MENZIARAHI 3 PERMATA
"..Massiarai atanna DatuE lao ri Puenna.." (Hamba tiada lain bermaksud berziarah pada junjungannya..).
...................................................................................
Sabtu, 30 Juli 2011, kuketuk pintu sebuah rumah di Jl. Andi Mangkau, Parepare. Sebuah rumah yang terletak di jantung Kota namun sangat tenang, yakni kediaman Puekku H. Andi Bau Musba (Datu Cebba'). Beliau sendiri yang membuka pintu serta dengan senyum khasnya mempersilahkanku untuk masuk dan duduk di serambi depan.
MaEloni tama uleng puasa, Pueng. IyyanaE nakkatta atanna DatuE massiara ri Puekku DatuE. Taparajaiyyangngi addampeng atanna DatuE.., demikian ujarku sebagai pembuka kata, seraya mencium tangan junjunganku tersebut. Selanjutnya mengalirlah perbincangan seputar "Sejarah Belawa dan BEttEmpola" yang merupakan reverensi berharga buatku. "Iya solangiwi warii'na BElawa makkokoE, iyanaritu padaidi'mua massompulolo. Nasaba' maEgana pada idi' pasalaonroi warii'E. Pada maElo manengni riyaseng matanrE. Pada naissengmato sitongengna tudangenna, naEkiya maElomopi tudangiwi onrong lebbi' mariasE'E.." (..adapun yang merusak tatanan di Belawa dewasa ini, adalah "kita-kita" sendiri sekeluarga. Karena begitu banyaknya diantara kita yang tidak menempatkan tatanan pada tempat yang semestinya. Mereka ingin dianggap "tinggi", padahal iapun tahu tempatnya sendiri yang sesungguhnya, namun tetap saja ia menginginkan tempat kemuliaan yang lebih tinggi adanya..).
Hingga pada akhirnya, Puekku berpesan padaku : "Akkaritutuko, Oddang. Muwaseggi dEcEng mumaElo pallempuu'i tudangenna warii'E, na bacci mulolongeng polE ri tauwE, padaidi'mato massompulolo.. iyanatu nampai iya' ulebbirengngi salai Belawa, uwonro ri kamponna tauwE, nasaba' dE' wullEi maita manengngi pangkaukeng makkuaEro.."..., duhai.. betapa sulitnya menegakkan tatanan, pikirku. "Nasitongenna, Puang.. Inamoo onrong tongenna pada natudangi, tette'matoi matanrE na malebbii.." (..yang sesungguhnya, Tuanku.. Walaupun pada tempat mereka yang sesungguhnya mereka duduki masing-masing, tetaplah juga mereka tinggi dan dimuliakan...), kataku pula. Namun sekarang, lihatlah negeri leluhur dan keluargaku kini. Mereka yang dulunya bergelar "Ambo" atau "Indo" serta disebut "Pung" oleh adik-adik dan kemenakannya, kini menjadi "Andi". Mereka yang dulu "Andi Anu", kini juga disebut "Petta Anu" oleh para anak cucunya.. Kemudian mereka yang dulu disebut "Petta Anu", kini menjadi : "Bau Anu..". Hingga akhirnya, dulu yang disebut "Bau Anu", kini menjadi "Datu Anu".. Kunjungan ziarah itu akhirnya ditutup dengan permohonan pamitku. Puekku Sang Junjungan mengantarku hingga di pintu pagarnya.
Perbincangan berlanjut pada perihal "karya baru" para wija ana' arung yang kini menempati 1 tingkat diatas kedudukan adatnya yang semestinya. Kini mereka menulis prasasti pada makam (pusara) kakek dan neneknya "tambahan" gelar yang "kemungkinan besar" adalah gelar sesuai dengan "kehendak mereka" sendiri alias "gelar piktif..". Maka terjadilah "pengkaburan sejarah" akibat ego mereka yang merasa lebih segalanya dari siapapun.
Esok harinya, yakni Minggu, 31 Juli 2011, perjalanan muhibah ziarahku hingga di Makassar. Pagi-pagi benar, dengan diantar Paduka Drs. Andi Ahmad Beso, kami memasuki gerbang rumah dinas Rektor UNHAS, kediaman dimana Puekku Andi ParEnrEngi DaEng PabEso' KaraEngta TinggimaE' sedang beristirahat memulihkan kesehatan dari sakitnya akhir-akhir ini.
Duduk dihadapan lelaki tua yang berperawakan tinggi besar dan berkepribadian agung ini membuatku tenang takzim. "Inilah adik Andi Laorong, ..Arung Belawa yang sesungguhnya", pikirku. Seorang Pangeran Gowa, Pangeran Sidenreng dan Pangeran Suppa yang memiliki pengetahuan dan berpengalaman luas serta senantiasa mendorong untuk mengembangkan semangat enterpreneurship. Setiap hari, beliau membaca 6 koran harian yang berbeda. Maka beliaupun tidak pernah ketinggalan berita dan issu yang terjadi pada Bangsa hingga sekarang. "Taisseng muwaga, nak.. Agana assElE bangungenna ERA REFORMASI ?" (Tahukah kau, nak.. Apakah saja hasil pembangunan yang menonjol pada ERA REFORMASI ?", tanyanya. "IyE, dE' kasi' naissengngi Atanna Petta, Puang.." (Hamba tidak tahu, Tuanku..), jawabku pasti.
