PAPOLEONRONA PADDISSENGENGE
By La Oddang
“Emas berharga karena kuningnya,
namun kuning tidaklah mesti emas”, demikian petuah dari masa lalu. Namun tidak
sampai disitu saja, petuah luhur itu senantiasa berkesinambungan menurut
zamannya. “Emas berharga karena langkanya. Andai batu bara lebih sedikit dari
emas, mestilah batu bara lebih berharga dari emas”, kataku pula pada malam ini.
Namun jauh-jauh hari sebelumnya, Baginda Ali ra. mengklasifikasikan nilai
segala sesuatunya yang tidak mesti diukur dari banyak atau sedikitnya, namun
tergantung dari mamfaatnya atas diri dan sesama mahluk ciptaan Allah.
Hal utama yang menjadi perhatian
Baginda Ali ra. adalah Ilmu Pengetahuan. Bahwa keutamaan Ilmu dari harta benda
adalah : Harta benda yang dibagi-bagikan kepada khalayak umum, mestilah
berkurang. Sementara Ilmu Pengetahuan, semakin disebarluaskan justru semakin
bertambah. Namun sesungguhnya, ilmu pengetahuan yang bermamfaat jauh lebih
mulia namun sedikit, dibandingkan banyaknya ilmu pengetahuan yang tidak
dimamfaatkan.
Mamfaat ilmu pengetahuan adalah
diukur dari nilai kemuliaannya. Sebagaimana sebatang pena, bermamfaat karena
tintanya. Namun walau pena itu penuh tinta didalamnya, jika mata pena tidak
ditutupi dengan baik, pada akhirnya tinta didalamnya akan mengering. “Apalah
gunanya sebuah pena jika jika tintanya kering ?”. Ia tidaklah dapat digunakan
menulis diatas kertas, melainkan mencoret-coret diatas tanah belaka. Untuk
fungsi itu, sebatang lidi pun dapat terguna. Akhirnya jatuhlah martabat
sebatang pena, sekalipun itu harganya mahal.
Maka adalah peran manusia sebagai
mahluk ciptaan Allah yang paling mulia untuk mencurahkan nilai itu baginya. Ilmu
dimuliakan jika “terjaga” dan ditempatkan pada derajat yang semestinya
(ripapolEonro alebbirengna). Hingga dapatlah difahami jika orang-orang
terdahulu mengajarkan ilmunya pada waktu-waktu khusus dan juga pada
tempat-tempat yang dimuliakan. Mereka tidak mengucapkan kajian pemahamannya
(lamunna) tentang suatu ilmu hikmah dengan bahasa yang gamblang. “tempedding
naleppa’ lila, tempeddingtoi ripasilolongeng ri tengngana pasaa’E” (pantang
disebut oleh lidah, pantang pula diuraikan ditengah pasar), demikian pemuliaan
dan pemaknaan terhadap ilmu pengetahuan.
Sekiranya sifat pemuliaan ilmu
itu dilanggar, mereka para arif bijaksana itu mengisyaratkan : “birasani paddissengengngE,
lobbangnitu lamungngE” (punahlah ilmu, hampalah suatu pendalaman). Tiada lain
yang menyebabkan kemusnahan itu adalah : “riyakkElong-kElongenni pahangngE,
ribolloangni lise’E pole ri taro malebbina, tabberrE-berrEni napitto’ manu”
(pemahaman dijadikan lagu belaka, isinya ditumpahkan dari tempat kemuliaannya,
bertebaran hingga dipatuk ayam). Belumlah pula jika sisa buliran ilmu yang
tidaklah sempat “dipatuk ayam”, mestilah tercemar oleh lumpur yang becek
kemudian diinjak dan dilangkahi berbagai macam hewan lainnya. Belumlah pula sekiranya
dikencingi kucing dan anjing. Maka dimanalah harganya lagi ?. “Nasaba’
tapalEnne’i ri tengngana lalengngE” (disebabkan oleh anda yang meletakkannya
ditengah jalan).
Tulisan ini tiada lain adalah himbauan
kepada anak-anakku dan adik-adikku yang mendapat curahan hidayah dari Allah
berupa Ilmu Hikmah (Pahang pappEjeppu). “Aja’ tappasilolongeng rionrong
tessitinajaE” (janganlah mendiskusikannya pada tempat yang tidak semestinya). Bersyukurlah
selalu atas nikmat Allah dengan memuliakan anugerah itu dengan menempatkannya
pada tempatnya. “pakkEade’i paddissengengngE, namuakkamalakengngi ri dEcEngngE,
papolEonroi rilalengna sitinajaE” (hargailah ilmu pengetahuan, kemudian amalkan
pada kebaikan, tempatkan sebagaimana mestinya).
Wabillahitaufiq wal hidayah,
Wallahualam Bissawwab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar