆ We Tenriabang DaEng Baji DatuE
Watu Datu Pattojo Petta MatinroE ri PangkajEnE.
II. Ỗ La Mappajanci Sultan Ismail Datu Soppeng XXVII, menikah dengan ∆ We TenriollE Arung Lapanning , melahirkan putera puteri, sbb :
1. ∆ We Tenri Ampareng Datu Lapajung Datu Soppeng XXX menikah dengan Ỗ La PabEangi Datu Ganra Arung
BElawa, melahirkan
: ∆ I Baccicu Datu Ganra Arung BElawa.
∆ I Baccicu Datu Ganra Arung BElawa menikah dengan
Ỗ La Onro Datu Pattiro Datu Soppeng XXXII, melahirkan putera puteri, sbb :
-
Ỗ La PabEangi Datu Ganra SullE Datu Soppeng menikah dengan ∆ We Tenriwatu Sultanah ZaEnab Datu Soppeng XXXV (adik
La OddangpEro Datu Larompong Arung Matoa Wajo XLIV), melahirkan putera puteri, sbb : 1. Ỗ La Wana Datu Ganra Datu Soppeng XXXVI(Datu Soppeng Terakhir), 2. Ỗ La JEmma Datu Lapajung, 3. ∆ I Tahirah Petta PatolaE Wajo, 4. ∆ Addiluwu DatuE Watu (isteri La Mangkona Datu Marioriwawo Arung Matoa Wajo
XLV = Arung Matoa Wajo terakhir).
-
Ỗ La Rumpangmegga Datu Pattiro Petta Ranreng TalotenrEng, Wajo menikah dengan ∆ I
Patimang Daeng Boddong, melahirkan
: ∆ I Caiyya
-
∆ I Soji Datu Madello Arung BElawa menikah dengan Ỗ La TEngko Arung BElawa Alau Petta Manciji'E ri Wajo,
melahirkan putera
puteri, sbb : 1. We Tenrikawareng Arung BElawa
MatinroE ri Pompanua, 2. We Panangngareng Datu Madello, 3. La Passamula Datu
Cella' BElawa, 4. La Patongai Datu Bolong Datu Doping Arung BElawa (Arung
BElawa terakhir).
2.
Ỗ La MappapolEonro Sultan Nuhung
Petta MatinroE ri Amala’na Datu Soppeng XXVIII menikah dengan ∆ I Tenriawaru Datu Soppeng XXIX
Pajung ri Luwu XXVII (puteri La Tenri Peppang DaEng Paliweng
Petta MatinroE ri Sabbangparu Pajung ri Luwu XXVI dengan I Manneng Daeng Masia Datu
Larompong), melahirkan putera puteri, sbb :
-
Ỗ La Tenrioddang Pajung ri Luwu XXVI, menikah dengan ∆ We
Habibah Opu Daeng Talebbi,
-
∆ We Hamidah Opu AnrEguru Pajung ri Luwu XXVIII,
-
Ỗ La Tenrisessu' Arung Galung menikah dengan ∆ I
WEwanglangi,
-
Ỗ La PamadenglettE Opu Cenning Luwu menikah dengan ∆ I
Tenri Arung Singkang, Wajo
-
∆ We Singara Opu Daeng Matana menikah dengan Ỗ La WEwang Opu MatinroE ri Baruganna,
-
∆ We Pancaitana Arung Akkampeng menikah dengan Ỗ La Rumpangmegga Datu Lamuru,
-
Ỗ La Sumange'rukka Arung BErubEru menikah dengan ∆ We
Ane'banna Opu Indo'na Raju,
-
Ỗ La Guttu Patalo Datu MariMari menikah dengan ∆ I
MaurantE Petta Ipao,
-
Ỗ La Saliu' Opu Sanggaria, Luwu menikah dengan
∆ Arung Lita,
-
Ỗ La Tenri Peppang Pabbicara Luwu
-
∆ We Addiluwu
-
Ỗ La Tiuleng
Salahseorang putera MatinroE ri Mallimongeng dengan We Mommo
Sitti Aisyah diatas, yakni : Ỗ La Balloso’ Toakkotto Muhammad Ramalang Arung
PonrE Petta MaddanrengngE ri Bone juga menebarkan
keturunannya yang kelak pula menjadi penguasa-penguasa di Bone, Wajo
dan LimaE Ajatappareng (Sidenreng, Rappeng, Suppa, Alitta dan
Sawitto), diuraikan sebagai berikut :
Ỗ La Balloso’ Toakkotto Muhammad Ramalang Arung
PonrE Petta MaddanrengngE ri Bone menikah dengan ∆ CilaungngE, melahirkan : ∆ WeBenni' MajjumbaE.
∆ WeBenni' MajjumbaE menikah dengan Ỗ La Betti Arung Rappeng, melahirkan putera puteri, sbb :
1. ∆
I Baku Petta Lolo Rappeng, 2. ∆ Indo Mattaro Arung
Rappeng.
∆
I Madditana Indo
Mattaro Arung Rappeng menikah dengan Ỗ La Makkulawu Arung
Gilireng Petta CakkuridiE ri Wajo (putera Ỗ La Canno' Petta LampE Uttu
Arung Gilireng dengan ∆ I Mappanyiwi DatuE Watu binti La
Pallawagau Arung Maiwa Datu Pammana
Petta Pilla'E ri Wajo), melahirkan : Ỗ La Mangkau' Petta
PonggawaE ri Bone.
Ỗ La Mangkau' Petta
PonggawaE ri Bone menikah dengan ∆
I Baji Datu Bolli, melahirkan putera puteri, sbb : 1.
∆
I BaEdah Addituang Sawitto XIII, 2. Ỗ La Canno'
Datu Pattojo, 3. Ỗ La Sunra KaraEng
CenrapolE.
∆ I BaEdah Addituang
Sawitto XIII menikah dengan Ỗ La Saddapotto Addatuang
Sidenreng XVI, melahirkan : Ỗ Toangcalo Arung
MallusEtasi.
Kemudian …
Ỗ La Balloso’ Toakkotto Muhammad Ramalang Arung
PonrE Petta MaddanrengngE ri Bone menikah dengan ∆ We Tenrigau' , melahirkan putera
puteri, sbb :
- ∆ We Halijah (I PatEtEi), menikah dengan Ỗ La KunEng Datu Suppa VIII Addituang Sawitto VIII Arung BElawa Orai', melahirkan putera puteri, sbb : 1. Ỗ La Cibu Addatuang Sawitto IX, 2. Ỗ DatuE ri Suppa XII, 3. ∆ I Cadeng Datu Suppa XI, 4. ∆ I Temme' Addituang Sawitto X, 5. ∆ I Tenrilipu Daeng Matana (isteri Ỗ La Tenrisukki Arung Kajuara MaddanrengngE ri Bone).
- ∆ We Tenripada Petta MatinroE ri Saodenra , menikah dengan Ỗ La Tenri Tappu Sultan Ahmad Saleh Petta MatinroE ri RompegadingMangkau ri Bone XXIII, melahirkan : Ỗ La Tenrisukki Arung Kajuara MaddanrengngE ri Bone.
- ∆ I Kati Arung Palippu, menikah dengan Ỗ La SampennE' Petta La Battoa Arung Liu Cakkuridi ri Wajo (putera Ỗ La Urenglangi Tosadapotto Arung PEnEki dengan ∆ I Saomi Arung Singkang) , melahirkan putera putera, sbb : 1. Ỗ La Makkaraka Petta Ogi Arung BElawa, 2. Ỗ La Olling (La Rappe') Arung Liu SullE Ranreng Tuwa MaddanrengngE ri Bone.
Ỗ La Makkaraka Petta
Ogi Arung BElawa, menikah dengan ∆ I KambeccE Petta PatolaE ri Wajo, melahirkan : ∆ I Busa Petta WaluE Arung BElawa.
∆ I Busa Petta WaluE Arung BElawa , menikah dengan Ỗ La Tompi
Wanua Arung BEttEngpola Petta MatinroE ri Wajo Arung BElawa melahirkan : Ỗ La Tune' Mangkau' Arung BEttEngpola Petta MatinroE ri
Tancung.
Ỗ La Tune' Mangkau' Arung
BEttEngpola Petta MatinroE ri Tancung , menikah dengan ∆ Sompa ri Timo MajjampaE
Petta PabbatE PEnrang MatinroE ri Cinottabi, melahirkan putera puteri, sbb : 1. Ỗ La Gau'Arung BEttEmpola Petta MatinroE ri
Masigi'na, 2. Ỗ La Jallo' Datu Patila, 3. Ỗ La GomEng (La ComE'), 4. ∆ I Gallong Arung Liu MajjumbaE, 5. Ỗ La Daming Petta Ogi Arung Belawa, 6. Ỗ La KeccE' Petta Manciji ri Wajo, 7. Ỗ La TEngko Arung Belawa Alau Petta Manciji ri Wajo,
8. ∆ I
Hawang.
Himpunan silsilah Latoa
juga menyebutkan lebih lanjut perihal keturunan Petta MatinroE ri
Mallimongeng yang menebarkan pula garis keturunannya di Gowa, Alitta
dan Suppa, sebagaiberikut :
Ỗ La Tenri Tappu Daeng Palallo Sultan Ahmad Saleh Petta MatinroE ri RompegadingMangkau
ri Bone XXIII menikah dengan ∆ We Padauleng melahirkan putera puteri, sbb : 1. Ỗ La Tenrisukki Arung Kajuara Tomalompo Bone, 2. La Mappasessu Toappatunru
Sultan Ismail Muhammad Tajuddin Arung Palakka Petta MatinroE ri Lalengbata
Mangkau ri Bone XXIV , 3. Ỗ I Manneng (We Pancaitana)
Arung Data Petta MatinroE ri KEssi Mangkau ri Bone XXV, 4. Ỗ La Mappaselling Arung
Panyili Arung SinrE Sultan Adam
Najamuddin Petta MatinroE Salassana Mangkau ri Bone XXVI,
5. Ỗ Batara
Tungke' Arung Timurung, 6. Ỗ La Tenribali Arung
Ta, 7. Ỗ
La MappaEwa To Malompo Bone Arung Lompu AnrEguru Ana'arung Bone, 8. Ỗ La Paremma'rukka Arung
KarElla, 9. Ỗ La Temmupage' Arung Paroto Ponggawa
BonEMatiinroE ri Alau Appasareng, 10. Ỗ
La Pawawoi Arung Sumaling, 11. Ỗ
Mamungcaragi, 12. Ỗ We Kalaru Arung
PallEngoreng, 13. La Patuppu Batu Arung
Tonra,
Ỗ La Tenrisukki Arung Kajuara
Tomalompo Bone menikah dengan ∆ We Maddika CindE Arung
Alitta, melahirkan : ∆ Pancaitana We Tenriawaru
BessE' Kajuara MatinroE ri Majennang Datu Suppa Mangkau ri Bone XXVIII.
∆ Pancaitana We Tenriawaru
BessE' Kajuara MatinroE ri Majennang Datu Suppa Mangkau ri Bone XXVIII menikah dengan Ỗ La ParEnrEngi Arung Ugi
Sultan Ahmad Saleh Mahyuddin MatinroE ri Aja BEntEng Mangkau ri Bone XXVII (putera Ỗ
La MappaEwa To Malompo Bone Arung Lompu AnrEguru Ana'arung Bone dengan ∆ I Tabacina KaraEng
KanjEnnE' binti La Pasanrangi "Muhammad Arsyad " Petta CambangngE
Addatuang Lolo SidEnrEng), melahirkan : 1. Ỗ La Sumange'rukka, 2. ∆ I
BubE Datu Suppa, 3. ∆ I Sekati Arung Ugi, 4. ∆ I Cella' We
Tenripaddanreng (We Bunga Singkerru) Arung Alitta.
∆ I Cella' We Tenripaddanreng
(We Bunga Singkerru) Arung Alitta menikah dengan Ỗ I Makkulawu Sultan
Muhammad Husain KaraEng LEmbangparang Tumenanga ri Bundu'na Somba ri Gowa XXXIV
(putera
Ỗ I
Mallingkaan DaEng Manyonri Sultan Muhammad Idris KaraEng Katangka Pati Matareng
Tumenanga ri Kalabbirangna Somba ri Gowa XXXIII dengan ∆ We Tenripada Arung Berru Sultana
Aisyah KaraEng BainEa ri Gowa cucu La Mappasessu Toappatunru
Sultan Ismail Muhammad Tajuddin Arung Palakka Petta MatinroE ri Lalengbata
Mangkau ri Bone XXIV), melahirkan putera putera, sbb : 1.
Ỗ I
Panguriseng Arung Alitta, 2. Ỗ Andi Mappanyukki Sultan
Ibrahim Datu Suppa MatinroE ri Panaikang Mangkau ri Bone XXXI
1.
Ỗ I Panguriseng Arung
Alitta,
Ỗ I Panguriseng Arung
Alitta menikah dengan sepupu sekalinya, yakni : ∆ We SEno KaraEng Lakiung (puteri ∆ I
Batari Arung Berru, saudara kandung ∆ We Tenripada Sultana
Aisyah Arung Berru KaraEng BainEa ri Gowa dengan Ỗ I Mahmud KaraEng
BEronging), melahirkan puteri puteri, sbb :
1. ∆ We Cella' KaraEng
Lakiung, 2. ∆ We Saripa KaraEng Pasi.
2. Ỗ Andi Mappanyukki Sultan
Ibrahim Datu Suppa MatinroE ri Panaikang Mangkau ri Bone XXXI (Pahlawan Nasional RI)
Ỗ Andi Mappanyukki Sultan
Ibrahim Datu Suppa MatinroE ri Panaikang Mangkau ri Bone XXXI menikah dengan ∆ We Batasi Daeng Ta (puteri
Ỗ Gallarang
Tombolo, BatE Salapangnga Gowa), melahirkan :
Ỗ Andi
PangErang Daeng Rani Arung MacEgE.
Kemudian, ..
Ỗ Andi Mappanyukki Sultan
Ibrahim Datu Suppa MatinroE ri Panaikang Mangkau ri Bone XXXI menikah dengan ∆ We BessE' Petta Bulo (puteri Ỗ La Sadapotto Addatuang
SidEnrEng XVI dengan ∆ We BaEdah Addituang
Sawitto XIII), melahirkan putera puteri, sbb : 1. Ỗ Brigadir
Jenderal Andi Abdullah Bau MassEpE Datu Suppa Lolo (Pahlawan Nasional RI), 2. ∆ Andi Sitti Rakiyah
KaraEng Balla' Tinggi Addituang Sawitto XV, 3. ∆ Andi BulaEng
Ỗ Brigadir Jenderal Andi
Abdullah Bau MassEpE Datu Suppa Lolo (Pahlawan Nasional RI) menikah dengan ∆ Andi Soji KaraEng
KanjEnnE' Datu Suppa (puteri Ỗ Andi MappangilE KaraEng
TinggimaE Addatuang SidEnrEng dengan ∆ Andi Panangngareng Datu
Madello binti La TEngko Arung BElawa
Alau Petta Manciji'E ri Wajo), melahirkan putera puteri, sbb : 1. Ỗ Andi Bau KunEng Datu
Suppa, 2. Ỗ Andi Bau Amessangeng, 3. ∆ Andi Bau Dalauleng, 4. ∆ Andi Bau WEttoing.
Lalu saudara Bau
MassEpE, yakni: ∆ Andi Sitti Rakiyah
KaraEng Balla' Tinggi Addituang Sawitto XV menikah dengan Ỗ Andi Makkulawu Petta
CakkuridiE ri Wajo Bupati Pinrang I dan Walikota Parepare II,
Anggota DPR/MPR RI (putera Ỗ La MappabEta Datu WaliE dengan ∆ We Tenri Passessu), melahirkan putera puteri, sbb
: 1. ∆ Andi Mimang, 2. ∆
Andi Tenri SanrE, 3. ∆
Andi BaEda, 4. Ỗ
Andi Guril.
Pada keempat nama
terakhir diatas, menurut sepengetahuan penulis adalah termasuk segelintir dari sangat sedikit
turunan bangsawan Bugis-Makassar turunan Matanna Tikka yang masih terhitung
berdarah murni (Bocco). Kemudian pada
pernikahan lainnya Puetta MatinroE ri Panaikang, ..
Ỗ Andi Mappanyukki Sultan
Ibrahim Datu Suppa MatinroE ri Panaikang Mangkau ri Bone XXXI menikah dengan ∆ We ManEnnE KaraEng
Ballasari , melahirkan : ∆ We Tenripada Opu Datu
Luwu.
∆ We Tenripada Opu Datu
Luwu menikah dengan
Ỗ Andi
JEmma La Patiware' Petta MatinroE Bintangna Pajung ri Luwu XXXIII, melahirkan : Ỗ Andi JEmma BaruE.
Kembali kepada turunan Puetta Ỗ La Tenri Tappu Daeng Palallo Sultan Ahmad Saleh Petta MatinroE ri Rompegading Mangkau ri Bone XXIII dengan ∆ We Padauleng yang lainnya, yakni : La Mappasessu Toappatunru
Sultan Ismail Muhammad Tajuddin Arung Palakka Petta MatinroE ri Lalengbata
Mangkau ri Bone XXIV.
Ỗ La Mappasessu Toappatunru
Sultan Ismail Muhammad Tajuddin Arung Palakka Petta MatinroE ri Lalengbata
Mangkau ri Bone XXIV menikah dengan ∆ Arung Kaju, melahirkan : ∆ I BaEgo Arung MacEgE.
∆ I BaEgo Arung MacEgE menikah dengan Ỗ La Sumangerukka Topatarai
Arung Berru (putera Ỗ Toappasawe' Arung Berru bin La
Toappo Arung Berru Addatuang SidEnrEng XII dengan ∆ I Halijah Arung
Pao-Pao), melahirkan putera puteri, sbb : 1. Ỗ La Singkerru Rukka Sultan
Ahmad Arung Palakka Arung Bulo-Bulo
Petta MatinroE ri Topaccing Mangkau ri Bone XXIX, 2. We Tenripada Sultana Aisyah Arung Berru
KaraEng BainEa ri Gowa, 3. ∆ I
Batari Arung Berru.
Ỗ La Singkerru Rukka Sultan
Ahmad Arung Palakka Arung Bulo-Bulo
Petta MatinroE ri Topaccing Mangkau ri Bone XXIX menikah dengan ∆ I Kalessong KaraEng
LangElo, melahirkan : Ỗ La Pawawoi KaraEng SEgEri
MatinroE ri Jakarta Mangkau ri Bone XXXI.
Ỗ La Pawawoi KaraEng SEgEri
MatinroE ri Jakarta Mangkau ri Bone XXXI
menikah dengan ∆ We Karibo DaEng TanEtE, melahirkan : Ỗ Abdul Hamid Baso Pagilingi Ponggawa Bone.
Ỗ Abdul Hamid Baso Pagilingi Ponggawa Bone menikah dengan ∆ We Cenra Arung Cinnong, melahirkan : Ỗ La PabbEntEng DaEng Palawa Arung MacEgE
Mangkau ri Bone XXXIII.
Ỗ La PabbEntEng DaEng Palawa Arung MacEgE
Mangkau ri Bone XXXIII menikah dengan ∆ We Dalauleng Arung
Baranti (puteri La Pajju Arung Tellu Latte' SidEnrEng dengan ∆ We Bungawaru binti La
Cibu Addatuang SidEnrEng).
Pada Lontara Balanipa
(Mandar) menyebutkan pula perhubungan tali kekeluargaan dengan keturunan Matanna Tikka MatinroE ri Naga Uleng,
yakni Ỗ TonrawaliE DaEeng Manguju Tomatindo di Lanrisang
Maraddia Balanipa XXXI (putera Datu Lanrisang
Addituang Sawitto) menikah dengan salahsatu puteri Matanna Tikka MatinroE ri Naga Uleng
(tidak menyebutkan nama), melahirkan : ∆ BessE Soppung TobEme di Saiyang.
Kemudian ∆ BessE Soppung TobEme di Saiyang menikah dengan Ỗ TomappElai
Pattujunna Maraddia Balanipa XXXIV, melahirkan putera puteri, sbb : 1. Ỗ TomongE AllElangnga
Maraddia Balanipa XXXVII, 2. Ỗ Topadda, 3. ∆ Tobalu diLElusang.
Beberapa waktu lalu, seorang kerabatku muliaku yang
terlahir dan tumbuh serta menetap di salahsatu wilayah Kabupaten Bone kini, berkata
: “..dE’gaga matase’ narEkko Tania To Bone..”. Maka saya pun bertanya, “..tabE,
tegaE taseng To Bone ?”. “..idi’ riyasengngi’ To Bone, iyanaritu to rijajiEngngE
topajajianna na mpekke’ki ri Bone”. Maka saya pun cuma bisa terperangah.
Bahwa sebagaimana yang dapat dilihat pada sekelumit
uraian silsilah Bone diatas, maka benarlah pendapat Dr. Shelly Errinton,
bahwa : sejak La Patau Matanna Tikka menanamkan supremasinya
melalui politik perkawinan antar segenap turunan Raja-Raja Sulawesi Selatan,
maka tahta Mangkau’ di Bone bisa diwarisi oleh oleh seluruh pangeran dan puteri
dari segenap Kerajaan Lokal di Sulawesi Selatan, selama ia terhitung memiliki
derajat “Ana’ Mattola” “Darah Bocco” yang terpelihara
kemurniannya sejak dari nazab Matanna Tikka. Maka tidaklah
terlalu mengherankan jika menelusuri uraian-uraian silsilah diatas, didapati
jika beberapa Raja Bone pada akhir abad XIX hingga memasuki awal abad XX justru
dapat dikatakan terlahir dan tumbuh besar dari luar wilayah Bone, misalnya :
Gowa dan Sidenreng.
Sesungguhnya yang membesarkan Tanah Bone pada
abad-abad terdahulu, bukannya karena para bangsawannya adalah mutlak “ASLI BONE”,
melainkan karena membaurnya dengan penguasa-penguasa asli Sulawesi Selatan
lainnya. Maka dari sinilah ditemui kepiawaian Petta TorisompaE yang
visioner dan futuristic dengan pandangan baginda dalam menyatukan berbagai
potensi karakter masing-masing masyarakat yang mendiami Sulawesi Selatan pada
masanya. Baginda merangkumnya menjadi satu dalam suatu ikatan “PassEajingeng”
dari perhubungan darah yang dijiwai “Pangadereng” berazaskan “Siri PessE”.
III. KERAJAAN WAJO
III. KERAJAAN WAJO
bersambung