Aku tidak MENULIS sejarah..tapi kusedang MENGKAJI sejarah..agar kudapat MENGUKIR sejarahku sendiri..

Selasa, 02 April 2013

MARTABAT KEILMUAN


PAPOLEONRONA PADDISSENGENGE
                                       By La Oddang

“Emas berharga karena kuningnya, namun kuning tidaklah mesti emas”, demikian petuah dari masa lalu. Namun tidak sampai disitu saja, petuah luhur itu senantiasa berkesinambungan menurut zamannya. “Emas berharga karena langkanya. Andai batu bara lebih sedikit dari emas, mestilah batu bara lebih berharga dari emas”, kataku pula pada malam ini. Namun jauh-jauh hari sebelumnya, Baginda Ali ra. mengklasifikasikan nilai segala sesuatunya yang tidak mesti diukur dari banyak atau sedikitnya, namun tergantung dari mamfaatnya atas diri dan sesama mahluk ciptaan Allah.

Hal utama yang menjadi perhatian Baginda Ali ra. adalah Ilmu Pengetahuan. Bahwa keutamaan Ilmu dari harta benda adalah : Harta benda yang dibagi-bagikan kepada khalayak umum, mestilah berkurang. Sementara Ilmu Pengetahuan, semakin disebarluaskan justru semakin bertambah. Namun sesungguhnya, ilmu pengetahuan yang bermamfaat jauh lebih mulia namun sedikit, dibandingkan banyaknya ilmu pengetahuan yang tidak dimamfaatkan.

Mamfaat ilmu pengetahuan adalah diukur dari nilai kemuliaannya. Sebagaimana sebatang pena, bermamfaat karena tintanya. Namun walau pena itu penuh tinta didalamnya, jika mata pena tidak ditutupi dengan baik, pada akhirnya tinta didalamnya akan mengering. “Apalah gunanya sebuah pena jika jika tintanya kering ?”. Ia tidaklah dapat digunakan menulis diatas kertas, melainkan mencoret-coret diatas tanah belaka. Untuk fungsi itu, sebatang lidi pun dapat terguna. Akhirnya jatuhlah martabat sebatang pena, sekalipun itu harganya mahal.

Maka adalah peran manusia sebagai mahluk ciptaan Allah yang paling mulia untuk mencurahkan nilai itu baginya. Ilmu dimuliakan jika “terjaga” dan ditempatkan pada derajat yang semestinya (ripapolEonro alebbirengna). Hingga dapatlah difahami jika orang-orang terdahulu mengajarkan ilmunya pada waktu-waktu khusus dan juga pada tempat-tempat yang dimuliakan. Mereka tidak mengucapkan kajian pemahamannya (lamunna) tentang suatu ilmu hikmah dengan bahasa yang gamblang. “tempedding naleppa’ lila, tempeddingtoi ripasilolongeng ri tengngana pasaa’E” (pantang disebut oleh lidah, pantang pula diuraikan ditengah pasar), demikian pemuliaan dan pemaknaan terhadap ilmu pengetahuan.

Sekiranya sifat pemuliaan ilmu itu dilanggar, mereka para arif bijaksana itu mengisyaratkan : “birasani paddissengengngE, lobbangnitu lamungngE” (punahlah ilmu, hampalah suatu pendalaman). Tiada lain yang menyebabkan kemusnahan itu adalah : “riyakkElong-kElongenni pahangngE, ribolloangni lise’E pole ri taro malebbina, tabberrE-berrEni napitto’ manu” (pemahaman dijadikan lagu belaka, isinya ditumpahkan dari tempat kemuliaannya, bertebaran hingga dipatuk ayam). Belumlah pula jika sisa buliran ilmu yang tidaklah sempat “dipatuk ayam”, mestilah tercemar oleh lumpur yang becek kemudian diinjak dan dilangkahi berbagai macam hewan lainnya. Belumlah pula sekiranya dikencingi kucing dan anjing. Maka dimanalah harganya lagi ?. “Nasaba’ tapalEnne’i ri tengngana lalengngE” (disebabkan oleh anda yang meletakkannya ditengah jalan).

Tulisan ini tiada lain adalah himbauan kepada anak-anakku dan adik-adikku yang mendapat curahan hidayah dari Allah berupa Ilmu Hikmah (Pahang pappEjeppu). “Aja’ tappasilolongeng rionrong tessitinajaE” (janganlah mendiskusikannya pada tempat yang tidak semestinya). Bersyukurlah selalu atas nikmat Allah dengan memuliakan anugerah itu dengan menempatkannya pada tempatnya. “pakkEade’i paddissengengngE, namuakkamalakengngi ri dEcEngngE, papolEonroi rilalengna sitinajaE” (hargailah ilmu pengetahuan, kemudian amalkan pada kebaikan, tempatkan sebagaimana mestinya).

Wabillahitaufiq wal hidayah, Wallahualam Bissawwab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar