PUANG NENEKU, AL-QUR'AN dan KUCINGNYA
..Aja' lalo temmuaddupai baca Akorangta, ana'. Nasaba' padai laona leleng simata, narEkko maittai tenriyola, kaboi accaparenna.. Aja'to paimeng kasi'na mucallai cokiE, nasaba' marilalengritu essEbua-buana.. Accarinnaki' lao ripadatta ri pancaji, nacarinnaitokko Puang Allah Ta'ala..
Janganlah kiranya kau melalaikan bacaan Al-Qur'an, anakku. Karena sesungguhnya (bacaan Al-Qur'an) sama halnya dengan jalan setapak. Jika tidak selalu dilewati, maka pada akhirnya akan hilang ditumbuhi rumput dan semak.. Jangan pula sekali-kali menyiksa kucing, karena ia sesungguhnya memiliki perasaan yang dalam. Berkasih sayanglah pada sesama mahluk, maka Allah Ta'ala akan mengasihimu pula..
..lagi-lagi aku menulis kembali tentang Puang Nenekda Alm. Andi Mapparimeng. Sosok rentanya yang amat bersahaja senantiasa terbayang akhir-akhir ini. Wajah tuanya yang sederhana dengan mata agak sipit serta hidung beliau yang agak pesek (Taddampengengngi kasi' Atatta, Puang), senantiasa terbayang selama beberapa hari ini. Yaah, Puang Nenekku pastilah bukan seorang gadis yang cantik di masa mudanya. Namun herannya, koq Puang Kakekku (Petta Dai')begitu tergila-gila dan amat mencintainya hingga akhir hayatnya ?. Padahal, konon kakekku itu adalah seorang laki-laki yang amat ganteng.
Bukan plus minus wajahnya yang membuatku selalu menahan haru, melainkan sinar matanya yang lembut nan tenang dan seulas senyumnya yang tulus seakan memaklumi segala hal yang ada disekelilingnya. Cerminan jiwa seluas dunia beserta isinya yang tidak lagi membutuhkan sanjungan dan pujian dari sesama manusia. Melainkan hanya ridlo Allah, itulah satu-satunya hal yang senantiasa diharapkannya. Duhai, wajah keriput itupun senantiasa nampak bersih dan bercahaya oleh air wudlu yang membasuhnya setiap waktu.
Selama hidupnya yang diberkahi umur panjang, sebahagian besar dijalaninya dengan keprihatinan terhadap masalah ekonomi yang senantiasa kekurangan. Puang Nenek kami adalah orang miskin dan kami pun juga miskin. Walaupun beliau adalah pemilik tanah persawahan dan perkebunan terluas di kampung Lonra riyasE (Belawa Utara), namun sawah dan kebun itu sangat tidak produktif akibat tidak adanya irigasi serta manajemen yang baik. Maka mendiang kakek dan nenek kami tetaplah bangsawan miskin yang bahkan untuk mengawinkan putera pertamanya (Pamanda Andi MalludjEngi) haruslah mengandalkan pembiayaan dari Datu Bolong (Puekku Andi Patongai Datu Doping Arung Belawa), paman nenekda yang amat disayanginya.
Nasib, siapakah kiranya yang mampu memastikan selain Allah. SWT ?. Masa kecil nenekda yang terlahir dan dibesarkan bersama kakak kandungnya (Andi Bau Emmang) di lingkungan AssaorajangngE Datu Lonra, siapapun tidak menyangka jika kelak akan menjalani hidup memprihatinkan seperti itu. Betapa tidak, Ibundanya (Andi Batari PettaE ri Lonra) adalah kakanda Andi Patongai Datu Doping Arung Belawa yang dikuasakan untuk menerima Sima' (Pajak) untuk kawasan Belawa Utara. Terlebih pula ayahandanya, yakni : Andi Landeng Paddanreng Ana'Banua adalah Wakil Arung Ana' Banua serta pewaris ayahanda yang adalah hartawan Tana Wajo yang termahsyur, yakni La Muhamma' Sogi DaEng Tellara'. Kemudian ibunda Petta Landeng pula, yakni I Hawang Datu MakkunraiyyE Petta MatinroE ri Paung sedikit banyaknya mewarisi pula harta benda dari ayah bundanya, yakni : La Tune' Sangiyang Arung BEttEmpola Petta MatinroE ri Tancung dan WE Busa Arung Belawa Petta WaluE. Maka jika menuruti mekanisme perhitungan logika manusia diatas, maka Nenekda beserta 7 lapis turunannya mestilah hidup berkecukupan harta benda. Namun nasib yang ditentukan Allah SWT pada setiap hamba-Nya kadangkala tidak menuruti nalar mahluk, menandakan jika Allah adalah Maha Kuasa atas segalanya.