"..hasil-hasil pembangunan yang dihasilkan ERA REFORMASI yang saya tahu, adalah : Wanita Indonesia semakin banyak yang dikirim ke Luar Negeri untuk dijadikan budak, sehingga martabat bangsa kita dimata Bangsa lain sangatlah hina..", jelas bersemangat. Kentara sekali jika Junjunganku yang satu ini memiliki jiwa patriot yang sangat kental. Harap maklum, beliau adalah seorang pensiunan tentara, kata "Petta Mado" (Drs. Andi Ahmad Beso), putera beliau yang menemaniku. Hingga ketika berpamit pulang, beliau mengantar hingga jauh di pintu luar.
Hingga hari pertama Ramadlan 1432 H, telah tiba, menziarahi kita semua. Marhaban Yaa Ramadlan.. Aku menyambutmu dengan suka cita. "Uporennu Usompawali apolEngemmu..", bisik hatiku, syahdu. Malam itu, aku tiba di Belawa dan makan sahur di Negeri Leluhur tercinta ini. Ziarah terakhirku menyambut datangnya bualan puasa kututup di Belawa dengan sentuhan belas kasih pada pamanda Andi Bannace, kakanda Ibuku. Beliau sedang gering oleh sakit yang diidapnya sejak beberapa hari ini. Tubuh yang biasanya tinggi besar itu kini layu tak berdaya. Pada akhirnya, 5 menit sebelum imsak (buka puasa) pada hari pertama bulan suci ini, Puekku Andi Bannace' berpulang ke Rahmatullah. Pamanda tercinta yang senantiasa berbelas kasih dan bermurah hati kepadaku, dimakamkan di Jara'E BElawa bersama ayah bunda dan saudara-saudaranya. Berkumpul dengan jazad para "Arung BElawa" yang kini tinggal sejarah, kusam dan kucel berupa serpihan yang sulit dirangkai. Kali ini, pada ziarah ke-3 ini akulah yang mengantar beliau ke peristirahatan terakhirnya tersebut.
Menjalani hidup tiada lain sebuah perjalan muhibah.. perhubungan Silaturrahmi dengan sesama manusia mestilah menjadi sesuatu yang berharga jika dihikmahkan sebagai "ziarah" penyejuk batin..
Wallahualam bissawwab..
"..Massiarai atanna DatuE lao ri Puenna.." (Hamba tiada lain bermaksud berziarah pada junjungannya..).
...................................................................................
Sabtu, 30 Juli 2011, kuketuk pintu sebuah rumah di Jl. Andi Mangkau, Parepare. Sebuah rumah yang terletak di jantung Kota namun sangat tenang, yakni kediaman Puekku H. Andi Bau Musba (Datu Cebba'). Beliau sendiri yang membuka pintu serta dengan senyum khasnya mempersilahkanku untuk masuk dan duduk di serambi depan.
MaEloni tama uleng puasa, Pueng. IyyanaE nakkatta atanna DatuE massiara ri Puekku DatuE. Taparajaiyyangngi addampeng atanna DatuE.., demikian ujarku sebagai pembuka kata, seraya mencium tangan junjunganku tersebut. Selanjutnya mengalirlah perbincangan seputar "Sejarah Belawa dan BEttEmpola" yang merupakan reverensi berharga buatku. "Iya solangiwi warii'na BElawa makkokoE, iyanaritu padaidi'mua massompulolo. Nasaba' maEgana pada idi' pasalaonroi warii'E. Pada maElo manengni riyaseng matanrE. Pada naissengmato sitongengna tudangenna, naEkiya maElomopi tudangiwi onrong lebbi' mariasE'E.." (..adapun yang merusak tatanan di Belawa dewasa ini, adalah "kita-kita" sendiri sekeluarga. Karena begitu banyaknya diantara kita yang tidak menempatkan tatanan pada tempat yang semestinya. Mereka ingin dianggap "tinggi", padahal iapun tahu tempatnya sendiri yang sesungguhnya, namun tetap saja ia menginginkan tempat kemuliaan yang lebih tinggi adanya..).
Hingga pada akhirnya, Puekku berpesan padaku : "Akkaritutuko, Oddang. Muwaseggi dEcEng mumaElo pallempuu'i tudangenna warii'E, na bacci mulolongeng polE ri tauwE, padaidi'mato massompulolo.. iyanatu nampai iya' ulebbirengngi salai Belawa, uwonro ri kamponna tauwE, nasaba' dE' wullEi maita manengngi pangkaukeng makkuaEro.."..., duhai.. betapa sulitnya menegakkan tatanan, pikirku. "Nasitongenna, Puang.. Inamoo onrong tongenna pada natudangi, tette'matoi matanrE na malebbii.." (..yang sesungguhnya, Tuanku.. Walaupun pada tempat mereka yang sesungguhnya mereka duduki masing-masing, tetaplah juga mereka tinggi dan dimuliakan...), kataku pula. Namun sekarang, lihatlah negeri leluhur dan keluargaku kini. Mereka yang dulunya bergelar "Ambo" atau "Indo" serta disebut "Pung" oleh adik-adik dan kemenakannya, kini menjadi "Andi". Mereka yang dulu "Andi Anu", kini juga disebut "Petta Anu" oleh para anak cucunya.. Kemudian mereka yang dulu disebut "Petta Anu", kini menjadi : "Bau Anu..". Hingga akhirnya, dulu yang disebut "Bau Anu", kini menjadi "Datu Anu".. Kunjungan ziarah itu akhirnya ditutup dengan permohonan pamitku. Puekku Sang Junjungan mengantarku hingga di pintu pagarnya.
Perbincangan berlanjut pada perihal "karya baru" para wija ana' arung yang kini menempati 1 tingkat diatas kedudukan adatnya yang semestinya. Kini mereka menulis prasasti pada makam (pusara) kakek dan neneknya "tambahan" gelar yang "kemungkinan besar" adalah gelar sesuai dengan "kehendak mereka" sendiri alias "gelar piktif..". Maka terjadilah "pengkaburan sejarah" akibat ego mereka yang merasa lebih segalanya dari siapapun.
Esok harinya, yakni Minggu, 31 Juli 2011, perjalanan muhibah ziarahku hingga di Makassar. Pagi-pagi benar, dengan diantar Paduka Drs. Andi Ahmad Beso, kami memasuki gerbang rumah dinas Rektor UNHAS, kediaman dimana Puekku Andi ParEnrEngi DaEng PabEso' KaraEngta TinggimaE' sedang beristirahat memulihkan kesehatan dari sakitnya akhir-akhir ini.
Duduk dihadapan lelaki tua yang berperawakan tinggi besar dan berkepribadian agung ini membuatku tenang takzim. "Inilah adik Andi Laorong, ..Arung Belawa yang sesungguhnya", pikirku. Seorang Pangeran Gowa, Pangeran Sidenreng dan Pangeran Suppa yang memiliki pengetahuan dan berpengalaman luas serta senantiasa mendorong untuk mengembangkan semangat enterpreneurship. Setiap hari, beliau membaca 6 koran harian yang berbeda. Maka beliaupun tidak pernah ketinggalan berita dan issu yang terjadi pada Bangsa hingga sekarang. "Taisseng muwaga, nak.. Agana assElE bangungenna ERA REFORMASI ?" (Tahukah kau, nak.. Apakah saja hasil pembangunan yang menonjol pada ERA REFORMASI ?", tanyanya. "IyE, dE' kasi' naissengngi Atanna Petta, Puang.." (Hamba tidak tahu, Tuanku..), jawabku pasti.
"..hasil-hasil pembangunan yang dihasilkan ERA REFORMASI yang saya tahu, adalah : Wanita Indonesia semakin banyak yang dikirim ke Luar Negeri untuk dijadikan budak, sehingga martabat bangsa kita dimata Bangsa lain sangatlah hina..", jelas bersemangat. Kentara sekali jika Junjunganku yang satu ini memiliki jiwa patriot yang sangat kental. Harap maklum, beliau adalah seorang pensiunan tentara, kata "Petta Mado" (Drs. Andi Ahmad Beso), putera beliau yang menemaniku. Hingga ketika berpamit pulang, beliau mengantar hingga jauh di pintu luar.
Hingga hari pertama Ramadlan 1432 H, telah tiba, menziarahi kita semua. Marhaban Yaa Ramadlan.. Aku menyambutmu dengan suka cita. "Uporennu Usompawali apolEngemmu..", bisik hatiku, syahdu. Malam itu, aku tiba di Belawa dan makan sahur di Negeri Leluhur tercinta ini. Ziarah terakhirku menyambut datangnya bualan puasa kututup di Belawa dengan sentuhan belas kasih pada pamanda Andi Bannace, kakanda Ibuku. Beliau sedang gering oleh sakit yang diidapnya sejak beberapa hari ini. Tubuh yang biasanya tinggi besar itu kini layu tak berdaya. Pada akhirnya, 5 menit sebelum imsak (buka puasa) pada hari pertama bulan suci ini, Puekku Andi Bannace' berpulang ke Rahmatullah. Pamanda tercinta yang senantiasa berbelas kasih dan bermurah hati kepadaku, dimakamkan di Jara'E BElawa bersama ayah bunda dan saudara-saudaranya. Berkumpul dengan jazad para "Arung BElawa" yang kini tinggal sejarah, kusam dan kucel berupa serpihan yang sulit dirangkai. Kali ini, pada ziarah ke-3 ini akulah yang mengantar beliau ke peristirahatan terakhirnya tersebut.
Menjalani hidup tiada lain sebuah perjalan muhibah.. perhubungan Silaturrahmi dengan sesama manusia mestilah menjadi sesuatu yang berharga jika dihikmahkan sebagai "ziarah" penyejuk batin..
Wallahualam bissawwab..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar