Aku tidak MENULIS sejarah..tapi kusedang MENGKAJI sejarah..agar kudapat MENGUKIR sejarahku sendiri..

Kamis, 17 November 2011

AngrE-AngrE Karaja

HIDANGAN PENGUJI





..AngrE-AngrEna arung marajaE, sEuwwa ri pottanangngE na dua ri salo'E, iyanaritu : Jonga sibawa balE AngrE Karaja na Masapi. 


..adapun makanan para bangsawan tinggi, satu di darat dan dua di sungai, yaitu : Rusa dengan Ikan AngrE Karaja dan Masapi.
....................................................................................................................


Tersebutlah hukum tanah Belawa dan Wajo pada umumnya pada awal abad XIX, bahwa beberapa jenis hewan yang pantang diburu oleh khalayak umum, diantaranya : AngrE Karaja dan Masapi. Keduanya adalah jenis ikan air tawar yang pada masa itu sudah mulai langka. Ikan AngrE Karaja menurut pikiran penulis adalah sejenis ikan bersisik emas dan Ikan Masapi sesungguhnya adalah Sidat air tawar. 

Seorang putera atau puteri bangsawan pada kawasan Wajo dan sekitarnya ketika pertamakali disuapi makanan selain air susu, diupacarakan dengan ritual MappanrE Bunge', dimana jenis makanan yang pertamakali itu adalah Ikan AngrE Karaja dan Masapi, atau salahsatu diantara keduanya yang tersedia.

Hidangan berbahan kedua jenis ikan tersebut adalah sesungguhnya merupakan makanan istimewa. Keduanya memiliki rasa yang khas dan sangat enak. Keduanya berkadar lemak tinggi, sehingga bahkan lemak yang menetes dari tubuhnya dapat memadamkan bara api dibawahnya ketika dipanggang ataupun diasapi. Maka wajarlah jika keduanya adalah makanan istimewa sehingga keberadaannya sudah terancam punah sejak awal abad XIX di Danau Tempe dan sekitarnya.

Sesuatu yang mulai langka, haruslah diupayakan pelestarian yang setidaknya dibuatkan aturan yang membatasi  perburuannya. Apalagi inipun merupakan makanan kegemaran kalangan Raja-Raja yang sudah sulit didapatkan. Maka entah dengan cara bagaimana, disebarkanlah cerita jika Ikan AngrE Karaja dan Masapi sesungguhnya adalah wujud penjelmaan dari manusia yang dikutuk oleh dewata, hingga mengkristal menjadi mytos. Selain itu, untuk menguatkan mytos itu maka dikatakan bahwa sesungguhnya para bangsawan sesungguhnya keturunan dewata yang tidak berpantang memakan apapun, termasuk ikan AngrE Karaja dan Masapi. Akhirnya dibuatkanlah perangkat aturan, bahwa : Niga-niga tikkeng balE AngrE Karaja, iyarE'ga Masapi na dE' nakkasuwiangi lao ri Saoraja, i dosai ritu !.. (barangsiapa yang menangkap ikan AngrE Karaja atau Masapi, lalu tidak mempersembahkannya ke istana, maka dikenakan hukuman denda !).

Aja muanrE masapi, nasaba sitongenna nenemu mencaji masapi ! (jangan memakan ikan Masapi karena sesungguhnya nenek moyangmu yang telah menjelma menjadi Masapi !), demikian larangan yang dimytoskan hingga menjadi kepercayaan banyak orang. Hingga mytos tersebut benar-benar menjadi keyakinan yang kuat, sehingga pada masyarakat kebanyakan yang betul-betul mempercayainya mengalami sakit jika menyentuh ikan Masapi atau bahkan sekedar terkena asapnya jika sedang diasapi. Kulit kepala dan kulit badannya seketika itu bentol-bentol menyerupai orang yang terkena penyakit cacar. Maka disebutlah ia "nasapa masapi" (terkena tulah masapi), padahal kemungkinan ia memang sesungguhnya alergi pada ikan Masapi.

Naiyya kayakinanngngE, iyato pabbura, iyamato racung.. (sesungguhnya keyakinan itu adalah obat serta dapat pula menjadi racun..), demikian pesan orang-orang bujak pada masa lalu. Sesuatu yang diyakini benar sebagai obat, isya Allah benar-benar akan menjadi obat. Demikian pula halnya dengan masapi dan AngrE Karaja yang menjadi kepercayaan sebagai sesuatu yang dapat merusak keshatan jika dimakan oleh kalangan masyarakat yang tidak berdarah bangsawan. 

Hingga kepercayaan yang awalnya berasal dari kalangan istana itu, dijadikan ujian pada kondisi tertentu. Bahwa sesungguhnya 3 golongan masyarakat yang dapat menikahi seorang puteri bangsawan, yakni : Topangrita (ulama/cerdik cendekia), Towarani (ksatria pemberani) dan Tosugi (hartawan), namun dengan catatan iapun memiliki darah bangsawan walaupun sedikit. Jika sekiranya salahseorang diantaranya memiliki harapan dan berkehendak melamar salahseorang puteri bangsawan, maka iapun diundang ke istana serta dihidangkan ikan Masapi baginya. Sekiranya ia memakannya namun tidak mengalami tulah, maka lamarannya kemungkinan besar dapat diterima karena itu menandakan jika iapun memiliki darah bangsawan. Namun andai ia terkena "sapa" (tulah) yang mengakibatkan penyakit pada dirinya, maka pastilah lamarannya ditolak. ..angrE-angrEnami sapako, aja mEmengna alEna ! (..bahkan baru makanannya saja kau sudah terkena tulah, apalagi jika sang puteri sendiri !), tentu demikian kata sang pembicara di istana.

Wallahualam bissawwab.




3 komentar:

  1. salam...putra belawa...izinkan saya copy cerita ini untuk di paste di blog saya

    BalasHapus
  2. ..Silahkan, terima kasih atas perhatiannya..

    BalasHapus
  3. Tabe' saya juga meminta izin untuk kopi paste di forum saya, saya anak perantauan dari sumatra salam pada idi'.

    BalasHapus