Pada sebuah acara Kerajaan di Saoraja Belawa, nenekda yang ketika itu masih kecil mendengarkan pembacaan ayat suci Al-Qur'an yang dilantunkan seorang qoriah. Lantunan Qalam Ilahi itu begitu syahdu hingga menggetarkan sukmanya. Sejak itu, beliau meminta kepada Ibundanya untuk belajar mengaji pada seorang guru mengaji yang tinggal di Salo ParEwe', tempat yang cukup jauh dari kediamannya. Maka beliau dengan dikawal oleh seorang abdi yang menuntun kuda tunggangannya, bolak balik tiap hari dari Lonra ke Salo ParEwe' menempuh hutan yang cukup lebat untuk belajar mengaji.
"Magi na Tania Ero Guru mangajiE mallaolisu ri Saoraja pangajiki', Puang ?" (Mengapa bukannya Guru Mengaji itu yang datang ke Istana untuk mengajar anda, Tuanku ?), tanyaku. "AwwE, ana'ku Laoddang. Nasaba' alebbirengna paddisengeng AkorangngE, pEmmali uwaE'E sappaa'i passEro'E !" (Duhai, Anakku Laoddang. Sesungguhnya berkat kemuliaan Al-Qur'an sehingga pantang air yang mencari gayung !), jawab nenekda. Bahwa janji Allah SWT bagi orang yang berilmu pengetahuan, baginya beberapa derajat. Maka derajat kebangsawanan serta kekuasaan pemerintah senantiasa memuliakan Ilmu Pengetahuan, terlebih-lebih ilmu Al-Qur'an yang merupakan petunjuk bagi manusia.
Masa rentanya dijalani dalam keadaan duduk karena kakinya tak dapat diluruskan, memaksanya untuk sholat dalam keadaan duduk. Setelah itu beliau tekun membaca ayat suci Al-Qur'an selama berjam-jam. Masya Allah, beliau yang berumur lebih seratus tahun itu dapat membaca huruf ayat-ayat suci itu dengan jelas, tanpa bantuan kaca mata. Padahal jika diperlihatkan selembar foto atau gambar lain, beliau tidak dapat melihatnya dengan jelas. Hingga akhir hidupnya, aku dapat mendeskripsikan nenekda dengan beberapa hal, yakni : Peralatan sembahyang, Al-Qur'an, kucing dan kotak tempat sirihnya. Kemana dan dimanapun beliau berada, maka mukenah berbungkus lipatan sajadah dan Kitab suci Al-Qur'an senantiasa di dekatnya.
Kesukaannya dengan kucing sangat tergambar jelas. Jika beliau berkunjung ke salah seorang anak cucunya, entah dengan cara bagaimana seluruh kucing yang berada disekitar rumah datang berkumpul di dekatnya. Mulai dari kucing liar hingga kucing peliharaan tetangga, semuanya datang minta dibelai olehnya. Ketika saatnya menghidangkan makan bagi beliau, dimintanya agar kucing-kucing itu diberi makan terlebih dahulu. Kadang-kadang kucing yang banyak itu bertingkah nakal, bermain-main di dekatnya. Namun ketika beliau sedang mengaji, kucing-kucing itupun duduk diam seakan khusyu mendengarkan pembacaan ayat suci. Hingga menjelang wafatnya nenekda, kucing-kucing itu ramai bersiliweran di dalam kamar nenekda. Namun ketika beliau wafat, kucing-kucing itupun pergi entah kemana. "Akkita-kita sao, kalaki'. NarEkko engka tau dE' nakkamasE ri cokiE, makurangto tu akkamasEna lao ripadanna rupa tau..makurang dallE'na tau makkuaEro !" (Cobalah kalian perhatikan orang-orang di sekelilingmu. Jika ada orang yang kurang berbelas kasih pada kucing, pastilah ia juga kurang memiliki kepekaan sosial .. sungguh orang seperti itu kurang pula rezekinya !), wasiatnya selalu.
Sikapnya yang rendah hati senantiasa dinampakkan dalam perilakunya. Namun beliau adalah orang yang sangat berpegang teguh pada pranata (Wari) yang menumbuhkannya. Pada suatu ketika, seorang warga masyarakat Lonra menghadapnya untuk menyampaikan hajat yang akan diselenggarakan di rumahnya. Rupanya orang tersebut berencana untuk mengadakan pesta perkawinan kembar bagi kedua puterinya. Ia menyampaikan jadwal penyelenggaraan pestanya dihadapan nenekda. "..essona sEnEngngE mangoloE matu na tomassarapo, Puang.." (..pada hari senin yang akan datang inilah nanti direncanakan untuk mendirikan tenda / rumah adat, Puang..), katanya. Tanpa disangka, nenekda menjawab : "..aja'ki jE tamekkada MASSARAPO, nak. Nasaba' ARUNGNGEmi MASSARAPO. NarEkko IYA' sibawa IDI', MASSUMPUNGmi asenna ipogau'.." (..janganlah anda menggunakan istilah MASSARAPO, anakda. Karena sesungguhnya hanyalah KAUM BANGSAWAN yang menggunakan istilah itu. Adapun halnya orang seperti SAYA dan ANDA, pakailah istilah MASSUMPUNG..).
Hal menarik yang dapat digaris bawahi, adalah kehalusan budi dikala menegur perkataan seseorang. Beliau menyatakan diri sebagai 'BUKAN BANGSAWAN' atau SAMA DERAJATNYA dengan orang tersebut, agar ia tidak merasa berkecil hati. Bahkan lebih dari itu, beliau menyebut "anakda" pada orang tersebut yang berarti memiliki derajat sama selaku orang dari kalangan kebanyakan (To Sama).
Tania iyapa niyaseng wija-wijakku iyaE ujajiang iyarE'ga upuappo. Iyami puaseng tongeng wija-wijakku iya maccarinnaE enrengngE maraja akkamasE lao ripadanna ri pancaji..Sining iya manengna wija-wijakku, wija lawo manengko tu, ana'. Taniako wija batu. Naiyya wijanna lawoE, iyalireng tEa malii, ilemm' tEa labuu. Riyabbiang ri bung matEwE, makkEnrE'i caru'na lao' riyase'. NaEkiya bolaipi sipa' mappEdEcEng, nasaba' sipa'Engmi paompo assaleng.. (Bukanlah yang dimaksudkan sebagai anak keturunanku adalah anak yang kulahirkan atau cucuku. Melainkan keturunanku yang sesungguhnya adalah mereka yang memiliki kasih saying pada sesamanya mahluk.. Duhai, para keturunanku, kalian adalah adalah keturunan buah labu, anakku. Sesungguhnya kalian bukanlah keturunan batu. Sesungguhnya keturunan buah labu itu, takkan hanyut di air yang mengalir deras, dikubur takkan tenggelam. Bahkan jika andai dibuang ke lubang sumur mati sekalipun, tunasnya akan merayap naik ke tempat yang lebih tinggi. Namun itupun jika kalian memiliki perilaku mulia, karena sifat dan perilaku mulialah yang akan memunculkan asal muasalmu…), demikian wasiatnya yang sering diucapkan berulang-ulang hingga dapat kucatat dibalik lembaran kalender.
Wafatnya seorang tawadlu senantiasa istiqomah, demikian catatanku pada akhir tulisan tentang nenekda tercinta ini. Menurut ibunda yang mendampinginya pada saat sakratulmaut, nenekda masih sempat mencium Al-Qur'annya. Kuperhatikan wajahnya begitu tenang dan senyum tipis tersungging dibibirnya. "..uwitani bolaku, maloppo na makanja'. Attongeng-tongengngi laloi massempajangngE.." (..kulihat rumahku , besar nan megah. Bersungguh-sungguhlah dalam mendirikan sholat..), wasiat terakhirnya. Hari itu, warna langit berubah dari biasanya. Warna lembayung berona kemerah-merahan memenuhi langit jelang ashar. Angin bertiup kencang mengantar seorang hamba Allah yang sederhana namun amat taat pada Tuhannya, mencintai Nabinya, menyayangi kitab suci Al-Qur'an dan berbelas kasih pada sesamanya mahluk ciptaan Allah. SWT..
Yaa Ayyuhal Muthma'innah..,
Kukisahkan dengan penuh kebanggaan
Tentang prilakumu yang bersahaja…
Wa 'amiluw shoolihaati
Watawasaw bil haq
Watawasaw bisshobri
Wallahualam Bissawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar